Di Jumat yang berkah ini, saya ingin menyadur salah satu tulisan terkenal dari Richard Carlson, yakni membayangkan upacara pemakaman diri sendiri.
Mungkin bagi sebagian orang, judul ini terlalu menyeramkan. La wong lagi enak-enaknya menikmati hidup kok disuruh memikirkan pemakaman sendiri to, mas?
Padahal secara keseluruhan, cara ini sangatlah efektif untuk mengingatkan kita terhadap apa yang penting dalam hidup kita.
Coba perhatikan, berapa banyak dari kita yang merasa begitu bahagia karena begitu sibuk dengan urusan duniawi?
Sebagian besar orang, bila membayangkan suatu saat hidupnya akan redup, tubuhnya kaku dan dingin, tak ada udara lalu-lalang di lubang hidungnya, saya yakin 100%, prioritas hidupnya akan berbeda jika dibandingkan dengan mereka yang disibukkan dengan urusan duniawi.
Hidup ini seperti timbal balik. Ibu yang memakaikan popok anaknya, kelak anaknyalah yang akan memakaikan popok ibunya yang telah menua.
Para ulama yang setiap hari namanya disebut dan didoakan, mereka adalah orang-orang yang semasa hidupnya selalu mendoakan umat manusia agar diberi rahmat oleh Allah Swt.
Orang yang menjaga ibadahnya di dunia, kelak ia akan dijaga oleh Allah dari siksa neraka.
Kembali ke substansi awal, jika Anda mati kelak, apa yang akan Anda tinggalkan?
Sebuah manfaatkah? Seperti halnya ulama-ulama pengarang kitab-kitab masyhur yang sampai sekarang karyanya masih digunakan?
Atau sebuah kemudaratan yang Anda tinggalkan? Seperti hutang ratusan juta yang akhirnya dibebankan kepada ahli waris?
Satu hal yang pasti adalah, apa yang akan Anda tinggalkan kelak adalah sesuatu yang Anda prioritaskan dulu waktu Anda masih hidup.