Indonesia, Agustus 1945
Dear, kaum millenial
di Seluruh Tanah Air
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, ku tuliskan secarik surat ini untuk dirimu, dear kaum millenial. Surat cinta ini tak perlu kau balas, karena memang aku pun tak ingin balasan surat darimu, aku hanya ingin balas surat cinta ini dengan komitmen pengabdianmu untuk bangsa kita.Â
Tentu kamu telah baca dan belajar sejarah bangsa kita, mulai dari SD-SMA bahkan sampai perguruan tinggi pun di antara kalian masih ada yang belajar sejarah bangsa kita.
Yah betul kami dulu harus berjuang selama-lamanya. Hidup kami dibayang-banyangi dengan rasa takut dan pasrah kepada Allah SWT, kalau kapan saja ajal menjemput.Â
Sering sekali lagi lelapnya tidur di malam hari, aku dan teman-teman kampungku harus bangun terkaget karena mendengar suara desiran peluru yang lepas landas dari senjata api kaum penjajah. Kami pun tidak pernah merasakan enaknya rebahan dalam kamar pribadi, sambil asyik balas teman chat atau sekadar nonton youtube.
Kala aku dan teman-temanku ingin pergi surau, kami biasanya harus bergandengan tangan sembari membawa obor karena memang zamanku masih gelap belum ada listrik yang terang benderang seperti zamanmu dear kaum millenial, tapi hal tersebut tak menjadikan kami bermalas-malasan untuk tidak ngaji sama pak ustadz.
Aku sadar, aku dan teman-temanku hidup di zaman yang masih serba sulit, sering kami makan gaplek dan bedogol (batang pisang).
Dear kaum miillenial, tentu kamu tidak tahu gaplek kan? Yah gaplek adalah makanan favorit aku dan teman-temanku, makanan ini terbuat dari singkong yang harus dijemur berhari-hari kemudian baru dimasak/direbus. Kami jarang sekali ketemu nasi, ketemu nasi jagung ajah sudah alkhamdulillah.
Yah memang karena begitu sulitnya ekonomi pada zamanku.
Aku dan teman-temanku kadang terbesit iri denganmu, dear kaum millenial, tapi setelah aku pikir panjang tak lah, aku bersyukur hidup pada zaman
penjajahan. Di mana aku dan teman-temanku ikut membantu Pak Kyai mengusir penjajah di ibu pertiwi kita. Kami tak pernah lebay apalagi alay ketika kaki kami tertembak oleh bangsa penjajah. Kami masih bersyukur kepada Yang Maha Hidup, ternyata aku masih selamat. Begitupun ketika aku harus gugur di medan pertempuran, aku bersyukur karena setidaknya darahku mengalir tidak sia-sia, semua hidupku aku berikan untuk tanah air tercinta kita.
Dear kaum millenial, jaga baik-baik ya bumi, tanah, air, udara yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salam dari aku,
Pahlawan tak dikenal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H