Di dalam hati Profesor El, rasa rendah hati dan kesedihan tumbuh. Ia merasa sedih melihat bagaimana seorang pemuda yang seharusnya menjadi perwakilan harapan masa depan malah memilih jalan meremehkan lawannya. Meskipun dalam hati, ia menyadari bahwa ini bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang masa depan bangsa.
Seiring debat berlanjut, Profesor El memilih untuk tidak terlibat dalam permainan Samsul. Sebaliknya, ia memutuskan untuk fokus pada argumennya dan mengedepankan kebenaran. Setiap kata yang diucapkannya mengandung kebijaksanaan dan pengetahuan yang mendalam.
Pada akhirnya, debat berakhir tanpa kejelasan siapa yang memenangkan hati pemirsa. Meskipun Samsul mencoba meraih popularitas dengan sikapnya yang mencolok, Profesor El tetap teguh pada prinsipnya. Ia tahu bahwa kebenaran dan keadilan tidak selalu diterima dengan gemerlap sorotan, tetapi ia yakin bahwa nilai-nilai tersebut akan tetap hidup dalam pikiran dan hati mereka yang mencari kebenaran.
Di luar panggung, Profesor El melangkah pergi dengan kepala tegak. Dengan ramah berjalan ke arah Samsul memberi salam dan menepuk punggungnya "belajar lagi ya sul", ia yakin bahwa perjuangan untuk kebenaran tidak akan pernah sia-sia. Masa depan bangsa bukan hanya milik mereka yang berkuasa saat ini, tetapi juga milik generasi yang akan datang, dan Profesor El bertekad untuk terus menjadi penjaga keadilan, meskipun harus menghadapi tantangan dari anak-anakmuda apalagi bapaknya lurah di kampung Prof El.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H