Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kupas Tuntas Peran Industri Migas dalam Masa Depan Indonesia

17 Juli 2023   18:33 Diperbarui: 17 Juli 2023   18:57 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : IPA Documentation 

Sumber : IPA Documentation 
Sumber : IPA Documentation 

Pada meets blogger ini dibahas bagaimana Migas masih merupakan hal yang dibutuhkan Indonesia, sekalipun target Net Zero Emisi bisa diwujudkan maka kebutuhan akan energi fosil (Migas salah satunya) masih akan dibutuhkan dengan proporsi yang lebih rendah dari total energi yang digunakan.

Menurut Bapak Nanang Untung selaku staf ahli ESDM pada tahun 2050 Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) mencatat peningkatan kebutuhan minyak sebesar 139% dan kebutuhan gas sebesar 298%. Dalam skenario tersebut, kebutuhan energi nasional diperkirakan mencapai sekitar 1.000 MTOE (Million tonnes of oil equivalent), dengan 44% berasal dari minyak dan gas, yang berarti sekitar 440 MTOE harus dipenuhi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan akan Migas di berbagai sektor yang belum dapat sepenuhnya digantikan oleh Energi Baru Terbarukan (EBT). 

Seperti kita ketahui Migas memiliki dampak bagi lingkungan, karenanya perlu penangkapan dan penyimpanan emisi karbon yang dihasilkan oleh kegiatan Migas melalui teknologi atau penanaman pohon sebagai penyerap karbon. Tujuannya adalah untuk menjaga keberlanjutan energi dari beragam sumber yang dimiliki Indonesia, seperti batu bara, minyak, gas, dan EBT, serta memenuhi komitmen NZE.

Dan kaget loh mengetahui informasi bahwa saat ini cadangan minyak di Indonesia hanya 0.1% dan sedikit lebih baik cadangan gas 0.7% karenanya sangat butuh untuk mencari sumber potensi energi migas lagi, apalagi sektor transportasi dan petrokima masih membutuhka Migas dan disinilah Bapak Nanang Untung menekankan pemerintah harus mampu menarik investor yang memiliki sumber daya pendanaan dan teknologi untuk mengeksplorasi potensi Migas dalam negeri.

"Kita masih sangat membutuhkan investor. Meskipun kita maksimalkan transisi energi, kita masih memerlukan sumber daya fosil sampai suatu saat teknologi baterai lebih terjangkau, dan kita masih bergantung pada kondisi cuaca. Menurut prediksi semua pihak, fossil fuel tetap memiliki peran hingga tahun 2050" (Nanang Untung -- ESDM)

Ibu Marjolijn Wajong yang akrab disapa Ibu Meti menjelaskan bahwa sektor hulu Migas juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan negara. Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), penjualan Migas secara langsung memberikan kontribusi sekitar Rp672 triliun. Jumlah ini terdiri dari penjualan minyak dan gas bumi sebesar Rp583 triliun, alokasi dana bagi hasil Migas sebesar Rp17 triliun yang juga menguntungkan daerah penghasil, serta penerimaan lainnya dari sektor hulu Migas sebesar Rp89 triliun, yang meliputi signature bonus, production bonus, firm commitment, pembayaran PPN, PBB Migas, PDRD, pajak penghasilan Migas, dan pendapatan lainnya.

Ibu Meti juga menjelaskan bahwa Indonesia sebagai produsen Migas besar telah mengalami penurunan produksi minyak dari tahun ke tahun. Produksi yang dahulu mencapai lebih dari 1 juta barel per hari (BPH) pada tahun 70-90an, kini berada di kisaran 600 ribu BPH. Namun, kebutuhan terus meningkat, dengan rata-rata kebutuhan sebesar 1,5 juta BPH. Hal ini memberikan beban keuangan yang signifikan bagi negara karena harus melakukan impor minyak dan bahan bakar minyak. Makanya nih sangat dibutuhkan investor yang memiliki sumber daya finansial karena biaya eksplorasi sangat besar dan resiko besar bila ini dilakukan oleh pemerintah sendiri.

"Niat baik untuk menuju energi bersih tentu saja merupakan kebijakan yang tepat dan tren dunia menggunakan energi ramah lingkungan. Namun, perjalanan menuju energi bersih membutuhkan waktu, dan penggunaan kendaraan listrik, terutama mobil listrik, akan membutuhkan waktu puluhan tahun. Selain itu, potensi energi matahari yang besar juga membutuhkan bantuan teknologi baterai, karenanya Insan Indonesia harus peduli dengan energi sesuai kapasitas masing-masing agar energi tersedia" (Marjolijn Wajong -- Direktur Executive IPA)

Aku sendiri sependapat dengan narasumber bahwa bagaimanapun dalam mempersiapkan energi bersih Indonesia masih butuh energi fosil, dan tentu saja aka nada potensi kerugian bila industri migas ini tak digali lagi potensinya. Seperti kata Bapak Nanang untung bahwa Industri Migas melibatkan multi player effect jadi kalau sempat habis maka kita kana ketergantungan pada impor energi, ketidakstabilan pasokan energi dan tentu saja kerugian pendapatan dan penerimaan negara serta hilangnya lapangan pekerjaan.

Duh mendadak blogger jadi mumet ya ges haha, nah biar nggak penasaran sebaiknya pembaca bisa berperan nih untuk menghemat energi, seperti kata Bapak Krishna mau beli combro aja naik motor, lah beban subsidinya lebih gede dari harga combronya haha, makjleb! Benar banget ya ges kadang kita tahunya mengeluh padahal kita bisa berkontribusi dengan membantu pemerintah dari hal sederhana. Contoh lain gunakan gas alam daripada tabung gas juga bisa mengurangi beban pemerintah loh!

IPA CONVENTION AND EXHIBITION 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun