Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puan Maharani Tersandera Privilege

7 Oktober 2022   12:12 Diperbarui: 7 Oktober 2022   12:19 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Privilege Hanya Salah Satu Faktor Penentu

Privilege aku artikan sebagai keistimewaan yang dimiliki oleh seseorang. Privilige itu bagiku bisa apa saja, namun kebanyakan kita menganggap bahwa kekayaan adalah privilige.

Menurutku semua orang yang dilahirkan tuhan ke dunia ini sudah dilengkapi dengan privilege masing-masing dan tentu saja bukan sekedar uang. Apalagi saat ini ketika kita bisa menikmati beragam konten di sosial media kita bisa bilang "wah itu privilige dia". Sukses tidaknya seseorang tentu saja sudah ada takdir dari Tuhan bahkan jauh sebelum kita  lahir nasib kita sudah ditentukan. Memiliki kekayaan mungkin benar merupakan sebuah privilige tapi apakah semua orang kaya akan sukses? Tidak juga! namun kalo ditanya mereka lebih bebas secara finansial tentu aku setuju. Sekarang kalau indikatornya kebahagiaan banyak juga yang bilang bahwa uang bukan segalanya, so jadi kaya juga bukan jaminan bisa bahagia right?

Aku pernah baca literatur online sebuah kisah ketika pelajar dalam ruangan kelas diminta oleh gurunya melempar bola kertas ke dalam keranjang, dimulai dari murid yang duduk di depan. Guru belum menginstruksikan namun protes sudah muncul membuat gaduh kelas. Murid paling belakang protes "jelas murid yang duduk paling depan akan mudah memasukkan bola kertas ke dalam keranjang". Tidak salah pemikiran sang murid, Gurunya menjelaskan betul demikian murid yang duduk di depan punya privilege lebih mudah untuk memasukkan bola kertas tersebut ke dalam keranjang, namun bisakah mereka gagal? Jelas bisa! dan murid yang di belakang memang nasib mu ucap gurunya. Namun bisakah kamu berhasil melempar bola kertas ke dalam keranjang? Tentu saja bisa! tapi karena dudukmu di belakang berarti privileg mu nol, so kamu butuh kerja lebih keras, jarak yang lebih jauh dan lebih fokus. Artinya duduk di depan bukan satu-satunya privilege yang membawa kesuksesan bagi kalian.

Well, sampai disini aku harap kalian se-opini dengan ku bahwa semua orang punya privilige yang bisa kita olah untuk membuat kesuksesan bagi kita. Farel yang viral dengan lagu ojo dibandingke juga punya privilige yaitu kesederhanaan hidup, makanya dulu selebgram pernah mencuit "kemiskinan juga adalah privilige" bisa diterima.

Suksesnya Orang Kaya Biasa Saja Karena Privilige?

Ketika anak Chairul Tanjung masuk berita, anak Yusuf Mansyur membuat impian respon kebanyakan orang adalah "ya iyalah anak orang kaya" bahkan Rafatar anak Raffi Ahmad juga nggak akan bikin kagum kalau suatu saat dia bisa sukses "wajar ya bun dari dalam kandungan uang bapaknya dah nggak berseri".

Namun benarkah demikian? Ketika aku mendapati komen seperti itu jujurly aku kasihan melihat mereka yang jadi anak orang kaya. Privilige yang dimiliki mereka tak menjadikan pencapaian mereka berharga. Pun demikian ketika anak-anak orang kaya bisa juara olimpiade science dunia, yah B aja sih, wajaralah dia bisa les sana sini, tutor pribadi dan lain sebagainya alasan yang sebenarnya hanya buat menenangkan diri kita sendiri karena tak punya privilege yang sama. 

Tersandera Privilige

Ini adalah kisah nyata, sudah lama aku ingin menuliskannya. Ketika aku bersekolah, aku selalu berada di lingkungan sekolah favorit which is itu adalah tempat berkumpulnya anak pejabat. Bersaing dengan mereka jelas butuh perjuangan, privilige yang mereka miliki akan membuat mereka menonjol, anak pejabat di daerah kan maen ngetop dan orang tuanya banyak uang. Aku bergaul dengan mereka dan privilege ku jelas bukan uang dan kekuasaan. Privilege ku adalah ramah sehingga hampir semua anak pejabat menjadi bestie-ku alhasil yang nempel dengan anak pejabat juga dikenal guru. Seterusnya aku berusaha menonjol di depan guru aku berjuang untuk bisa dilirik guru  and it's worked.. Kalau anak pejabat auto dilirik ya kan? 

Aku dekat salah satu anak pejabat, sering main ke rumahnya dan bisa menikmati aneka buku pelajaran yang tidak pernah bisa kumiliki dan tak ada di perustaakaan sekolah. Aku melihat bagaimana anak-anak pejabat ini belajar, saat itu mereka sudah punya guru les pribadi, jam mainnya saja diatur, belum lagi buku-buku pendukung full colour  dan alat tulis aneka warna untuk membuat ringkasan catatan semakin menarik. Belum lagi asupan nutrisi mereka yang bisa mendukung tumbuh kembang optimal.

Jadi kalau dibilang mereka pintar hanya karena privilige tidak juga, mereka berjuang sama dengan ku. Hanya saja perjuangan mereka lebih keren, dan ini nggak bisa kita kecilkan dengan bilang "wajarlah anak orang kaya"

Salah satu anak orang kaya ini menjadi temanku hingga dewasa, ketika kami masuk dunia kuliah (kampus berbeda) dia curhat kepadaku "bahwa dia merasa tidak ada teman, tidak ada yang menghargai apa yang sudah dia lakukan", sebagai sahabat aku menjadi sedih karena paham mengapa dia diremehkan. Hanya karena dia punya  uang semua menganggap kesuksesannya adalah hal biasa, sementara dia juga ingin perjuangan diapresiasi namun itu nggak pernah bisa dia rasakan. 

Aku tersandera privilege, begitu dia meratapi nasibnya. Alhasil dia nggak kuat, kena mental kata orang zaman now. Dia menjalani terapi kejiwaan, merasa dirinya sudah lelah berjuang namun tak ada yang mengapresiasinya. Sampai one day aku kasih ide buat dia "gimana kalau pindah ke kampus dimana nggak ada yang mengenal mu?" ide sederhana ini seperti membawa semangat padanya. Aku dan dia menemui Ayahnya, berharap mendapat restu karena sebelumnya ayahnya menganggap anaknya hanya manja saja, namun ketika sudah didera mental isu baru ayahnya mengiyakan ide kami.

Ketika dia berada di lingkungan baru, dimana nggak seorangpun tahu bahwa dia punya privilege kekayaan, temanku tadi bisa bahagia dan kepintarannya mendapat pengakuan dari teman kampusnya bahkan banyak yang minta belajar bersamanya melihat dia punya alat tempur yang lengkap. 

See? 

Betapa tersandera privilege itu menyakitkan!

Puan Maharani Tersandera Privilige

Satu hari adikku yang merupakan salah satu karyawan partai di PDIP meminta bantuanku untuk meramaikan postingan sosial media partainya dan kebetulan postingannya adalah kunjungan kerja Ibu Puan Maharani. Bisa ditebak ya komentar di sana sebagian besar adalah ujaran kebencian. 

Aku paham hawa menuju 2024 sudah mulai terasa panas, semua haters menghujat apa yang di lakukan Bu Puan "pencitraan! ngapain jadi presiden! dasar modal cuman cucu doang!, mentang-mentang emaknya punya partai! dan banyak lagi kalimat meremehkan Bu Puan hanya karena privilige yang dia miliki.

Aku sedih membacanya, bukan karena aku pendukung Bu Puan ya ini hanya rasa empatiku sesama makhluk sosial, sesama perempuan. Why? Kenapa kalian sebegitu bencinya? Aku jadi teringat akan temanku apakah Bu Puan bisa kuat membaca ini semua?

Bu Puan adalah cucu Bung Karno, anak dari Ibu Megawati dan Ayahnyapun Bapak Taufik Kiemas which is semuanya orang yang punya jasa di Indonesia, bukan sekedar berjasa tapi mereka terlibat langsung dalam sejarah bangsa ini. Kalau orang lain saja bisa terinspirasi dari Bung Karno maka begitu juga yang berhubungan darah dengan beliau. Kalau orang lain saja bisa termotivasi untuk berkorban dan berjuang demi negara ini, mengapa kita meragukannya kalau Bu Puan juga demikian?

Bu Puan mungkin akhir-akhir ini sering muncul di berbagai pemberitaan, apakah salah jika beliau ingin maju nyapres? Kalau dibilang mentang-mentang emaknya punya partai, apa kabar AHY dan petinggi partai lainnya yang sudah mendahulukan darah dagingnya nyapres? 

Bu Puan tanpa kalian akui memang sudah menjadi perempuan keren, pertama kalinya Ketua DPR perempuan ya beliau, pendidikannya juga mumpuni, keluarganya nggak diragukan lagi jadi aneh kalau ada yang bilang "minim prestasi, karbitan dan hanya nebeng nama besar keluarga" plis jangan menghakimi begini, perjuangan Bu Puan sampai kesini mungkin tak seberat perjuangan kita mempertahankan hidup. Namun yang namanya berjuang tetap akan menyisakan kisah  perjuangan dalam diri kita masing-masing baik punya privilige maupun tidak.

Cemooh yang ditujukan untuk Bu Puan saat ini bukan akrena beliau tak mampu, hanyaa saja beliau tersandera privilige yang dimilikinya! Tetap semangat Bu Puan!

PDIP Tetap Solid Menuju 2024

Sebagai orang yang awam dengan politik tapi memiliki teman yang terjun dalam politik, bagiku sejauh ini, sampai hari ini hanya PDIP partai yang solid. Mereka minim konflik internal karena komitmen dan patuhnya kepada Ketua Umum, kesetiaan dan loyalitas di PDIP memang patut diacungi jempol. Kalau sekedar aji mumpung mungkin sejak tahun 2009 Bu Puan udah ngotot maju nyapres. Kalau sekedar ingin meraih suara saat ini, mungkin sejak awal Ibu Megawati sudah mengungs Pak Ganjar sebagai capresnya namun mengapa beliau tidak melakukannya? Tentu karena ada salahnya, dan beliau menghargai suara kader lain. Jika seseorang 'berkhianat' bisa dipilih maka konflik internal akan muncul karena kesetiaan itu adalah komitmen PDIP.

Bu Puan awalnya akan backup sebagai Ketua Umum namun manusiawi kalau Bu Puan juga ingin mencoba nyapres. Sebagai Ibu apa yang bisa kalian perbuat ketika anak meminta apa yang Ibunya punya? Memberi dengan syarat! Inilah yang aku lihat sedang dilakoni Bu Mega, mumpung belum ada calon yang pas nggak salah kalau Bu Puan mau mencoba, silahkan beri bukti bahwa mampu. Bu Puan mungkin saat ini banyak dihujat tapi ini justru menjadi kekuatannya dikemudian hari. 

Aku setuju dengan kebanyakan "belum saatnya Bu Puan nyapres" namun kalau beliau mau dan bisa mengapa kita yang repot? Malu kalo kalah? Tidak bagiku, kalau sudah mencoba dan kalah itu jauh lebih keren daripada tidak mencoba. Sebagai blogger aku sih demikian ikut lomba dan kalah itu membuat aku semakin paham bagaimana cara untuk menang.

Lihat saja AHY yang kalah diberbagai kesempatan, apa yang terjadi dengannya? Tetaps aja dia anak SBY dan kaya raya, sementara yang ngatai AHY? tetap saja mengetik kolom komentar sambil mikirin besok ada invoice cair nggak haha

Wadidaw artikel ini jadi panjang banget haha, semoga bisa menambah bacaan teman-teman ya....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun