Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Orangtua Itu Tak Mudah

2 September 2019   11:59 Diperbarui: 2 September 2019   12:21 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tentunya melalui proses legal ya ges, menikah dan siap memiliki anak.

Sebenarnya tulisan ini ingin menanggapi artikel Young Lady tapi bukan juga untuk mengajak berdebat. Young lady sendiri menulisnya karena ada temannya which is seorang anak, curhat kalau merasa orang tuanya tak layak jadi orang tua (poin nya begitu), kenapa aku tertarik menanggapi? Karena poin yang disebutkan younglady dalam tulisannya adalah poin yang aku sampaikan dulu ketika aku membantah mamak papa ku. 

Pada masa itu aku beranggapan demikian, untuk apa sih kalian melahirkan ku, bukan mau kok jadi anak kalian?, kenapa kalian enggak bisa jadi orang tua yang baik? 

Namun setelah aku kuliah jauh dari keduaorangtuaku, perlahan aku berkenalan dengan teman-teman berbagai latar hidup. Dari cerita kami aku tahu bahwa semua orang tua hanya ingin yang terbaik bagi anak-anaknya, namun dimata anaka-anak selalu saja salah.

Waktu remaja, gadis dan dewasa aku tumbuh jadi sedikit tomboy, tak suka juga lihat anak kecil. Kalau ada anak kecil rasanya bikin repot dan aku suka menakuti mereka supaya tak mendekat. 

Menikah di usia 33 tahun, dan langsung memiliki anak tak sedikitpun membuat aku dan suami sempat berpikir "eh bisa enggak sih kita jadi orang tua?". 

Meski dalam kehidupan ku aku mengenal pasangan yang berjuang mati-matian mengumpulkan uang dulu baru memutuskan punya anak dan setelah uang terkumpul, setelah merasa pantas jadi orang tua nyatanya anak yang diharapkan tak kunjung tiba. 

Aku sih mempercayai siklus kehidupan, pas kita jadi anak ya memang begitu bisanya cuman memandang semua persoalan dari akcamata anak, kita enggak akan bisa memandang dan memahami isi pikiran orang tua. 

Trus ketika anak curhat ke temannya maka isinya jelas komplain melulu tanpa pernah mengingat dia bisa sampai curhat itu karena sudah dilahirkan, disekolahkan dan dibesarkan orang tua.

Memang ada kasus-kasus tertentu yang bikin miris, seperti orang tua yang memperkosa anak, orang tua yang membunuh anak, orang tua yang menyiksa anak bahkan merampas nyawa anak sebelum lahir ke dunia ada ..ada banget. 

Tapi tulisan ini cukup kita batasi apakah memang serepot yang disampaikan younglady buat menjadi orang tua ? Harus ada bakat dulu ? Di Facebook saya sudah komen bahwa saya enggak setuju dengan cara pandang younglady namun gak papa semua bisa beropini.

Kenapa saya gak setuju ? Karena kini saya sudah jadi orang tua, siklus kehidupan kedua yang saya rasakan. Dulu saya ini anak perempuan "pemberontak" jarang bisa akur sama mamak khususnya. Namun sejak kuliah tingkat 2 memang saya sudah mulai bisa memahami sudut pandang orang tua, mungkin karena merantau akhirnya saya bisa merasakan betapa kasih sayang orang tua itu luar biasa.

Menikah membuat saya memahami dulu kenapa saya pernah protes sama papa yang selalu mengalah dalam keributan kecil rumah tangga mereka. Tapi papa bilang saat itu "kelak kau akan mengerti bahwa urusan rumah tangga itu bukan tentang siapa yang terkuat", dan iya benar banget memang ada saatnya kita harus mengalah demi sampainya kapal ke sebuah tepi.

Dulu aku pernah meanganggap mamak lebih sayang adikku daraipda aku, sekeras apa mamak meyakinkan ku bahwa kasih sayang orang tua itu sama saja "kelak kalau kau sudah punya anak akan bisa memahaminya". Dan benar saja saat hamil anak kedua dihatiku mulai muncul ke khawatiran apakah aku mampu menyayangi anak kedua ini sama seperti anak pertama ? 

Nyatanya meski jenis kelaminnya sama ternyata rasa bahagia menyambut keadiran anak kedua itu sama saja, tak ada yang berbeda. Dan aku paham bahwa rasa beda yang dirasakan anak sebenarnya hanya karena orang tua menyesuaikan kebiasaan masing-masing anak.

Masalah ekonomi ? Ketika menikah uang tabungan sudah habis buat resepsi, suami hanya honores yang gajinya jauh dibawah UMR, aku hanya punya gaji pas-pasan buat bayar KPR dan biaya sehari-hari. Namun rasa syukur, doa'a membuat kami sampai hari ini merasa tak kekurangan ya meski selalu deg-degan tiap akhir bulan hehe.

So, aku cuman mau bilang apapun latar belakangmu, seberapa berat hidup yang kau jalani maka jangan takut untuk menjadi orang tua. Menjadi orang tua itu enggak ada sekolahnya, jadi keadaan orang tua temanmu enggak bisa jadi tolak ukur orangtuamu. Sebagai seorang perempuan, maka setiap anak yang sudah lahir kedunia ini itu adalah pengorbanan terbesar orangtua kalian, khususnya Ibumu. 

Seorang Ibu mempunyai cinta yang besar sejak garis dua di testpack, nyawa adalah taruhannya jadi kalau kau bisa lahir selamat maka ingatlah itu adalah pengorbanan terbesar dari Ibumu.

Ada banyak faktor yang membuat anak merasa orang tua nya tak bermutu, faktor ekonomi, faktor pasangan, faktor anak itu sendiri. Mungkin aku bukan orang tua yang baik bagi anakku tapi aku sudah maksimal berbuat dan biarkanlah tuhan yang mencatatanya. 

Lagian enggak ada jaminan kok kalo semua bakat yang disebut ada apakah kalian akan lahir keduania ini hehe, menikah, punya anak maka kalian akan bisa menemukan jawaban kenapa dulu orangtua itu horor dimata kalian hehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun