Seharian ini timeline tiba-tiba timeline ramai dengan 'Sekolah Ibu' pas aku cari tahu ternyata itu adalah ucapan Pak Wakil Bupati Kabupaten Bandung Barat di salah satu feed instagramnya membuat caption tentang tingginya angka perceraian di wilayahnya.
Sebagai pejabat daerah beliau punya gagasan which is itu juga hasil studi banding dari Bogor yang katanya sudah sukses menekan angka perceraian karena program Sekolah Ibu tersebut.
Ketika aku lihat caption sih nadanya sudah berubah dari yang diributkan orang-orang setimeline, iyalah aku sebagai perempuan merasa beliau menilai bahwa perceraian sebagian besar karena 'salah perempuan'. Perceraian terjadi karena ibu enggak bisa komunikasi, perceraian terjadi karena ibu enggak sayang keluarga. Is it true ?Â
Emang perceraian itu hanya karena kami kaum perempuan ? Apa kabar yang perempuan datang ke pak RT dengan lebam di wajah, apa kabar perempuan yang ditemukan meregang nyawa karena dia marah suaminya selingkuh? Haruskah kami masuk sekolah dengan wajah lebam ? Haruskah kami yang tak bernyawa lagi masih disalahkan karena tak pandai mengurus keluarga ?
Enggak segampang caption mu pak, kalau mau menekan angka perceraian harus dimulai dari awal pencegahannya, pastikan yang menikah adalah perempuan dan laki cukup usia, pastikan lagi rakyatmu yang menikah bukanlah pelakor, pastikan lagi bahwa para suami ngajak nikah karena sudah mampu dan banyak lagi yang harus dibenahi, bukan menyuruh kami perempuan sekolah lagi.
Sebagai wakil rakyat sebenarnya harus berani di komentari, tahukan pak Jokowi dari sekian juta followernya itu hatersnya , setiap feed instagramnya bebas komentar, dan bisa jadi komentar haters bisa jadi jalan keluar dari segala permasalahan, ketika bapak enggak siap dikritik maka saat itu saya curiga anda ini adalah pemimpin? Menutup komentar di ig feed tersebut namun netizen masih bisa memberi komemtar di feed instagram lainnya, dibacakah ?
Bahkan ada komentar dari seseorang yang aktif bergerak di perlindungan perempuan dan anak ingin tahu detail kurikulum sekolah ibu karena ini ajaib pak, disaat dunia internasional menggalakkan campaign supaya para ayah/suami lebih berperan dalam urusan rumah tangga kok yo bapak justru cuman mau nyekolahin ibu untuk urusan rumah tangga ?
Saya pun perempuan menikah yang penuh protes pada suami saya. Namun ketika dia mulai mau turun tangan membantu saya mengurus rumah tangga seperti memandikan anak, menyapu rumah atau mencuci piring dikala saya enggak sempat dan sejak saat itu saya selalu menghormati suami saya.Â
Perempuan enggak usah disekolahin lagi, perempuan enggak usah dilimpahi emas dari ujung rambut sampai ujung kaki. Cukup hargai kami, cukup bantu kami mengurus rumah tangga inshaallah kami tak merasa sendirian. Ketika semua urusan dijalankan bersama maka beban itu terasa ringan.
Menurut hematku kalo peduli maka please buka konseling saja, jadi suami/ayah bisa diajarin juga bagaimana bisa tetap menyayangi dikala istrinya yang sudah beranak, bau kompor dengan daster bolongnya atau bahkan tak sempat menyisir rambutnya. Ajak juga para suami untuk bisa melakukan urusan domestik itu baru adil. Kalolah kami perempuan yang harus sekolah lalu parah Ayah ngapain di rumah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H