Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

7 Kesalahan Istri Pekerja

7 September 2017   09:16 Diperbarui: 13 September 2017   12:45 7093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: galleryoftimes.tistory.com

I am a working mom, dengan segala kesibukan rumah tangga tanpa asisten dan kebetulan anak-anak selama kami bekerja berada di daycare, aku terlalu sibuk dengan kegiatanku dan aku selalu bersyukur untuk bisa memilih bahagia.

Kasus pembunuhan seorang suami terhadap istri nya membuat aku terhenyak, apa sih alasan yang bisa membuat suaminya begitu? Belum habis tanya aku malah membaca transkrip yang diduga adalah rekaman pertengkaran suami istri, suara istri memang terdengar nyaring dibanding pria, kalaupun dipukul yah seberapa sakit sih?

Kata pak polisi sang suami tak kooperatif dan sampailah aku pada sebuah poto tersangka, wajah dengan tatapan mata kosong, tampak tak terawat dan aku jadi ingat raut wajah ketakutan ini sama persis dengan raut wajah para wanita korban KDRT. Sedih hati ini membayangkan semua keterangan sang kakak, suara tangis sang bunda yang memberi kesaksian anaknya kerap mendapat perlakuan kasar, hatiku berkata pria ini bertahan pada keadaan yang tak semestinya, otak pria ini sama dengan kondisi banyak perempuan yang tetap bertahan di antara derita kehidupan rumah tangga.

Aku sendiri belum lama berumah tangga, baru lima tahun dan hidup bersama pria yang diikat dengan status hukum sebagai suami merupakan tantangan sendiri, ada saja hal yang membuat hati ingin menangis tapi banyak hal yang bisa direnungi untuk menghadirkan senyuman.

Aku adalah perempuan yang sudah bekerja jauh sebelum menikah, dan karena banyaknya kasus kegagalan rumah tangga maka membuat aku berpikir untuk tetap bekerja setelah menikah. Dan jodoh pun tiba dan ya mungkin memang takdirku untuk tetap bekerja karena memang tak mungkin hanya berharap dari gaji suamiku yang bukan pegawai negeri dan bukan pejabat di salah satu perusahaan swasta.

Penghasilanku 5x lipat lebih besar dari suami, sejak gadis angka yang masuk saldo tabunganku memang segitu namun pernikahan ini membuat orang membandingkannya dengan kondisi suami ku, padahal dulu sewaktu single tak ada yang menyinggungnya.

"Yakin lu bisa hidup dengan kondisi suami begitu? Yakin lu bisa ikhlas?".

Ya ikhlas adalah kuncinya, toh sebelum aku menikah semua penghasilan ku pun sudah aku alokasi kan untuk orangtua dan saudaraku, lantas apa yang berbeda? Nothing, bahkan alokasi kali ini justru lebih tepat, aku berjuang untuk kehidupan kami.

Ya, godaan banget ketika menjadi istri yang memiliki penghasilan lebih besar dari suami kadang rasa lelah menghadirkan ketidakikhlasan, rasa lelah membuat lupa bahwa pria yang hadir dalam hidup kita ini adalah pilihan kita, pria tersebut menyempurnakan kodrat kita sebagai perempuan, kadang lelah membuat kita lupa dalam diamnya dia mendoakan kita, dalam hujan menanti kita dengan cemas, semuanya hilang tak berbekas ketika lelah.

Mamak ku kerap menangis ketika mengunjungi ku, tangisan seorang Ibu yang merasa iba mendapati anak perempuannya begitu keras berjuang untuk keluarganya, di sisi lain tangisan nya adalah bentuk syukur nya telah berhasil mendidik anak perempuannya menjadi istri dan ibu yang baik sebagai anak aku hanya bisa meyakinkan mamak bahwa aku bahagia untuk kehidupan ku.

Inshaallah tulisan ini tak berniat apapun selain ingin mengajak para istri (khususnya yang bekerja dan memiliki penghasilan lebih tinggi) untuk bisa menghormati suami, untuk bisa menerima kondisi suami dalam setiap situasi, bukan membuka aib bila ada yang memandangnya demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun