Bismillah..
Baca Tulisan sebelumnya : Ketika Ahli Waris Tak Mampu Membayar Hutang Kartu Kredit Almarhum
Setelah artikel diatas tayang dan dibaca 10 K pembaca akhirnya ada pihak Collection Bank BNI atas Nama Ibu Selvi yang menelpon saya di Sabtu Siang (29 Oktober 2016) dan karena rumah lagi difogging telepon tersebut baru terjawab setelah 5x panggilan. Reaksi saya cukup senang karena seperti mendapat kebaikan, kemungkinan besar kami akan bisa membayar tagihan Kartu Kredit (KK) almarhum sesuai pengajuan yang kami tuliskan, ekspektasi wajar karena Ibu Selvi bilang “Kami sudah membaca tulisan ibu di Kompasiana, kami mohon kehadiran Ibu di Kantor BNI Pusat untuk follow up permasalahan Ibu”.
Sampai di kantor saya pun langsung membereskan kewajiban saya, jam 10 saya mohon ijin ke atasan untuk mendatangi Kantor BNI, tentunya diiringi doa agar kasus ini bisa segera terselesaikan. Sesampainya saya di Kantor BNI Pusat Kota di lantai 3 bagian Collection kurang sepuluh menit datang ke hadapan saya seorang laki-laki dan wanita yang bernama Adel dan Selvi. Saya diajak ke ruang rapat (mungkin) dan diajak bicara. Layaknya call center mereka mengucapakan duka, dan saya yang minta agar langsung ke pembahasan.
Seperti apa yang sudah saya tuliskan bahwa ahli waris tak punya uang seperti tagihan, dan Ibu Selvi menyampaikan bahwa tatap muka ini dilakukan untuk menyampaikan kembali bahwa Bank BNI tidak bisa mengabulkan apa yang kami ajukan. Sampai disini saya merasa kecewa. Kenapa saya dipanggil kesini ? saya pikir akan ada solusi lain, ternyata tatap muka itu dilakukan hanya untuk menyampaikan apa yang sudah saya ketahui dari email yang dikirim bagian collection lainnya bernama Yuniarti.
Saya sempat bertanya ke mereka , bahwa saya pernah membantu teman di Bank BNI juga, yang mempunyai hutang 60 Juta dan yang bersangkutan mengalami ketakmampuan dan hanya mengajukan surat keringanan lalu persoalannya pun selesai dengan dana sejumlah 3 juta rupiah. Pak Adel yang mewakili BNI berusaha meyakinkan saya bahwa kasus teman saya itu bisa terjadi apabila tagihan nya sudah menunggak lama, saya kurang paham istilahnya, Pak Adel bilang mungkin kasusnya sudah masul collect level 5 (bisa saja istilah ini salah) bu, artinya sudah kredit macet.
Dan ditimpali oleh Ibu Selvi bahwa selama pemakaian kartu kredit (2 tahun) almarhum tidak pernah telat membayar sehingga keringanan tidak bisa diberikan. DEAL ! disitu saya seperti mendapat kata kunci, lu bisa beres dengan tagihan kartu kredit ketika lu sudah masuk status KREDIT MACET ! Ketika lu membayar tepat waktu dan lunas maka lu MAMPU sehingga keringanan akan susah untuk status pembayaran LANCAR. Saya pun menyampaikan kepada mereka berdua “Well, kalau begitu saya tunggu saja statusnya sampai level 5, macet and then BYE !”.
Pak Adel berusaha meyakinkan saya bahwa sampai kapanpun tagihan Almarhum tetap 7,2 something, karena itulah besarannya hutang pokok almarhum. Pak Adel juga menyampaikan jangan sampai saya menggunakan pengacara, jangan sampai saya mengeluarkan biaya tambahan untuk penyelesaian kasus ini. Eheemm,,,rasanya mereka tak paham, andai saya bisa mengeluarkan rupiah untuk pengacara, untuk membayar jasa orang lain maka itu tidak akan saya lakukan, jauh lebih baik dananya saya gunakan membayar hutang almarhum. Ketika saya datang atas nama pribadi, mungkin memang beginilah tanggapan pihak bank, bisa jadi akan berbeda ketika saya menghadap dengan didampingi pengacara.
Disisi lain selama tulisan awal saya ini di share banyak orang, maka banyak yang memberi komentar :
- Waah, bukannya itu sebetulnya udah incl asuransi yak. Biasanya sih bank udah diasuransiin, ibaratnya ada kredit macet juga udah ke cover asuransi.
- Mba kebetulan aku kerja dibag cc tp di bank yg berbeda, sepertinya kebijakan setiap bank hampir sama ya.
Kalo menurut aku apabila mb ada waktu bisa datang ke bag collection secara langsung, karena kalo hanya via telpon aga susah.
Tag cc kalo tidak ada asuransi pertanggungan tagihan memang jadi beban ahli waris.
Tp seharusnya bisa diajukan keringanan pembayaran.
Semoga cepat selesai mba masalahnya, aku juga banyak belajar untuk lebih bijak menyikapi yg namanya cc.
Kasarnya aku bilang ini lingkaran setan - Dulu kejadian juga sama almarhumah ibuku, mbak. Tetap harus dibayar. Kalau enggak, diteror terus ya sama penagih utangnya. Banknya sama juga.
- Mungkin memang lebih baik bertemu langsung di Card Centrenya, mbak.
Soalnya setau saya kalau sudah lewat pembayaran, hutang CC akan dilelang ke bagian debt collector. Para debt collector ini yang akan menagih beserta bunganya. Sementara bank penerbit CC sudah dapat hasil dari lelang yang dibayar debt collector itu - Maaf mbak mau tanya aja sih, kalo misalnya bener ga ambil asuransi jiwa, apa si bank gambling ngutangin orang tanpa ada jaminan?
- Halo mbak, mau share aja. Aku dan keluarga aku, punya kartu kredit itu biasa, bukan lagi Lifestyle. Aku sendiri punya 3 cc dan suami punya 2 cc. Kalau pengalaman aku sih cc itu aman selama kita tau cara main sistemnya. Lalu apakah hutang cc harus dilunasi oleh ahli waris: menurut hukum di Indonesia "tidak" tapi pada prakteknya bank nggak mungkin begitu saja membebaskan setiap nasabah yg meninggal dunia dari hutangnya, ahli waris memang harus berperang dulu pake mediasi, pengacara bahkan pengadilan perdata utk bisa mendapatkan keringanan tersebut. Saya sendiri belum pernah terlibat masalah seperti ini, tapi kalau masukan dari teman yg kerja di bank sebenarnya keluarga Mbak bisa mengajukan permohonan pembekuan/black list cc utk menghindar dari bunga & denda yg terus bertambah. Setelah itu mbak bisa kembali nego dengan bank, biasanya bank akan minta para ahli waris utk mengumpulkan bukti slip gaji dll utk membuktikan kalau ahli waris memang tidak sanggup melunasi. Dalam kasus ekstrim, bank bisa me diskon hutangnya atau bahkan dianggap lunas. Tapi, permohonan black list ini tercatatnya bukan di bank saja, melainkan nasional. Salah satu efeknya adalah nanti seluruh ahli waris yg terlibat tidak bisa/sulit mendapatkan kredit dari bank manapun, termasuk kredit rumah, kendaraan, bisnis, dana tunai dll. Logisnya bank adalah kalau melunasi cc aja nggak bisa, apalagi melunasi cicilan rumah. Mengenai berapa lama masa blacklist ini berlaku saya tidak tau, ada baiknya mbak selalu didampingi pengacara perdata pada saat negosiasi dengan pihak bank. Karena kalau dari cerita mbak, sepertinya keluarga mbak awam dengan sistem cc dan bank, jadi kalau datang sendiri pasti kalah sama org bank yg juga kejar target pelunasan hutang. Mudah-mudahan membantu ya Mbak. Kalau ada data yg kurang akurat monggo diralat
- Coba datang langsung ke bank penerbit CC nya. Kantor yg khusus mengeluarkan CC ya, karena ngga semua kantor cabang bank mengurusi tagihan CC
Mestinya semua pemegang CC sudah dilindungi oleh asuransi Credit Shield.
Jangankan pemegang CC meninggal, saat ia mengalami kecelakaan dan sakit yg menyebabkan ia kehilangan sumber pemasukan, credit shield ini otomatis akan mengcover tagihan CC nya. - Mbak bila BNI tidak memberikan keringanan, mohon segera ke BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) mungkin hal ini akan membantu mbak, tapi ya begitu jadi semacam sidang sih, harus luangkan waktu kalau ada panggilan. BPSK itu ada ditiap wilayah jadi cek saja yang terdekat dengan posisi mbak.
*Semua komentar tidak ada yang saya edit, ini saya copas dari komentar yang muncul di facebook
Belum lagi ada beberapa orang yang menelpon saya, memberi tips , memberi saran supaya bisa mendapat keringanan seperti yang kami ajukan.
Namun saya pribadi bukan tidak mau mengikuti saran yang diberikan, entah mengapa saya berkeyakinan dengan cara saya pun seharusnya bisa mendapat kemudahan, apalagi ada LBH yang memberi support bahwa di Negara RI ini tak ada hukum yang tegas bahkan pihak bankpun tak bisa memidanakan nasabah hanya karena masalah tidak membayar kartu kredit. Ada lagi orang yang bekerja di bank menelpon saya bahwa setiap bank pasti mengasuransikan KK dengan porsi 1 : 15. Atau apapun yang sudah saya baca dari berbagai komentar bahwa sangat mungkin kami mendapat keringanan.
Selama menunggu final penyelesaian pembayaran tagihan almarhum ini, saya sudah berkali-kali melakukan komunikasi dengan pihak BNI melalui e-mail. Dan Alhamdulillah BNI cukup merespon apapun yang saya email, meski tetap harus melakukan panggilan ke call center barulah email saya dibalas, hal ini tetap menjadi apresisasi saya kepihak BNI.
Setelah tatap muka yang tak memberikan hasil apapun, didepan pintu lift saya meminta Pak Adel dan Ibu Selvi untuk segera mengirimkan email kepada saya mengenai hasil tatap muka tanggal 31 Oktober. Tanggal 1 November saya belum mendapat email dari mereka berdua, lewat SMS Ibu Selvi menjelaskan bahwa yang akan meng-email adalah BNI Call.
OK Baiklah, sayapun menelpon BNI Call, dan mereka menjawab bahwa permasalahan saya sudah diserahkan ke bagian collection jadi harus diselesaikan disana, dengan nada tinggi saya sampaikan bahwa pihak Collection lah yang meminta saya menelpon BNI Call untuk followup hasil pertemuan kemarin, dan BNI Call juga merasa aneh kenapa harus balik ke mereka, dan setelah dilakukan pengecekan maka saya mendapatkan kepastian memang hasil pertemuan akan diemail oleh BNI Call.
BNI Call akhirnya mengirim email dimana isinya adalah tidak bisa mengabulkan permohonan kami dan memberikan penawaran pembayaran dengan pencicilan selama 5 tahun tanpa bunga. Sebelumnya pada saat tatap muka saya sudah menyampaikan bahwa menawarkan cicilan bukan solusi untuk saat ini. Kemudian saya membalas email dengan menanyakan proses pembayaran mencicil itu berarti kartu masih aktif atau bagaimana ? Dijawab bahwa kartu sudah diblokir dan hutang almarhum tidak akan pernah bertambah dari hutang pokok yang sudah disampaikan.
Kemudian beberapa hari kemudian saya mendapat telepon dari bagian collection lagi atas nama Bapak Budi, dan menawarkan reschedule pembayaran dengan DP dan sisanya mencicil selama 3 tahun, disini saya langsung bilang bahwa Pak Budi sepertinya tidak mengetahui hasil pertemuan saya terdahulu dengan Ibu Selvi dan Pak Adel, akhirnya saya tawarkan baiknya saya kirim email dari BNI Call baru kemudian pak Budi menelpon saya, hal ini agar menyambung, semula saja saya ditawarkan tenor 5 tahun kok sekarang malah ditawarkan 3 tahun, something missed right ?
Akhirnya Kamis sore saya mendapat email dari Pak Budi, isinya berupa tabel cicilan selama 3 tahun dan 5 tahun, namun ketika saya pelajari ternyata besarnya hutang bukan lagi 7,2 melainkan balik seperti semula tagihan yang saya terima yaitu 7,4. Lalu saya meminta beliau mencek kembali dan pagi ini saya menerima revisi (hal inipun terjadi setelah saya menelpon kembali ke call center 1500046) dan didalam tabel cicilan angka hutang pokok sudah menjadi 7,2.
Email langsung saya balas dengan menyampaikan bahwa mencicil bukanlah solusi yang kami harapkan, adapun pertimbangan saya adalah :
- Bahwa perjanjian Kartu Kredit (KK) antara almarhum dengan pihak BNI dilakukan tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan dari ahli waris dalm hal ini istri.
- secara undang2 (perdata) ahli waris berhak menolak atau menerima aktiva (harta) maupun passiva (hutang) yang ditinggalkan pewaris.
- Dalam masalah ini seperti yang saya sampaikan bahwa dana yang ada saat ini merupakan dana duka yang dikumpulkan ahli waris, dan ahli waris dengan itikad baik mau membayarkan tagihan yang diketahuinya. Andai suaminya tidak meninggal maka permohonan keringanan ini tak akan pernah muncul.
- Dalam hal ini biarpun istri almarhum tidak mengetahui proses pembuatan KK tersebut, tetap bersedia membayar tagihan almarhum sesuai kemampuan yang ada yaitu 56.41% dari jumlah yang diklaim oleh pihak Bank BNI.
Saat ini saya masih menunggu balasan dari Pak Budi, saya butuh ketegasan dan dasar hukum yang digunakan pihak bank BNI untuk tetap memaksa ahli waris membayar hutang almarhum nasabah nya dan alasan mengapa tidak bisa kami mendapat keringanan pembayaran sedikitpun.
Semoga sore ini sudah ada solusi terbaik untuk permasalahan kami ini, aamiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H