Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ketika Ahli Waris Tak Mampu Membayar Hutang Kartu Kredit Almarhum

28 Oktober 2016   09:38 Diperbarui: 28 Desember 2016   10:18 22087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah..
Tulisan ini hanya bermaksud untuk berbagi sebuah kisah, tentunya saya berharap lewat tulisan ini ada solusi yang bisa kami dapatkan.

Beberapa teman disini mungkin pernah membaca status saya tentang berita duka, adik suami saya alm. Kiki Rizkiandiri telah berpulang ke rahmatullah pada tanggal 22 September 2016 lalu. Tak terasa sudah satu bulan dan sampai saat ini saya belum bisa menyelesaikan satu masalah untuknya.

Dalam kedukaan kemarin belum terpikirkan apapun, sampai pengajian malam kedua baru saya mencoba berbicara dengan istri almarhum, mengingatkan kalau sepengetahuan saya almarhum memiliki kartu kredit. Istrinya juga baru teringat, karena memang almarhum adalah sosok suami yang tidak mau merepotkan istri dengan urusan apapun.

Pokoknya istrinya cukup menjaga kedua anaknya, bahkan kalau istri mau belanja online pun cukup tunjuk dan segala transaksi diteruskan almarhum, bahkan alamat kirim barangpun masih menggunakan alamat rumah orang tua kami. So istri almarhum mengatakan “Teh wulan nggak paham urusan kartu kredit, bayarnya dimana ya?". Memang istri almarhum ini anak rumahan banget ya kalao mau dibilang gaptek bolehlah. 

Lantas sebagai kakak saya menawarkan diri ingin membantu menutup kartu kredit almarhum. Lalu aku meminta kartu kredit almarhum dan setelah mencari kesans sini akhirnya ketemulah kartu kreditnya, aku tanya apakah istri almarhum mengetahui jumlah tagihan, ternyata tidak pernah sekalipun istrinya melihat seperti apa tagihan kartu kredit. Lalu saya pikir almarhum menggunakan e-billing aku mencoba meminjam HP almarhum dan ternyata semua dalam ter-password dan tak bisa kami buka, bahkan semua karu ATM pun tidak diketahui apa passwordnya oleh sang istri. Duh!

14885849-10209347587519179-1321418696-n-5812ba09e1afbdca153e128b.png
14885849-10209347587519179-1321418696-n-5812ba09e1afbdca153e128b.png
Berbekal kartu kredit dan potokopi KTP almarhum, atas itikad baik kami maka pada tanggal 26 September saya menelepon call center bank di mana kartu kredit itu dibuat, yaitu Bank BNI dengan nomor telepon 1500046, saya melaporkan bahwa adik kami telah meninggal, responnya sangat baik , ucapan duka disampaikan dan kartu langsung di blokir dan kami diminta untuk mengirimkan beberapa dokumen sebagai syarat penutupan kartu kredit bagi nasabah yang meninggal dunia berupa:
  • Fotokopi KTP Almarhum
  • Fotokopi KTP Ahli Waris
  • Scan Kartu Kredit
  • Surat Keterangan Ahli Waris yang disyahkan pejabat berwenang
  • Fotokopi Kartu Keluarga
  • Surat Keterangan Kematian
  • Rekam Medis Kesehatan/Surat Kematian dari Rumah sakit

Dan tahu sendirilah di Indonesia urusan buat dokumen itu lama tidak bisa selesai dalam 1 hari, tadinya kupikir hanya akte kelahiran saja yang lama, nyatanya untuk membuat akte kematian saja sama lamanya. Alhasil semua dokumen itu baru bisa kami kirimkan sesuai anjuran call center ke bnicall@bni.co.id up Ibu Gisel pada tanggal 13 Oktober 2016. Mesin penjawab sih langsung me-reply email biasa mengucapakan terima kasih, respon aslinya baru saya terima pada tanggal 14 Oktober 2016 dalam perjalanan saya menuju ke Medan. 

Pihak Bank BNI meminta satu dokumen lagi yaitu “Surat Pernyataan Kesanggupan Melunasi Tagihan”, sontak saya balas “bagaimana bisa kami membuat pernyataan atas apa yang tidak kami ketahui?” dan responnya saya diminta menghubungi call center, di awal saya melaporkan memang sudha saya tanyakan jumlah tagihannya tetapi saya minta agar bisa diemail ke alamat saya dan tidak dipenuhi karena kebijakannya tagihan hanya bisa dikirim ke alamat nasabah.

Lalu sayapun kembali menghubungi call center dan pahamlah ya bagaimana kalau kita menghubungi call center, bolak balik buka data , habis pulsa, keputus lalu menelpon kembali buka data lagi keputus lagi. Alhasil saya tunda menelpon dan baru saya lakukan setelah saya masuk kantor kembali, karena menelpon dengan telpon kantor jauh lebih efisien.

Tanggal 19 Oktober sayapun meminta agar saya bisa mendapat rincian tagihan almarhum, ini ditolak dan disini call center keukeuh hanya bisa mengirim tagihan ke email almarhum. Disini kesabaran saya sudah menipis, saya marah dan mengatakan silahkan datang ke kuburan almarhum dan sekalian tanyakan email dan passwordnya apa. Andai kami ada akses ke email almarhum tentu saya nggak buang waktu dan pulsa mengemis ke call center. 

Akhirnya tak mendapat respon saya teringat untuk komplain via twitter dan masih atas itikad baik saya menghubungi by Direct Message (DM), dan isinya saya menggunakan kata ancaman “Bila dalam 2x24 jam tidak ada respon maka saya akan menulis ke publik”. Alhamdulillah guys, keesokan harinya ada yang menelpon dan dari pihak BNI, singkat cerita tanggal 21 Oktober akhirnya saya mendapatkan detail tagihan almarhum dalam bentuk pdf dan word yang dikirim ke email saya.

Total tagihan per  tanggal cetak 19 Oktober 2016 adalah Rp. 7.445.468 (tujuh juta empat ratus empat puluh lima ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah) dan diantaranya tertera item denda keterlambatan bayar. So meski lu sudah mati namanya denda tetap jalan bro! Melihat tagihan yang tak sedikit bagi kami ini, maka saya berusaha menanyakan ke istri almarhum itu beli apa saja sih ? Jawabannya sih sudah bisa ku duga “wulan nggak tau teh”.

Yah memang seperti aku juga kartu kreditku terkadang aku gunakan untuk membantu teman yang pengen beli gadget, nantinya dia mencicil ke aku setiap bulan. Kalau aku sih pasti cerita ke mamak dan suami, si ini si itu ada hutang ke aku ya, selain sebagai informasi tentu tujuan kalau-kalau ada masalah denganku mereka bisa tahu ada sangkutan hutang piutang apa aku dengan teman.

Lalu aku berusaha membantu adik ipar, tentu bantuanku nbukan memberi sejumlah uang untuk melunasi nya, karena jujur aku juga nggak punya dana lebih. Yang aku bisa lakukan adalah mencari jalan bagaimana kami bisa mendapat keringanan dalam melunasi tagihan almarhum. Pernah aku membaca bahwa kalau nasabah meninggal maka tagihan kartu kredit lunas, atau temanku juga pernah membuat permohonan tak sanggup membayar tagihan dan disetujui meski dia harus diblacklist di Bank Indonesia selama satu semester, tapi nyatanya bisa membantunya toh!

Akhirnya supaya tidak salah langkah aku menghubungi YLKI terlebih dahulu, dan fix ternyata harta dna hutang memang harus diakui ahli waris, dan aku diminta melakukan cek data apakah kartu kredit almarhum ada asuransinya? Bila ya maka lunas, bila tidak maka ahli waris lah yang harus membayarnya. Kembali aku menelpon call center dan mendapat kepastian bahwa kartu kredit almarhum tidak ada asuransinya. 

YLKI kembali memberi nasehat untuk mencoba membuat permohonan keringana pembayaran kartu kredit. Dan akupun menelpon call center memastikan aku bisa melakukan hal ini, dan its OK katanya coba saja diemail dan saya diminta langsung menelpon ke bagian tagihan dan langsung melakukan negoisasi. Well sayapun menghubungi dua nomor telepon yang diberi akan tetapi sampai sore hari kedua nomor tersebut tidak ad ayang menjawab, akhirnya saya memutuskan untuk mengirimkan via email permohonan keringanan pembayaran tersebut.

Ternyata tidak berapa lama saya mendapat telepon seseorang bernama Yuniarti mengaku dari Unit Collection Bank BNI, dan nada bicara dari awal sudah tidak ramah , dalam hati saya ini pasti job desc nya begitu, mentang-mentang bagian penagihan tanpa tahu apa cerita yang bersangkutan boro-boro mengucapkan duka seperti apa yang dilakukan CS BNI setiap menelpon saya, dia langsung dengan nada sewot.

“Ibu minta saya hubungi ya“

saya yang ditodong pertanyaan begitu merasa terganggu, karena memang saya tidak minta dihubungi.

“nggak saya nggak minta dihubungi”

Lalu sdri Yuniarti “Ibu mau minta pembayaran satu kali ya?”

merasa tidak nyambung maka saya tanya “apakah mbak sudah membaca apa yang saya ajukan?”.

“Saya belum tahu, makanya saya telepon supaya Ibu bisa mengirimkan semua yang ibu kirim ke bni” ini nada nya sudah tinggi, lalu saya minta alamat emailnya. 

Kebiasaan untuk alamat email saya minta ybs mengeja nya dan ybs tidak mau “semuanya biasa saja bu” dan saya mengulang kembali alamat emailnya jadi alamatnya ini : yuniarti.trima*li@bni.co.id? Dan yang bersangkutan menjawab iya. Sayapun mengirim email dan ternyata ada email pemberitahuan bahwa emailnya tidak diterima. Saya kembali menghubungi nomor bagian penagihan dan nyaris mau maghrib baru dijawab dan beruntung yang menjawab sdri Yuniarti dan see? Ternyata emailnya salah yang benar pake P bukan T! Tak sampai 5 menit ybs menelpon dengan nada yang tak mengenakkan “Saya sih dari tadi juga sudah baca” lah jadi maksud dia menyuruh saya kirim ulang apa? 

Lalu ajaib guys tak selama saya meminta tagihan yang berhari-hari akhirnya kebijakan PENOLAKAN dijawab dalam hitungan menit, dengan nada ketus dia mengulang-ulang tidak bisa..tidak bisa. OK saya bilang tolong jawab secara resmi ya, dia ngotot apa yg diucapkannya itu sudah resmi. Saya mengajukan secara tertulis so harapan saya dijawab secara tertulis agar saya pun mudah menyampaikan kepada ahli waris, saya ingin melihatkan kepada keluarga bahwa saya sudah berjuang meminta keringanan dan di tolak. Lalu email singkat saya terima berisi penolakan.

PENOLAKAN
PENOLAKAN
Adakah teman-teman yang mempunyai kasus yang sama? Apakah masih ada kemungkinan kami mendapatkan keringanan? Alasannya memang sederhana, istri almarhum memang hanya seorang ibu rumah tangga tanpa penghasilan, dengan dua orang anak yang masih berumur 8 tahun dan 1 tahun, lalu kondisi keluarga besar pun bukan orang hebat aku salah satunya hanya karyawan swasta yang kerja pagi pulang malam dengan gaji habis untuk kehidupan keluarga sendiri. Kami bukan tidak mau membayar tapi kami hanya mampu membayar sebesar Rp.4.200.000, itupun karena memang ada transaksi yang tidak kami ketahui.

dokumen10132016-0003-5812b9e86d7a612512309727.jpg
dokumen10132016-0003-5812b9e86d7a612512309727.jpg
Saya kembali menghubungi YLKI menyampaikan progres pengajuan saya, lalu YLKI meminta saya untuk mengajukan tatap muka dengan Unit Complain and Handling, sayapun mengajukan hal ini via twitter dan mendapat respon akan segera dihubungi. Dan sampai tulisan ini tayang belum ada pihak BNI yang menelpon saya kembali.

Saya rasa cukup perjuangan saya, saya hanya sebagai karyawan, seorang istri dan Ibu yang punya keterbatasan waktu, dan lagian andaipun bisa tatap muka tentu ada persoalan lain yang muncul bahwa saya harus membawa istri almarhum dan balitanya ke Jakarta, untuk sebuah perjuangan tanpa jaminan hasil. Ahh rasanya lebih baik sekarang kami mengumpulkan segala kemampuan untuk membayar tagihan almarhum adik kami yang jatuh tempo pada 8 November tadi.

So guys memiliki kartu kredit bisa jadi gaya hidup saat ini, saya mohon kawan-kawan bisa belajar dari kasus kami ini, miliki kartu kredit dengan bijak dan pastikan ahli waris anda mengetahui segala apa yang anda lakukan dengan kartu kredit anda. Dan jangan lagi punya pin dan password yang tidak diketahui keluarga ya.

Oh iya semua dokumen dan data-data sudah saya email ke YLKI, BNI, dan BI , hanya ini usaha yang saya mampu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun