Fiuuhh, entahlah ada rasa haru dan bangga! Dissa Syakina Ahdanisa seorang anak muda bangsa ini mampu membawa sebuah harapan bagi teman-teman kita yang difabel (Different Ability) tidak seperti orang pada umumnya mereka memiliki kekurangan pada fisiknya, bisa buta , bisu atau tuli. Dissa meneruskan kebiasaan baik sang Bunda yang peduli terhadap kaum difabel dan puncaknya ketika pada tahun 2004 ketika menjadi seorang relawan di Nikaragua (Amerika Tengah) Dissa melihat sebuah cafe yang semua pelayannya adalah tuli (oh iya ternyata teman-teman difabel lebih senang dirinya disebut apa adanya kalo tidak bisa mendengar ya sebut saja tuli, tidak melihat sebut buta, ternyata istilah "halus" menurut kita tunarungu, tunanetra justru membuat mereka tidak senang) dan pemilik resto tersebut adalah seorang Normal atau istilahnya "hearing".Â
Dissa menyaksikan sebuah hubungan yang harmonis antara pemilik dan karyawannya dari saat itu Dissa bertekad untuk mewujudkan impiannya sejak dahulu sampai pada akhirnya Dissa kembali ke Indonesia dan melalui perkenalannya dengan Ms. Pat Sulistyowati (Mantan Ketua Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia "GERKATIN"). Ms Pat juga merupakan seseorang yang tuli 'deaf", Disaa belajar banyak dari beliau dari bahasa isyarat dan melalui beliau juga Dissa bisa menemukan komunitas tuli dan merekrut karyawan yang bekerja di cafenya saat ini, keren ya!
[caption caption="Acara Ketapel Bersama Deaf Cafe "][/caption]Untuk pertama kali mengetahui tentang "Deaf Cafe Finger Talk" dari sebuah tulisan kompasianer kondang "Pak Gapey" eh kondang atau tukang menang lomba ya hehehe. Awal membaca tulisannya langsung aku menggoogling dan wow..sudah banyak media meliput dan aku kemana saja ? Bentuk ketidak peduliankah? atau memang informasi belum menyebar luas? Harapanku hanya pada pilihan kedua bahwa informasi belum menyebar! Dan beruntung Minggu Kemarin tanggal 10 April 2016 aku dan kompasianer yang tergabung dalam KETAPEL (Kompasianer Tangsel Plus) berkesempatan hadir di Deaf Cafe dalam rangka "Awesome Versarry" yang pertama, ternyata sudah 1 tahun cafe ini berjalan dan kerennya menurut pengakuan Dissa dalam waktu 1 tahun bisnisnya ini sudah BEP alias balik modal, wow ! keren banget!Â
[caption caption="Beberapa Sign To Communicated"]
Sampai disini aku bisa merasakan bahwa Deaf Cafeini unik, merasa tertantang dengan konsepnya, iseng aku melambaikan tangan ke salah seorang pekerja, pengen minta sendok, ternyata aku kagok hahhaha, Pelayan yang tuli justru tersenyum ramah, dia membuka kedua  tanganya "apa"? begitu tanyanya, akhirnya saya menunjuk sebuah sendok dan dia tersenyum lalu mengambilkan sendok sepasang dengan garpu dalam sebuah wadah, lalu tersenyum dan bertanya kembali apakah masih ada yang mau dibantu? We O We (WOW) mereka bisa, mereka mampu melayani! Great one guys!
[caption caption="Beberapa hasil Karya di Workshop"]
Lalu di SLB (Sekolah Luar Biasa) bahasa isyarat yang dipelajari adalah isyarat baku, dikenal dengan istilah SIBI (Sistim Bahasa Isyarat) sementara menurut beliau ini merupakan benturan tersendiri bagi teman-teman tuli dengan SIBI maka semuanya menjadi lebih lambat dan panjang, singkatnya begini seperti kita disekolahan kan ada Bahasa yang sesuai EYD sedangkan didalam keseharian kita menggunakan bahasa yang lebih sederhana , begitu juga dengan SIBI ini misal untuk kenalan dengan SIBI "memperkenalkan" dimana dengan isyarat terdiri dari  mem-per-kenal-kan, jadi ada 4 gerakan sedangkan bila menggunakan  Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) untuk maksud yang sama cukup dengan satu gerakan (gerakan 4 jari saling diadukan seperti bersalaman) sehingga Bisindo ini lebih simple untuk digunakan oleh teman-teman tuli.Â
Namun persoalan lainpun tetap saja ada, ternyata setiap daerah, setiap individu yang lahir dengan keadaan tuli memiliki bahasaisyarat naturalnya sendiri, yah samalah seperti kita antara daerah beragam bahasanya, ucapan dan dialegnya. Ms Pat juga menyatakan bahwa Indonesia yang kaya akan pulau, adat istiadat merupakan tantangan tersendiri untuk bisa menyeragamkan bahasa isyarat ini. Bahkan Sibi pun diyakini Ms Pat mempunyai efek positif yaitu mengajarkan caramenulis yang baik dan benar kepada teman tuli kita. Dissa juga mengaminin bahwa kejadian seperti ini bukan hanya di Indonesia, di Singapura pun terdapat bentrokan yang sama antara sistem pemerintah dan komunitas. Contohnya Ms Pat menjelaskan seperti di Jawa untuk kata Ibu disyaratkan dengan mengepalkan tanganyang ditempelkan ke kepala sedangkan di sumatera untuk hal yang sama gerakan isyaratnya adalah menempelkan empat jari ke pipi.
[caption caption="Membatik adalah salah satu kegiatannya"]
Saat ini Dissa telah menemukan teamnya ada Friska dari Bali bisa dibilang sebagai Head of Cheff lah ya hehehe, Nurul yang melayani para pengunjung, Sari sebagai Cheffnya, trus kemarin ada karyawan baru ciamis yang direkrut Dissa karena yang bersangkutan mengirim pesan melalui Facebook, luar biasa ya harapan itu kini ada di Pamulang, lewat jemari sebagai pengantar komunikasi dan tentu saja guys bisnis ini akan berhasil bila kita yang "hearing" orang yang bisa mendengar bisa menghargai apa yang dilakukan Disaa sebagai sebuah peluang Bisnis dan tentunya kita bisa menikmati apa yang ingin mereka capai, Disaa berkali-kali mengingatkan bahwa apa yang dilakukannya ini bukanlah aksi charity yang butuh uluran tangan anda sebagai bentukiba, melainkan ini adalah sebuah Social Business , bisnis dengan aksi sosial tujuan mulia dari Dissa "menyetarakan hak setiap individu dalam mendapatkan pekerjaan".
[caption caption="Dissa Owner dan Co-Founder Finger Talk Cafe"]