Tak muluk-muluk yang penting mau diajak hidup susah.
Begitulah kebanyakan kaum adam menambahkan kategori untuk mencari seorang istri.
Lantas ada komentar "mau nikah kok ngajak anak orang hidup susah?"
Iya, siapa yang mau hidup susah ? Namun sejatinya keinginan itu memang wajib diutarakan. Dan aku percaya bahwa impian setiap pria adalah memberikan kebahagiaan bagi pasangannya, ingat loh ya impian. Dan bagiku memang "kemauan untuk hidup susah ini harus di tanyakan kepada pasangan kita. Toh hidup ini kata nenek moyang kita bak roda pedati (ingat ini selagi roda pedati itu bulat) kadang up kadang down , sukur-sukur bisa selalu ditengah. Dan tentunya pertanyaan "maukah hidup senang denganku?" sudah barang tentu bukan pertanyaan menantang untuk di jawab, karena apa? Karena hidup enak, hidup berkecukupan itu gak ribet, gak butuh skill, ga butuh teori untuk melakoninya. Tapi ketika pertanyaannya bersediakah hidup susah ? Maka ngejawabnya saja sudah harus mikir.
 [caption caption="Dokumentasi Pribadi"][/caption]
Aku mungkin hanyalah salah satu perempuan yang diajak untuk hidup susah. Jelas! karena memang calon suamiku tak memiliki harta warisan, pekerjaan juga biasa saja dengan gaji dibawah UMR. Bahkan Papaku sampai memberi nasihat karena beliau khawatir aku akan hidup susah. Aku disuruh berpikir matang-matang dengan keputusanku. Teori ekonomi rumah tangga juga dijabarkan dengan jelas. Namun saat itu aku dihadapkan dengan pilihan yang tak menarik "bersedia hidup susah" atau "hidup senang?".
Beruntung Allah memberiku hidup yang enak selama bersama orangtua, tak kaya sekali tapi paling tidak pulang pergi sekolah diantar jemput naik mobil pribadi. Aku berteman dengan banyak orang kaya alias anak pejabat. Which is terkadang aku bermimpi berada diposisi mereka, namun sering kali justru mereka sangat bahagia melihat kehidupanku "enak kali li hidup mu" dan dari hal ini aku selalu berkesimpulan bahwa "uang bukan segalanya", toh mereka yang berduit saja ingin bertukar posisi denganku.
Lalu kejombloanku yang akut (menikah saja umur 33 tahun) banyak memberi gambaran bahwa hidup berumah tangga itu mau kaya atau tidak selalu ada masalahnya, bahkan ketika seorang teman yang di garasinya ada 8 jenis mobil, toh masih datang kehadapanku dengan derai air mata ? karenanya memang dari awal aku tak memberi kategori "pria mapan" sebagai pasangan hidupku, meski ada dalam harapan...
Yup, aku mau hidup susah ! dan jawaban itu membuat calon suamiku bahagia, namun tetap ada syaratnya bahwa kesusahan ini jangan ditambah derita dengan pengkhianatan, sekali terjadi maka "kelar hidup kita", kesepakatan tercapai.
Susah kah aku ? Iya , menderita ? Tidak
Bisa dibilang hidupku mengalami penurunan gaya hidup, tapi tak mengapa karena aku masih bisa bahagia. Diawal menikah kami menumpang dirumah peninggalan orang tua suami, dan didalam rumah itu ada 3 Kepala Keluarga, ribet? TIDAK, aku bahagia bisa bersama, tugas rumah menjadi sangat sedikit karena keburu diborong dengan kakak-kakak ipar. Ada 7 bulan lamanya aku menumpang disana, sampai akhirnya mamak menawarkan bantuan untuk membelikan rumah, meski bantuan itu datang dari orang tua tetap saja itu cara Allah menolong kita bukan ? Akhirnya aku dan suami sekarang bisa berteduh disebuah rumah cicilan.
 [caption caption="Poto Keluargaku"]
Dan sekarang hampir 4 tahun menikah, memiliki dua anak yang bisa menjadi penambah semangat dikala lelah. Alhamdulillah meski selalu deg-degan tapi ternyata Allah itu baik banget selalu ada saja pertolonganNYA dan tak pernah salah waktu. Misal ketika ingin banget punya dispenser, eh ada aja teman yang ngadoin, trus kepengen punya piring warna warni adalagi teman yang ngadoin, kepengen punya wajan stainless eh ada aja kupon yang bisa ditukar wajan keren itu, Bahkan untuk isi rumah cicilan kami semuanya kado dari mantan-mantan bos yang aku palak tentunya hahahha, alhamdulillah yah bisa ngisi rumah hihihi.
Memang butuh niat yang kuat, kemauan yang kuat, bahawa hidup susah itu jauh lebih berseni, terkadang degup jantung udah kenceng aja mikirin susu anak habis eh tau-taunya neneknya sok-sok ngasih jajan buat cucunyakatanya buat beli donat eh jumlahnya bisa buat beli susu hehehe, atau tetiba ada tamu yang datang walau itu adik kandung sendiri tapi itu namanya pertolongan Allah. Anak-nak dititip di daycare dan pada akhirnya papa mamak bersyukur "pik syukurlah suamimu bukan manager" coba kalau manager kasihan anak-anak kalian, mami papinya pulang malam. Yup! akhirnya hikmahnya daidapat kedua orangtua ku. Dengan kondisi suamiku saat ini adalah kondisi terbaik buat keluarga kami. Suamiku yang bukan siapa-siapa bisa mempunyai waktu yang leluasa untuk urusan rumah tangga kami. Bahkan diawal menikah kalau mendung sedikit aku minta pulang buat mastiin jemuran gak ada yang basah dan ketika sudah memiliki anak maka suami langsung bisa pulang diawal waktu untuk menjemput anak-anak didaycare, anak-anak bermain bersama papinya sampai mami tiba dirumah.
[caption caption="Dua Anakku"]
So ladies, tak mengapa kau diberi pertanyaan mau kah hidup susah ? Jawab saja dan yakinlah tak akan ada kesengajaan untuk menelantarkan pilihan hatinya. Dia akan berjuang membuatmu bahagia meski itu hanya lewat senyuman anak-anak kita. Yakin bahwa Allah tak akan tidur, yakin bahwa setelah kesukaran akan ada banyak kemudahan. Dan perbanyak sabar ketika sedang dalam kesusahan, ingat saja diantara banyak kesusahan sudah banyak pula nikmat yang kita rasa, dulu bertahun-tahun aku fitness "hallah ini baru 4 tahun kok", dulu tiap weekend bisa facial "hallah baru 4 tahun ini aja kok". Dan percayalah ketika hidup mu berubah kelak maka bahagiamu pasti 10 kali, 100 kali dari mereka yang sudah bahagia di awal kehidupannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H