Asap, adalah bencana tahunan, bukan kali ini saja terjadi kehebohan yang diakibatkan oleh asap. Namun tahun ini bencana Asap ini lebih terdengar karena levelnya sudah membahaykan. Pekanbaru, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan merupakan provinsi yang sangat sering mengalami bencana Asap. Bahkan Pekanbaru seminggu terakhir kemarin ISPU (Index Standar Pencemar Udara) sudah mencapai tahap TIDAK SEHAT sampai BERBAHAYA, normalnya adalah 150 Psi namun sekarang sudah mencapai 300-400 Psi. Aktifitas masyarakat menjadi terganggu bahkan ancaman penyakitpun tak terelakkan lagi.Â
[caption caption="Papan ISPU (indeks standar pencemaran udara)"][/caption]
Beberapa media menyalahkan bencana ini kepada pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit, benarkah mereka adalah biang keroknya ? Sebagai salah satu orang yang pernah bekerja di Perkebunan Kelapa Sawit maka disini saya bukan mau membela diri tetapi hanya ingin berbagi pengalaman dan kita berdiskusi untuk keadaan yang lebih baik kedepannya. Media lebih sering menyebutkan "PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MEMBAKAR LAHAN" namun pada kenyataannya banyak juga perusahaan yang mengalami kerugian besar akan kebakaran lahan ini, seyogyanya "LAHAN PERKEBUNAN KAMI TERBAKAR".
Mungkin dahulu ditahun 1990an memang banyak perusahaan yang melakukan pembukaan lahan dengan cara menebang dan menumpuk pohon lalu membakarnya dan kegiatan ini tergolong murah untuk memangkas anggaran pembukaan lahan, namun sejak pemerintah mengeluarkan aturan yang cukup keras tentang resiko pembukaan lahan dengan membakar (kalau saya tidak salah sejak tahun 2001 sudah ada Peraturan Pemerintah) dimana level Direktur bisa dipenjarakan dan harus bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan sejak itu pula maka pengusaha sawit harus mengalihkan teknik pembukaan lahan menjadi zero burning, yang artinya tidak boleh lagi membuka lahan dengan membakar, teknik pembukaan lahan harus secara mekanik, menggunakan alat berat (bulldozer dan excavator) untuk menumbang pohon-pohon pada lahan ijin pengusaha.
Saya sendiri bekerja di Perkebunan Kelapa Sawit sejak tahun 2004 sampai sekarang. Kebetulan saya dibagian Agronomi, dan sampai saat ini saya sudah bekerja di 4 perusahaan lokal dan 1 perusahaan asing. Dan bisa saya pastikan ke lima perusahaan tempat saya bekerja tak ada yang berani melakukan pembukaan lahan dengan membakar, saya yang mencari kontraktor untuk melakukan pembukaan lahan dengan teknik zero burning dan memang membutuhkan biaya yang cukup mahal terlebih dibeberapa perusahaan ada yang memiliki lahan gambut maka biayanya lebih mahal.
Disini saya hanya ingin memberi informasi berimbang, kalaupun ada beberapa perusahaan yang nekad membuka lahan dengan membakar maka saya pastikan itu perusahaan kacangan, perusahaan modal nekad. Bila sudah memasuki musim kemarau maka biasanya saya akan mendapatkan informasi mengenai koordinat titik api dari Polres, dan informasi ini akan saya edarkan keseluruh manager terkait untuk bisa dibuatkan rencana pengamanan api. Artinya bila saya bisa mendapatkan informasi koordinat titik api maka sudah dipastikan memang ada lahan-lahan yang dibawahnya sudah membara (memiliki sumber panas yang hanya dipancing dengan sedikit panas akan mudah terbakar) dan rawan API (biasanya pada lahan gambut) hampir smaa dengan bencaana alam dimana ada alat ukur untuk bisa berjaga-jaga mengantisipasi apabila akan terjadi musibah, maka kabut asap inipun merupakan hal yang memang sudah bisa diduga akan terjadi secara alami, meskipun tidak menutup mata ada yang sengaja melakukannya.
[caption caption="Poto diambil dari Group Planter"]
Perusahan dituntut memiliki SOP tentang KEBAKARAN LAHAN, perusahaan juga memiliki REGU PEMADAM KEBAKARAN sendiri, bahkan kami melakukan kerjasama berupa latihan pemadamam kebakaran lahan dan siaga API dengan Pemadam Kebakaran Daerah setempat. Lalu yang terjadi adalah bukan kami yang membakar tetapi "LAHAN PERKEBUNAN KAMI TERBAKAR". Saya teringat kembali ketika tahun 2007, dimaana secara rutin memang bila memaasuki musim kemarau maka kebun akan membuat tim untuk mengontrol titik api, untuk bersiaga dari kebakaran. Perusahaan tidak mau menjadi biang kerok kebakaran selain resiko berhadapan dengan hukum maka resiko kerugian besar juga menanti perusahaan.
Pada tahun 2007 kami sudah mewanti semua orang yang berada di site untuk waspada terhadap API, maka papan peringatan yang berisi hati-hati terhadap API terpasang dimana-mana, peringatan berupa hati-hati membuang puntung rokok juga jelas dipasang diarea kantor, area pembibitan adan areal tanam. Tetiba dijam 2 dini hari terdengar sirine sebagai pertanda ada api, semua tim bergerak cepat dan beruntung malam itu sumber api cepat diketahui dan dipadamkan, setelah ditelusuri penyebabnya ada seseorang yang membuang puntung rokok dan ada pemberian sanksi terhadap tersangka. Kemudian kejadian yang tak diinginkan itu benar tejadi, disinag hari yang terik saya meliaht kepulan asap dan semua orang tersentak meski kami sudah siaga namun kebakaran tetap terjadi dan saat itulah saya mengetahui betapa cepat api menyambar untuk saling membakar dari satu pohon ke pohon lainnya, saat itulah saya merasakan panasnya API bayangkan jarak 1 KM saya sudah kepanasan, dalam hitungan menit api membakar hampir 600 Hektar lahan kami, tanaman yang diharapkan panen tahun depan ludes terbakar. Anggota pemadam ada yang terluka, dan semua staf baru berhenti bekerja memadamkan API ketika malam hari. Perusahaan sudah jelas rugi, berapa tanaman yang mati akibat terbakar, berapa tanaman yang harus dipupuk ulang, semua kerugian bisa dihitung , namun persoalan tidak berhenti disana, kamipun harus berurusan dengan pihak berwajib, saya sendiri terlibat, kami di BAP dan saat itulah saya paham bagaimana membosankannya di BAP pihak kepolisian, pertanyaan yang sama diulang berkali-kali hanya untuk memastikan kita benar (tidak berbohong) dan akhirnya menjelang shubuh BAP selesai dibuat.
Kami tidak membakar tapi kami kebakaran, titik api yang sudah diinformasikan akhirnya menyambut panas terik (lahan kami adalah gambut), pemadaman dilahan gambut lebih susah karena sumber api berada dibawah tanaman, para anggota pemadam menyuntikkan tongkat kedalam tanah lalu menyemburkan air, dan bila belum padam benar maka kebakaran akan terjadi kembali. Pernah juga kami melakukan patroli dari atas udara dan menemukan titik api yang disebabkan masyarakat kecil dipinggir lahan kami melakukan pembukaan lahan dengan membakar, namun bila ini terjadi maka tetap perusahaanlah yang dianggap melakukan pembakaran lahan. Sebagai perusahaan kami bukan hanya waspada dilahan kami sendiri, patroli kami lakukan diluar wilayah kami dimana banyak masyarakat yang memiliki lahan namun terbatas pada modal untuk membuka lahannya.
[caption caption="salah satu contoh bahwa perusahaan berperan aktif memantau titik api"]