Tulisan ini dipublish dengan kategori 'wanita' artinya resapilah dari sisi seorang perempuan.
***
Beberapa hari ini di beranda facebook seliweran link tulisan tentang para pejuang ASI, yang satu AYAH ASI, yang satu IBU ASI. Awalnya saya berkomentar di beranda teman yang sharing tulisan IBU ASI, membacanya membuat saya berterima kasih, seperti ada sebuah rasa yang menghargai ketidakberhasilan saya untuk memberikan ASI ekslusif, terima kasih begitu komenku. Dan kemudian aku dimention ternyata ada kelanjutan dari tulisan IBU ASI, giliran AYAH ASI yang meberi tanggapan. Well, sampai disini kedua tulisan ini satu visi, mereka adalah orang tua yang paham betapa pentingnya ASI, mereka adalah orang-orang yang bisa memberikan edukasi ASI, tapi kenapa seolah kedua tulisan tersebut ingin menunjukan siapa yang benar dan salah (sekali lagi ini persepsi saya sebagai seorang wanita).
Saya adalah ibu dua anak, selama kehamilan memposisikan diri sebagai orang yang bahagia, keseharian saya juga terlalu positif thinking, 3 bulan sebelum melahirkan sudah didampingi orang tua, maka bisa dipastikan menjelang hari lahir saya sangat bahagia. Allah sendiri memberikan kemudahan bagi saya untuk melahirkan kedua buah hati saya tanpa rasa sakit (saya tidak melakukan kegiatan apapun untuk memudahkan proses melahirkan). Anak pertama lahir dengan pecah ketuban dini dan proses selesai sempurna hanya 2,5 jam, Anak kedua lahir dengan kasus pecah ketuban dini dan proses sempurna selesai dalam hitungan 30 menit, wow kata bidannya, dan setiap orang bertanya saya selalu bilang "melahirkan normal itu enak banget namun saya percaya bahwa melahirkan itu memang sebuah perjuangan, meski saya tidak mengalaminya. Bahkan saat anak pertama saya sempat tidak percaya ketika bidan menginstruksikan agar saya mengeden mengeluarkan bayi, saya tanya suami "beneran ini mau lahiran?kan belum sakit, kan belum tarik-tarik baju papi ? karena sebelumnya suami saya sudah sangat ikhlas untuk dicubit dan dicakar. Bidannya gregetan, buruan bu... tapi saya masih belum percaya, saya memang harus selalu didukung bukti baru mau bertindak, sampai akhirnya suami menunjukkan poto bahwa kepala anak saya sudah nongol separuh hehehee, dan akhirnya saya edenkan... legaaaa....
Lalu urusan ASI, jauh hari saya sudah berdoa agar diberi kemudahan untuk memberikan ASI ekslusif untuk buah hati saya, edukasi dan kampanye ASI yang ada digoogle sudah saya lahap habis, semangat 45 beli pompa ASI elektrik (gak murahkan) ini demi kelancaran ASI ekslusif karena saya sudah berniat akan pumping dikantor, beli cooler bag, beli botol-botol untuk ASI perah, pokoknya persiapan mantaf, suami mendukung, mamak selaku calon nenek juga memahami dan mensupportku dengan selalu merebuskan sayur, memberi buah-buahan dan Rumah Sakit yang dipilih juga RS yang pro ASI, hal ini untuk menghindari anak dicekokin SUSU FORMULA, pokoknya semua sudah dirancanglah untuk sukses memberikan ASI pada buah hati kami. ASI yang terbaik dan untuk ekonomi aku dan suami maka SUFOR bukan pilihannya karena MAHAL kan? Dan sebenarnya paraji (dukun bayi, selama masa kehamilan saya rutin urut perut saya) sudah heran dengan kondisi payudara saya (maaf bukan buka aib tapi supaya akhirnya bisa dipahami), diusia kehamilan 8 bulan payudara saya belum bengkak, puting belum keluar, dokter kandungan juga menyarankan suami untuk rajin merangsang puting saya agar mudah memberikan ASI, yang terjadi ketika dirangsang ya putingnya nongol setelahnya tidak ada lagi. Lagi dokter kandungan meyakinkan jangan khawatir puting bukan kunci keberhasilan memberi ASI, maka dari dokter juga kami mempersiapkan puting sambungan (siapa tau nanti akan dibutuhkan).
Well melahirkan pun tiba, inisiasi dini berhasil walo hanya sedikit saja kolostrum yang didapat itupun dokter kandungan sudah menekan payudara saya dengan meninggalkan rasa sakit, tapi saya puas anak saya sudah merasakan ASI pertamanya. Kemudian setelahnya ASI tidak keluarkan, payudara tidak bengkak dan dokter meyakinkan saya untuk tidak kahwatir bahwa bayi bisa bertahan 3x24 jam tanpa makan, lalu saya berjuang mengeluarkan ASI , saya ingat suami saya sampai harus memegangi sendok diujung puting saya untuk mengumpulkan tetes demi tetes ASI dan dokter kembali meyakinkan untuk tidak panik bahwa lambung bayi itu baru sebesar kelereng jadi diisi beberapa tetes juga sudah langsung full, aku dan suami yakin dan tenang, sampai kemudian dokter kandungan merasa aku perlu minum suplemen ya dijabani, dan setelahnya aku pulang ke rumah, anak menangis, neneknya mulai sewot "lapar anakmu", oh tidak mak ini karena masih kaget berada diluar, dipokpok juga tenang. Hari ke empat masih berjuang tetes demi tetes , hari kelima malah semakin tidak keluar, paraji datang membantu mengurut dan tidak berhasil. Whatsap pak dokter disuruh ke klinik laktasi, dijalani juga demi ASI dan sampai pada kesimpulan bahwa kondisi setiap ibu berbeda dan yang terpenting ibu sudah berusaha, kita sudah berjuang maka sejak kesimpulan itu susu formula lah yang membuat anakku tidur lelap, tidak menangis lagi dan ketika melihatnya menyedot susu dengan terburu-buru sampai tersedak, lahap sekali jujur muncul rasa bersalah saya, apa saya terlalu ngotot sempurna menjadi IBU ? dan anak kedua lebih baik bisa ASI 3 bulan full dan setelahnya kejadian anak pertama kembali terjadi namun jujur saya sudah tidak mau ngotot karena dokter-dokter sudah menganggukkan kepalanya untuk kondisi saya.
Lantas, apa saya tersinggung dengan kesuksesan ibu-ibu yang lain? TIDAK, foto-foto stok ASIP berjejeran dan ketika saya meminta dijawab bahwa itu untuk persiapannya karena dia akan segera bekerja, dan saya diyakinkan bahwa pasti bisa kalau mau berjuang, dan mungkin mamak/suami saya yang tahu bagaimana perjuangan itu dilakukan. ketika saya mencari ibu susu juga tidak ada yang bersedia dengan alasan juga takut ASI untuk anaknya tidak tercukupi. Dan saya pernah merasa muak dengan share orang-orang peduli ASI, sampai saya pernah mereport beberapa poto tentang kampanye ASI, saya benar-benar sedih ketika seorang bayi digambarkan memanggil IBU terhadap seekor sapi, melihat anak-anak dipakekan baju lucu sapi dan bahkan foto sapi sedang menyusui bayi disandingan dengan seorang ibu. Inikah kampanye pro ASI? saya disamakan dengan sapi yang nota bene adalah salah satu binatang dimuka bumi ini. Maka ketika tulisan IBU ASI kemarin saya baca, ada sesisip terima kasih direlung hati saya atas empatinya, dan ketika ada tulisan balasan untunglah itu hanya dari seorang pria, kalau dia wanita maka sudah saya berikan semua analisa dokter, dan saya tunjukkan bagaimana saya berjuang diklinik laktasi.
#salamdamai