Mohon tunggu...
RA Ulfatun Nikmah
RA Ulfatun Nikmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi aktif

love matcha, listening music

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berjiwa Moderat Harus Dimiliki Setiap Umat

3 November 2023   09:10 Diperbarui: 3 November 2023   09:45 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indoensia merupakan negara dengan kekayan dan keberagaman ras, suku, agama, etnis, dan bahsa daerah. Namun, beberapa orang menggangap hal itu sepele padahal hal inilah yang memeperkuat kesatuan dan persatuan di Indonesia. Berdasarkan praktiknya beberapa oknum yang tidak menjalankan toleransi dengan baik, salah satunya pada kasus pengeboman pada gereja yang merupakan tempat ibadah umat kristiani. Tahun 2000, tepatnya pada malam tanggal 24 desember terjadi peledakan bom secara berskala di beberapa gereja dan beberapa club juga restoran di Jakarta. Kepala Menteri keamanan pada saat itu-Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-mengatakan bahwa ledakan tersebut merupakan tindakan terorisme yang direncanakan untuk menimbulkan kontradiksi antara Islam dan Kristen juga Katolik. 

Pak Susilo Bambang Yudhoyono juga memberi himbauan kepada masyarakat setempat yang berdampak akibat ledakan bom tersebut untuk berjaga-jaga tentang pengeboman selanjutnya. Dari awal rencana serangan terorisme ini memang sudah menargetkan masyarakat yang beragama Kristen juga Katolik, namun sayangnya banyak masyarakat yang bukan dari kedua agama tersebut terkena dampaknya. Selain itu, bukan hanya gereja yang ada di Jakarta, namun dibeberapa kota lainnya juga terjadi ledakan beruntun. Korbannya bukan hanya 5 sampai 10 saja melainkan hingga puluhan korban jiwa. Hal ini membuat pemerintah setempat melakukan penjagaan super di gereja yang menjadi sasaran ledakan bom untuk mengurangi kerusakan dam korban jiwa.

Dari kasus tersebut sudah terlihat dengan jelas bahwa tidak adanya toleransi antar agama, sedangkan dalam moderasi beragama kita diharuskan untuk saling menghormati, menghargai. Dalam konteksnya bukan umat islam saja yang mengharagai agama lain, namun juga bertimbal balik agama lain juga harus menanamkan jiwa toleransi sesame umat agama. 

Arti dari moderasi beragama sendiri adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat yakni memahami dan menyebarkan ajaran agama dengan tidak ekstrem atau bersikap netral. Bentuk ekstrem yang dimaksud moderasi beragama ini ada dua. Yang pertama adalah kubu kanan, yang mana dalam kubu ini sangat kaku dalam beragama dan tidak menggunakan pola pikir yang benar. Kedua adalah kubu kiri, dimana mereka lebih berpikir secara longgar atau bebas dalam memahami ilmu. Sering kali moderat ini menjadi salah paham dalam mengartikan. Selain harus bersiap netral dan tidak extrim juga harus tidak memiliki jiwa radikalisme dan terorisme. 

Tujuan dari moderasi adalah meminimalisir terjadinya konflik antar agama dan menjadi harapan dalam upaya memperbaiki dan menjaga kerukunan umat beragama. Menjadi seorang moderat bukan berarti kita lemah atau cenderung terbuka dan mengarah pada kebebasan. Menjadi moderat itu sebuah warisan local dan menjadi jalan penengah antar semuanya. Nah, karakteristik dari moderat dalam mengembangkan moderasi beragama yaitu menyampaikan dakwah dengan cara-cara yang baik dan memanusiakan manusia dengan cara yang persuasif. Yang dimaksud dengan cara-cara baik ialah dengan menjaga kerukunan dan mengontrol. Dalam menjaga sebuah kerukunan tersebut harus didasari oleh kesadaran doctrinal dan kultural. 

Berdasarkan prinsipnya menurt al- Quran terbagi menjadi beberapa aspek seperti, tawassut yang artinya menjunjung tinggi nilai keadilan di tengah hidup Bersama, tawazun artinya menyeimbangkan diri dalam memilih sesuatu sesuai dengan kebutuhan, I'tidak atau lurus dan tegas artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya serta menjalankan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsiona, tasamuh artinya saling menghormati dan menghargai antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, aulawiyah artinya kemampuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang lebih penting untuk dilaksanakan daripada yang kurang penting, tahaddhur artinya kemampuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang lebih penting untuk dilaksanakan daripada yang kurang penting. Prinsip prinsip yang harus digaungkan dengan baik juga akan berdampak buruk terhadap moderasi beragama. 

Penyebaran tatacara moderasi beragama tidak hanya melalui offline atau webinar, melainkan dengan menggunakan media digital yang lebih mudah diakses oleh segala usia. Kekurangnya media social pada saat ini salah digunakan dengan mengujar kebencian terhadapat agama lain maupun perbedaan lainnya, sehingga dapat merusak persatuan dan kesatuan republic Indonesia.  

Selanjutnya dari Kepala Kemenag, Drs. H. sa'ban Nuroni, MA., menjelaskan bahwa moderasi beragama mempunyai sembilan kunci konsep yaitu adil, imbang atau setara, menjunjung tinggi nilai luhur kemanusiaan, menjaga kemaslahatan dan ketertiban umum, menaati kesepakatan bersama juga taat konstitusi, komitmen kebangsaan, toleransi, anti terhadap kekerasan dan penerimaan terhadap tradisi. Adil disini hamper sama dengan menjaga keseimbangan, dimana kita harus bersikap netral, tidak menitikberatkan hanya pada sebelah pihak saja. Kemudian sebagai seseorang yang memiliki moderasi beragama harus bisa menjunjung nila-nilai kemanusian dari leluhur kita. 

Selanjutnya kerukunan antar agama tentunya harus dijaga dengan baik agar ketertiban umum dapat tercipta dengan damai dan tentram. Berkomitmen atau menyetujui kesepakatan kepada bangsa untuk taat pada aturan-aturan yang ada, hal ini bisa berhubungan dengan konsep kunci lain yakni toleransi dan anti terhadap kekerasan dan menerima sebuah tradisi. Bapak Sa'ban juga menyampaikan bahwa ada kunci lain yang lebih penting dari sembilan kunci konsep yakni I, You, dan We. Kenapa pak Sya'ban mengatakan itu adalah kunci yang paling penting? Karena I berarti subjektif, You berarti subjektif juga dan We berarti intrasubjektif, dimana dalam menilai seseorang memang tidak bisa lepas terhadap nilai-nilai subjektivitas, namun ketika kita sudah berbicara untuk kebersamaan maka kita harus membicarakan antar subjek agar bisa memunculkan sebuah kesepakatan Bersama yang kemudian dijadikan sebagai dasar dari kerukunan diantara umat beragama dan tentunya kita harus bisa menjaganya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun