Mohon tunggu...
RA Ulfatun Nikmah
RA Ulfatun Nikmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi aktif

love matcha, listening music

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Paham Islam dan Nasionalisme Berkaitan atau Tidak?

27 Oktober 2023   10:05 Diperbarui: 27 Oktober 2023   11:26 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

PENDAHULUAN

Umumnya munculnya dan berkembangnya ide nasionalismedalam dunia Islam disebabkan oleh kolonialisme dan system pemerintahan Turki Utsmani. Kesadaran para penguasa dan masyarakat karena di dominasi Barat sehingga membawa mereka pada kesadaran nasional. Banyaknya serangan Eropa membuat para penguasa dan masyarakat semakin cinta terhadap tanah air dan masa depan atas negaranya sehingga muncul gerakan dalam membela negara yang terancam. Sebab lainnya adalah kebencian yang membara terhadap pemerintahan Turki Utsmani. System pemerintahannya adalah jika negara tersebut tidak berbangsa Turki, maka akan terjadi perbedaan ras sehingga terjadi perpecahan.

Hubungan antara nasionalisme dengan Islam sangatlah kompleks dan memiliki banyak sisi pendapat dari berbagai kalangan umat. Nasionalisme sendiri ialah sikap politik masyarakat yang memiliki persamaan wilayah, budaya, bahasa, ideologi, cita-cita dan tujuan, kemudian mengkristal menjadi paham kebangsaan. Paham ini mengalami perkembangan dimana memengaruhi politik kekuasaan dunia dan berdampak luas bagi negara-negara bangsa. Ketika nasionalisme masuk ke dalam Islam, tentunya mereka sudah memiliki nilai-nilai universal yang di percaya oleh masyarakat muslim sebagai unsur kesatuan. Umat Islam dalam menyikapi nasionalisme ini sangat beragam, ada yang menerima, ada yang apriori (beranggapan sebelum mengetahui sesuatu tersebut), bahkan ada juga yang menolak. Sebagian dari umat Islam berpendapat bahwa nasionalisme murni merupakan nasionalisme Eropa yang sekuler. Hanya ini yang bisa dijadikan energi dalam perubahan sosial politik di dunia Islam. Sebagian lain berpendapat bahwa nasionalisme ala Eropa yakni sekuler atau mengabaikan agama sehingga menyebabkan lemahnya dunia Islam. Islam tidak mampu untuk bergerak searah dengan nasionalisme karena secara pemikirannya saja sudah saling berlawanan. Dalam nasionalisme sendiri dia bersifat nasional-lokal, sedangkan Islam bersifat universal. 

Nasionalisme harus memperhatikan segala aspek kepentingan seluruh rakyat suatu negara. Ketika suatu nasionalisme itu sudah beriringan dengan paham Islam, maka ia harus memperhatikan aspek tersebut berdasarkan basis ukhuwah Islamiyah karena ada beberapa umat Islam yang mana mereka bersikap netral terhadap suatu paham. Nasionalisme ini bagian integral dari konsep “Pemerintahan Madinah” dan disebut sebagai nasionalisme Islam. Paham nasionalisme Islam ini kemudian menjadi kekuatan dan inspirasi warga muslimin secara global untuk bangkit dan membebasakan negara-negara Islam dari kolonialisme negara-negara Eropa. Beberapa negara yang rata-rata penduduknya Islam menggunakan paham nasionalisme Islam untuk menjadikannya sebagai alat pemersatu sekaligus alat perjuangan untuk merebut kemerdekaan.

Gubernur Nusa Tenggara Barat -Dr.TGH. M. Zainul Majdi- dikenal sebagai Tuan Guru Bajang (TGB) membahas tentang hubungan antara agama dengan negara, bisa disebut juga sebagai hubungan Islam dan nasionalisme yang sering beliau jadikan tema untuk berdiskusi pada acara seminar kaum intelektual. TGB menegaskan bahwa Islam dan nasionalisme itu harusnya bersifat menyatukan bukan untuk saling menabrakkan satu sama lain yaitu antara nilai-nilai yang dianut oleh Islam dengan nilai-nilai yang diteguhkan dalam konsep nasionalisme. Sedangkan menurut Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, teori benturan yang selama ini cenderung melahirkan ketidakharmonian, kekacauan, dan konflik-konflik, merupakan bentuk dari nilai-nilai yang tidak dipegang dalam Islam. Yang Islam kenal hanya keharmonisan, ketenangan dan ketentraman, bukan malah sebaliknya. Islam dan nasionalisme sebenarnya saling menguatkan karena mereka berdua sama-sama mengandung nilai kebaikan. Salah satunya adalah nasionalisme menyuruh kita untuk cinta kepada tanah air seperti yang ada pada slogan Nahdlatul Ulama yakni hubbul wathan (cinta tanah air) dan merdeka dari macam-macam bentuk penjajahan yang berarti disini paham nasionalisme didorong oleh paham Islam. Kemudian bentuk larangan dalam paham keduanya adalah sombong. Sombong disini berarti menganggap kalua bangsa sendiri lebih tinggi di atas segalanya dan hebat dibandingkan negara lain sehingga terjadi bentrokan atau ketidakharmonisan serta adanya perang.

Ada sebagian ilmuwan bilang kalau nasionalisme dan Islam tidak boleh terpisah, karena ada beberapa isu dimana agenda nasionalisme juga termasuk agenda Islam seperti memerangi penyalahgunaan narkoba, anti korupsi, serta membangun rakyat yang maju dan sejahtera. Islam juga sudah menjadi akar dalam pergerakan melawan kolonialisme untuk kemerdekaan Indonesia. Kemudian munculnya paham Islam terutama komunitas Islam yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang memiliki peran besar dalam mengembangkan demokrasi juga perdamaian Indonesia, menjadi pengaruh yang signifikan terhadap identitas nasional di Indonesia saat ini. Kedua komunitas tersebut telat menunjukkan gaya hidup yang konsumtif. Karakter Islam masih dipertahankan hingga saat ini oleh Indonesia melalui Pendidikan baik formal, informal dan non-formal oleh pemerintah ataupun organisasi masyarakat sipil. Namun, ada kekhawatiran tentang meningkatnya komunitas Islam memberikan pengaruh pada suatu kelompok tentang politik local dan nasional. Kenapa? Karena pengaruh ini berdampak buruk bagi pluralisme agama dan kelompok-kelompok minoritas yang ada di Indonesia. 

Selain komunitas yang berperan dalam pengembangan nasionalisme dan islam, para ulama juga ikut andil didalamnya. Di antaranya adalah para ulama ikut serta dalam memerangi para penjajah kolonialisme seperti walisongo, membantu memberikan dukungan moral, ide serta memimpin para umat Islam untuk ikut berperang, dan ulama juga sudah terlibat dalam kehidupan sosial seperti ikut dalam kegiatan sosial yakni bantuan kemanusiaan, sumber daya ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 

PENUTUP

Oleh karena itu, sampai saat ini Islam dan nasionalisme tetap beriringan karena mereka saling melengkapi, terutama nasionalisme yang membutuhkan dukungan dari paham Islam. Sejak masa penjajahan, Islam sudah berperan secara tidak langsung. Tidak lupa didalamnya peran ulama dan pemerintah juga harus berjalan bersamaan agar mendukung keseimbangan antar paham Islam dan nasonalisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun