Mohon tunggu...
Ulfatul Umami
Ulfatul Umami Mohon Tunggu... -

PNS di Pemkab Blitar | Mahasiswa abadi di Universitas Kehidupan | Penyuka kucing | Penikmat rendang dan soto ayam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Raksasa Tidur Perlu Insan Unggul

30 September 2013   22:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:10 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia bagaikan makhluk penuh pesona. Sebutan itu sepertinya tidakberlebihan jika disematkan kepada negeri dengan penduduk berkisar 250 juta jiwa ini. Hamparan 17.504 pulauyang membentang dari Sabang hingga Merauke, 740 suku bangsa serta 583 bahasa daerah menjadi bukti nyata bahwa Indonesia memang negara yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Belum lagi limpahan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, semakin memperkuat predikat Indonesia sebagai Negeri Para Dewa. Bahkan untuk menggambarkan “kesurgawian” Indonesia, grup band legendaris Koes Plus pernah menciptakan sebuah lagu dengan judul Kolam Susu.

Lantas mengapa kemudian muncul sebutan Indonesia adalah “raksasa yang lagi tidur”? Sebutan tersebut tidak salah, pun tak sepenuhnya benar. Betapa tidak...ibarat tikus mati di lumbung padi, kondisi masyarakat Indonesia tidak semuanya molek seperti negaranya. Lalu apa masalahnya? Apakah mungkin ada yang salah dengan sistem pemberdayaan anugerah-anugerah tersebut?

Tidak, sepertinya tidak etis jika kita langsung memvonis demikian. Ibarat membuat sebuah roti, semua perlu proses. Semua perlu tahapan yang harus dilewati, tentu dengan cara kita sendiri, cara orang Indonesia, pewaris tunggal negeri Seribu Pulau ini, tanpa harus nebeng ataupun teriak minta tolong kepada negara-negara tetangga yang sepertinya naksir berat kepada kemolekan Indonesia. Kita harus yakin bahwa jalan yang kita ambil sudah benar, ya meskipun kita akui ada beberapa langkah yang keluar dari koridor, dan tidak semua rakyat kita menikmati kue kesejahteraan, namun kita harus tetap optimis untuk bisa dan mau memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut. Sekali lagi, “mau”. Kita hanya tinggal memoles langkah-langkah yang sudah kita ambil dengan beberapa “bumbu” yang lebih “nendang”, tentu dengan mematuhi “resep” yang telah dirancang. Salah satu “bumbu”yang bisa ditambahkan bahkan malah bisa menjadi bahan utama adalah sumber daya manusia.

Sebagaimana yang telah kita ketahui, manusia menjadi objek pembangunan. Di saat bersamaan manusia juga merupakan subjek bagi pembangunan yang tengah berjalan. Secara sederhana bisa dikatakan manusia membangun manusia. Selama ini proses pembangunan khususnya ekonomi di Indonesia bisa dibilang membanggakan. Torehan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,23 persen di tahun 2012, menjadi salah satu bukti kedigdayaan ekonomi Indonesia.

Bisa kita bayangkan, betapa (semakin) dahsyatnya kinerja perekonomian Indonesia jika dikawal oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga pada akhirnya, sumber daya alam dan sumber daya manusia bisa seiring sejalan dan tidak ada cerita sumber daya alam menjadi superior resourches. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk membangun manusia-manusia unggul, ambil contoh pelayanan kesehatan, pemberdayaan ekonomi dan lain-lain. Namun yang diduga paling mengena adalah peningkatan pendidikan masyarakat.

Pendidikan merupakan episentrum dalam upaya menciptakan manusia yang berkualitas. Tidak heran jika terdapat ungkapan bahwa sebelum lahir pun, kita sudah mulai mendapat pendidikan dari orang tua. Sejenak kita bisa membuka ingatan pelajaran sejarah yang menceritakan porak-porandanya negara kita di tangan penjajah. Kekayaan kita dikeruk habis, kita disuruh mengelola hasil alam yang hasilnya diserahkan begitu saja kepada penjajah, tak ketinggalan kita pun diadu domba dengan saudara sendiri. Dan celakanya waktu itu kita menurut manut, walaupun ada perlawanan-perlawanan namun masih bersifat sporadis. Tak lain dan tak bukan semua itu disebabkan oleh minimnya pengetahuan, sehingga dengan mudahnya kita dibodohi. Tentu ini menjadi pelajaran yang sangat berharga.

Saat ini fasilitas untuk mendapatkan pendidikan yang layak semakin mudah. Kebijakan-kebijakan yang pro dunia pendidikan sudah mulai menjadi perhatian serius pemerintah. Pembangunan fasilitas pendidikan, walaupun masih belum merata, program pendidikan dasar 12 tahun, bahkan pendidikan bagi kaum tua melalui program kejar paket pun semakin gencar dilakukan untuk “menyekolahkan” rakyat. Termasuk juga program beasiswa yang memungkinkan masyarakat bisa sekolah gratis di semua jenjang pendidikan.

Ya...telah banyak “umpan terobosan” yang siap dikonversi menjadi gol kesuksesan. Kita pasti bisa, tinggal kita mau atau tidak. Tempo hari, timnas sepakbola U-19 sudah mengingatkan kita bahwa “Jadi juara? siapa takut...”

Jadi... apakah sang “raksasa” berminat bangun tidur? Tergantung kita...berhasrat atau tidak untuk menggelitikinya. Intinya jangan biarkan dia semakin terlelap...

*) Penulis adalah Penerima Beasiswa Unggulan Kemendikbud Program Double Degree MPWK Undip - GeoPED Université Paris 1 Panthéon Sorbonne 2011-2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun