Mohon tunggu...
Ulfa Larasanty
Ulfa Larasanty Mohon Tunggu... Lainnya - Pegawai Negeri Sipil

Menulis untuk bahagia

Selanjutnya

Tutup

Money

Gaya Hidup Anak Muda Bisa Jaga Perekonomian Negara

31 Agustus 2020   23:20 Diperbarui: 31 Agustus 2020   23:28 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak muda jaga stabilitas perekonomian negara? Memang kita bisa apa?

Di benak orang tua kita, anak muda sering kali dipandang sebelah mata. Kerjanya hanya menghabiskan uang orang tua saja, kata mereka. Kalaupun sudah bekerja, gajinya habis untuk memenuhi gaya hidup yang menurut mereka konsumtif dan borosnya keterlaluan. Stereotype yang menyedihkan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, populasi pemuda dengan rentang usia 16 s.d. 29 tahun di Indonesia per tahun 2019 mencapai 64,19 juta jiwa, dengan 37,44 juta jiwa di dalamnya termasuk dalam angkatan kerja yang aktif secara ekonomi (BPS, 2020). Di antara jutaan jiwa muda itu, terselip nama Maudy Ayunda, Kevin Sanjaya Sukamuljo, Jerome Polin Sijabat, dan, ehem, saya sendiri. Mereka bekerja dan berkarya di bidang masing-masing, begitupun anak muda di luar sana yang tak sempat tersorot lampu kamera.

Kembali ke pertanyaan pertama. Coba bayangkan, dengan jumlah sebanyak itu, bisakah kita --anak muda-- benar-benar menjaga stabilitas perekonomian negara? Atau, itu hanya angan-angan semata? Sempatkan waktumu membaca informasi di bawah ini untuk mengetahui kebenarannya.

Tentang Stabilitas Perekonomian dan Sistem Keuangan

Seperti yang kita ketahui, ekonomi suatu negara sangatlah dinamis. Hari ini bisa saja ia berada dalam keadaan terbaiknya, lalu hanya dengan satu berita saja, keesokan harinya pasar saham anjlok, harga komoditas naik atau turun tidak terkendali, Rupiah melemah terhadap Dollar Amerika.  Vice versa.

Kondisi seperti itu ternyata tidak baik bagi perekonomian negara, meskipun grafiknya melonjak naik ke angka positif. Hal ini mengindikasikan ketidakstabilan dan betapa mudahnya ekonomi kita terpengaruh oleh sentimen-sentimen di luar kendali pemerintah. Masih ingat krisis ekonomi global yang melanda dunia pada tahun 2008 silam? Bermula dari krisis subprime mortgage di AS, hingga pada akhirnya Indonesia terkena getahnya juga. Hal serupa juga terjadi 20 tahun sebelumnya.

Untungnya, saat krisis tahun 2008, Indonesia tidak jatuh terlalu dalam berkat kesiapsiagaan Bank Indonesia selaku bank sentral dengan kebijakan makroprudensialnya. Seiring berjalannya waktu, kebijakan makroprudensial tersebut disempurnakan dan digencarkan sosialisasinya. Makroprudensial adalah penerapan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan guna menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi untuk meminimalisasi risiko sistemik.  (Bank Indonesia, 2016)

Kedengarannya terlalu kompleks, ya, untuk anak muda turut berpartisipasi di dalamnya?

Faktanya tidak seribet itu, ternyata. Kita masih bisa turut menjaga kestabilan perekonomian negara dan ikut mengaplikasikan kebijakan makroprudensial itu dalam kehidupan sehari-hari dengan gaya hidup ala anak muda yang senantiasa kita lakukan. Begini analogi sederhananya.

Saya adalah seorang karyawan di perusahaan Maju Mundur. Setiap bulannya, saya menerima gaji sekian juta yang disalurkan melalui rekening bank. Di awal bulan, saya menyisihkan sekian persen untuk menabung dan investasi, sementara sisanya saya belanjakan. Uang yang saya tabung di bank, akan disalurkan kepada debitur-debitur yang membutuhkan dana segar, termasuk langganan saya di pasar yang berutang ke bank untuk menambah modal. Setiap minggu, saya berbelanja kebutuhan dapur di tempat langganan saya. Hasil penjualannya akan digunakan sebagai modal, memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan membayar cicilan ke bank setiap bulan. Barang-barang yang dijual oleh langganan saya dipasok oleh perusahaan manufaktur Maju Terus.

Sampai di sini, sudah menemukan benang merahnya? Ya, kita dan semua pelaku ekonomi terhubung satu sama lain dalam sistem keuangan. Setiap elemen dalam sistem tersebut saling terkait, yang apabila salah satunya tidak dapat menjalankan kegiatannya sebagaimana mestinya, akan terjadi masalah yang memengaruhi keseluruhan sistem.

Dengan hubungan seerat itu, bagaimana cara kita mendukung kebijakan makroprudensial dan menjaga stabilitas perekonomian negara?

 

Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar

Menabung!

Kebiasaan saya sehabis gajian adalah mentransfer sekian persen yang saya terima di rekening payroll ke rekening khusus tabungan. Masih konvensional, tetapi efektif untuk saya. Bank yang saya pilih untuk rekening khusus tabungan ialah yang membebankan admin fee terkecil dengan imbalan bunga yang lebih besar. Jangan lupa memastikan bunga yang kita terima masih dalam batas jaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) agar tidak 'sakit hati' di kemudian hari.

Investasi untuk masa depan

Kalau tadi masih konvensional, kali ini, saya memilih berinvestasi pada instrumen yang saya pahami dengan baik menggunakan digital platform. Saya mengandalkan reksadana sebagai instrumen investasi utama dan akan terjun ke pasar saham dalam beberapa bulan ke depan. Saya juga mulai tertarik berinvestasi di Surat Berharga Negara (SBN) yang sejak beberapa tahun terakhir sudah bisa dibeli ritel dengan minimum pembelian yang terjangkau.

Selain belajar, belajar, dan belajar, ada satu hal lagi yang perlu kita pahami. Berinvestasilah melalui agen atau sekuritas yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar terhindar dari investasi bodong yang juga dapat memicu 'sakit hati' tak berkesudahan.

Belanja seperlunya

Pernah mendengar kalimat "beli yang kamu butuhkan, bukan yang kamu inginkan"? Ya, pola pikir seperti itulah yang idealnya kita tanamkan dalam benak kita. Harus saya akui, banyak di antara kita yang berbelanja secara impulsif hanya karena gengsi, atau bahkan merek. Padahal, jika mencari tahu lebih jauh, tidak sedikit produk-produk dalam negeri yang memiliki kualitas setara dengan produk impor yang bermerek itu.

Selain hemat di kantong, membeli produk-produk lokal juga membawa lebih banyak manfaat bagi banyak pihak. Siapa saja? Pemilik dan pekerja UMKM, pemasok bahan baku, masyarakat di sekitar lingkungan pabrik, dan masih banyak lagi, yang pada akhirnya bermuara pada berputarnya perekonomian di wilayah tersebut.

Melek teknologi

Aspek ini adalah keunggulan kita, benar begitu? Di dunia serba digital, hampir semua kegiatan manusia dapat dilakukan dalam satu genggaman. Lapar, tapi malas keluar rumah? Ada layanan pesan antar daring yang siap kapan saja. Ingin pergi ke suatu tempat, tapi halte atau stasiun jauh dari tempat tinggal? Tinggal pesan ojek online di aplikasi yang sama. Ingin belanja, tapi tidak bawa uang tunai? Tenang, pindai kode QRIS dan uang pun otomatis keluar dari dompet elektronik.

Tidak hanya kita yang diuntungkan dari keunggulan ini. Ada abang ojol, pedagang, dan pemilik warung makan yang juga kecipratan untung dari teknologi yang kita gunakan sehari-hari.

Berbagi kepada sesama

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Perlu diingat juga bahwa sebagian dari harta yang kita miliki merupakan hak mereka yang membutuhkan. Jangan lupa untuk rutin menyisihkan zakat, sedekah, atau pun perpuluhan, dan salurkan ke lembaga yang kredibel agar dapat dinikmati manfaatnya oleh orang-orang yang berhak.

Pengalaman pribadi saya, bayar zakat saat ini sudah bisa dilakukan secara online. Salah satunya dengan mengakses situs resmi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Saya merasa lebih tenang jika membayarkan zakat ke lembaga resmi seperti Baznas. Kamu, bagaimana?

Sangat mudah, bukan? Semua kegiatan di atas dapat dilakukan dengan one click away. Tanpa kita sadari, kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan setiap bulan dan setiap hari ini, ternyata secara tidak langsung turut  membantu pemerintah menjaga perekonomian negara. Uang yang kita keluarkan untuk menabung, investasi, dan belanja, akan terus berputar, berpindah tangan ke pihak lain, kemudian menghasilkan keuntungan, lalu ujung-ujungnya juga kembali ke kita.

Jika Bank Indonesia menjaga perekonomian negara dengan mengatur tingkat suku bunga, mengendalikan tingkat inflasi, dan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing, maka kita menjaga perekonomian negara dengan melakukan tindakan-tindakan kecil yang berdampak besar bagi diri sendiri, masyarakat, dan negara kita tercinta.

Referensi:

Bank Indonesia. 2016. Mengupas Kebijakan Makroprudensial.

Badan Pusat Statistik. 2020. Statistik Indonesia 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun