Pemerintah dituntut untuk segera melakukan aksi konkret demi menyelamatkan anak-anak dari bahaya rokok
Pertama, segera meratifikasi FCTC. Tentu ini bukan hal mudah mengingat kekuatan industri rokok dengan uangnya pasti akan melakukan segala cara untuk menentangnya. Pemerintah dituntut harus berani dalam melawan industri rokok. Dalam FCTC diatur mengenai kadar nikotin pada rokok dan tata cara beriklan rokok dengan yang lebih beradab, atau jika perlu larang semua iklan mengenai rokok di seluruh wilayah Indonesia.
Kedua, bebaskan negara ini dari iklan rokok baik di tempat umum, di televisi, di radio, atau di media lainnya. negara tetangga yang lebih beradab saja seperti Singapura dan Thailand tidak memajang satu pun papan billboard mengenai rokok bahkan di televisi pun tidak ada. Berbanding terbalik dengan keadaan di Indonesia seolah tempat umum dan tempat keramaian dijadikan sasaran empuk pemasangan billboard iklan rokok apalagi iklan rokok di televisi menggunakan kalimat yang sangat persuasif. Padahal, jika rokok pun tidak diiklankan sama sekali konsumennya akan tetap banyak sama seperti halnya narkoba yang tidak diiklankan namun dibeli dan digunakan banyak orang.
Ketiga, buat Undang-Undang perlindungan anak dari rokok yang mencakup larangan anak merokok, larangan memperjualbelikan rokok pada anak, larangan memperkerjakan anak di pabrik rokok, larangan ibu hamil merokok, dan larangan merokok di depan ibu hamil.
Keempat, naikan cukai rokok setinggi-tingginya dan menekan produksi rokok hingga serendah-rendahnya.
Kelima, buat ketentuan mengenai pemasaran (marketing) rokok termasuk persoalan sponsorship. Industri rokok dilarang untuk mensponsori kegiatan pendidikan, keilmuan, olahraga, dan seni. Sponsorship pada kegiatan tersebut data menunjukkan citra positif dari pabrik rokok itu sendiri dan mungkin bisa saja dianggap sebagai pahlawan karena sudah turut serata dalam meningkatkan prestasi dan kebanggaan Indonesia.
Keenam, perluas kawasan bebas asap rokok. Sekolah, tempat ibadah, dan fasilitas umum harus benar-benar steril dari rokok.
Ketujuh, para tokoh agama, ulama, kyai, harus bersama-sama mengharapkan rokok karena rokok lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Para tokoh agama tidak lagi menontonkan sedang merokok di depan anak-anak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI