Mohon tunggu...
Aulia Ulfah Farahdiba
Aulia Ulfah Farahdiba Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Dosen Teknik Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kebijakan Lingkungan Nasional-Penerapan Program PROPER di Indonesia

14 Oktober 2024   12:00 Diperbarui: 14 Oktober 2024   12:21 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kebijakan lingkungan di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, terutama melalui program PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan). Program ini diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai upaya untuk mendorong perusahaan dalam meningkatkan kinerja lingkungan mereka melalui penilaian yang transparan dan kompetitif.

Kebijakan Lingkungan: Mandatory vs. Voluntary

Secara umum, kebijakan lingkungan di seluruh dunia terbagi dalam dua pendekatan: wajib (mandatory) dan sukarela (voluntary). Mandatory mengharuskan perusahaan mematuhi peraturan yang berlaku secara ketat. Di banyak negara, peraturan ini bersifat wajib dan menuntut semua sektor industri untuk patuh. Namun, dalam praktiknya, tingkat kepatuhan sering kali rendah karena minimnya pengawasan dan sanksi yang tidak cukup menimbulkan efek jera.

Sebagai alternatif, kebijakan voluntary mulai diadopsi. Dalam pendekatan ini, perusahaan didorong untuk secara sukarela meningkatkan kinerja lingkungan mereka. Meski bersifat sukarela, pendekatan ini membutuhkan motivasi yang kuat dari perusahaan. Salah satu strategi untuk mendorong kepatuhan sukarela ini adalah dengan membranding kebijakan lingkungan, menjadikannya sesuatu yang bernilai lebih bagi perusahaan. Citra lingkungan yang baik tidak hanya dianggap sebagai kewajiban moral, tetapi juga menjadi aset yang meningkatkan reputasi dan daya saing perusahaan di mata konsumen dan investor.

PROPER: Inovasi Kebijakan Lingkungan Indonesia

Di Indonesia, PROPER adalah contoh nyata dari kebijakan voluntary yang efektif. Program ini menggunakan sistem peringkat warna untuk menilai kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. Peringkat ini mulai dari hitam (kinerja buruk), merah (tidak patuh), biru (patuh), hijau (lebih dari patuh), hingga emas (paling unggul dalam menjaga lingkungan). Program ini tidak hanya bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan, tetapi juga mendorong perusahaan melampaui standar yang ditetapkan, sehingga mereka dapat mencapai peringkat hijau atau emas.

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) awalnya diluncurkan sebagai upaya pengawasan industri untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan lingkungan hidup. Seiring waktu, program ini berkembang menjadi alat untuk mendorong peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan, membangun kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha, serta memberdayakan masyarakat sekitar. Walau begitu, PROPER tetap mempertahankan prinsip utama, yaitu kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan penghormatan terhadap kearifan lokal.

Sejak diluncurkan pada tahun 1995, PROPER telah memberikan dampak signifikan terhadap perilaku perusahaan. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jumlah perusahaan yang berpartisipasi dalam PROPER terus meningkat. Pada tahun 2021, sekitar 2.580 perusahaan telah dinilai melalui PROPER, meningkat dari sekitar 1.900 perusahaan pada tahun 2017. Dari perusahaan-perusahaan tersebut, hanya sebagian kecil yang mencapai peringkat emas, namun tren perbaikan dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan yang mulai serius dalam mengelola dampak lingkungan mereka (1).

Kinerja PROPER dan Dampaknya

Kinerja PROPER tidak hanya diukur dari jumlah perusahaan yang berpartisipasi, tetapi juga dari dampak lingkungan yang dihasilkan.

Menurut Dirjen PPKL-KLHK, Sigit Reliantoro, PROPER kini mencakup empat kriteria: ketaatan pada peraturan, eco-inovasi, inovasi sosial, dan green leadership. Ketaatan dievaluasi berdasarkan pengelolaan pencemaran air dan udara, limbah B3, izin lingkungan, serta kerusakan lahan dan pengelolaan sampah. Sementara itu, eco-inovasi berperan penting dalam mendorong efisiensi sumber daya dan keanekaragaman hayati, serta memberikan keuntungan ekonomi melalui penghematan biaya dan penciptaan nilai tambah bagi karyawan, konsumen, dan masyarakat.

Pada 2023, sebanyak 1.193 eco-inovasi berhasil diterapkan oleh perusahaan, dengan total penghematan mencapai Rp158,54 triliun, serta peningkatan inovasi sebesar 36,8% dari tahun sebelumnya. Inovasi ini juga berhasil mengurangi emisi GRK, limbah B3, serta meningkatkan efisiensi energi dan air. Selain itu, kontribusi terhadap masyarakat juga signifikan, dengan Rp1,56 triliun disalurkan untuk kegiatan pemberdayaan, terutama melalui inovasi sosial.

Inovasi sosial dalam PROPER mendorong perusahaan untuk berkolaborasi dengan masyarakat guna mengatasi masalah sosial dengan cara yang efisien, berorientasi pada pemberdayaan, dan berfokus pada solusi yang bersifat sistemik. Pada 2023, 168 inovasi sosial diterapkan untuk mengatasi isu ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, serta pemberdayaan perempuan dan anak. Kesuksesan ini juga diakui banyak perusahaan sebagai langkah penting dalam mengadopsi prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).

Selain dampak lingkungan, PROPER juga memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan. Banyak perusahaan yang berhasil mencapai peringkat hijau dan emas melaporkan peningkatan citra perusahaan, yang pada gilirannya menarik minat investor dan meningkatkan loyalitas konsumen. Beberapa perusahaan bahkan mendapatkan insentif fiskal dan keuntungan dalam tender proyek karena reputasi mereka sebagai perusahaan yang ramah lingkungan (2).

Tantangan dan Masa Depan PROPER

Meskipun Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) telah menghasilkan dampak positif, terdapat sejumlah tantangan yang harus diatasi untuk mencapai hasil yang lebih maksimal. Salah satu tantangan utama adalah meningkatkan kinerja perusahaan yang berada di peringkat merah dan hitam, yaitu perusahaan yang masih menunjukkan kinerja lingkungan yang buruk. Hal ini memerlukan pendekatan pengawasan yang lebih intensif, serta penerapan sanksi yang lebih tegas dan konsisten. Penerapan kebijakan mandatory yang mengikat ini sangat penting agar perusahaan-perusahaan tersebut memperbaiki standar operasional dan pengelolaan lingkungan mereka.

Selain itu, perluasan cakupan PROPER ke sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga menjadi tantangan yang tidak kalah penting. Banyak UKM yang belum terintegrasi secara optimal dalam program ini, padahal sektor UKM memainkan peran penting dalam ekonomi Indonesia dan memiliki dampak terhadap lingkungan. Untuk itu, diperlukan strategi khusus yang mempertimbangkan kapasitas terbatas UKM dalam hal sumber daya dan teknologi. Program pendampingan dan insentif bagi UKM yang berkomitmen terhadap pengelolaan lingkungan berkelanjutan bisa menjadi langkah strategis dalam mendorong partisipasi mereka.

PROPER juga dapat terus dikembangkan dengan menambahkan indikator kinerja yang lebih holistik. Selain aspek lingkungan, evaluasi dapat mencakup indikator keberlanjutan sosial dan ekonomi yang lebih komprehensif. Misalnya, memperluas penilaian terhadap dampak sosial dari aktivitas perusahaan, seperti pemberdayaan masyarakat, perlindungan hak pekerja, serta kontribusi terhadap pembangunan ekonomi lokal. Dengan begitu, PROPER tidak hanya mendorong perusahaan untuk mematuhi peraturan lingkungan, tetapi juga untuk menjalankan bisnis yang berkelanjutan secara sosial dan ekonomi.

Seiring meningkatnya urgensi perubahan iklim global, PROPER dapat menjadi alat strategis dalam mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon di Indonesia. Evaluasi kinerja perusahaan dalam hal pengurangan emisi gas rumah kaca, efisiensi energi, dan adopsi teknologi hijau dapat menjadi fokus baru dalam penilaian PROPER. Melalui penguatan aspek ini, PROPER dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pencapaian target net-zero emission yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.

Dengan demikian, tantangan yang ada harus dihadapi melalui pendekatan yang terintegrasi, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan berfokus pada inovasi serta peningkatan kapasitas untuk memastikan PROPER tetap relevan dan efektif dalam mendukung tujuan keberlanjutan jangka panjang.

Kesimpulan

PROPER membuktikan bahwa kebijakan lingkungan berbasis voluntary dapat menjadi sangat efektif jika dikemas dengan strategi branding yang tepat. Dengan menciptakan nilai tambah bagi perusahaan melalui penghargaan dan pengakuan publik, program ini berhasil mendorong perusahaan untuk meningkatkan kinerja lingkungannya secara sukarela. Namun, kombinasi antara pendekatan voluntary dan mandatory tetap diperlukan untuk memastikan seluruh perusahaan, terutama yang berperingkat rendah, terus berupaya menjaga lingkungan demi keberlanjutan masa depan Indonesia.

Referensi:

  1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laporan Tahunan PROPER 2021. https://proper.menlhk.go.id/proper/
  2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laporan Tahunan PROPER 2024. https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/7595/proper-klhk-dorong-peningkatan-kinerja-pengelolaan-lingkungan-dan-ketaatan-industri-atas-peraturan-lingkungan-hidup

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun