Menempuh pendidikan di luar negeri adalah sebuah harapan dan impian bagi setiap calon akademisi yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi. Apalagi jika jurusan yang diimpikan masih cukup jarang di negeri asal. Dewasa ini banyak sekali lembaga pendidikan memberikan beasiswa kepada mahasiswa asing untuk kepentingan bilateral negara. China adalah satu negara yang berperan menjalin hubungan bilateral dengan Indonesia melalui jalur beasiswa.
Banyak kampus besar di China menjadi incaran tiap mahasiswa Indonesia. Berbagai jurusan yang menjanjikan di Peking University, Tsinghua University, Renmin University dan sederet nama besar lainnya menjadi. Termasuk saya yang sempat tergila-gila pada Xiamen University. Namun sistem perankingan di China didasarkan kepada spesialisasi keahlian. Sehingga setiap bidang memiliki top kampus yang diinginkan.
Sebagai alumni komunikasi dan penyiaran dari salah satu kampus negeri di Aceh, saya merasa beruntung mendapat beasiswa pendidikan di China. Meskipun bukan negara dengan tingkat pendidikan sebaik Singapura atau Jepang, belajar media di China cukup dipertimbangkan.
Jurusan International Journalism & Communication adalah pilihan saya setelah mengikuti matrikulasi bahasa selama setahun di kampus Communication University of China. Awalnya saya merasa pengalaman menjadi wartawan ketika menyelesaikan pendidikan strata satu dulu sudahlah cukup untuk modal mengikuti kuliah di sini. Ternyata saya salah, teman sekelas saya jauh lebih professional. Pengetahuan mereka terhadap perkembangan jurnalisme dan apa yang sedang terjadi sangat luar biasa.
Saya kewalahan. Terlebih karena saya sangat malas membuka-buka website berita, melek informasi dunia setiap hari. Namun saya harus melakukannya. Meskipun tidak setiap hari. Perkembangan media baru sangat memudahkan kehidupan di luar negeri asal. Saya membuat daftar apa yang harus saya baca setiap hari untuk memperkaya informasi yang tengah berlangsung. Kompasiana merupakan salah satu website yang masuk ke dalam list ‘website harian wajib dibaca’.
Namun mengakses Kompasiana tidak segampang di Indonesia. Selalu saja ada kendala saat loading. Bukan karena jaringan internet yang buruk. Berbicara China berarti berbicara kebijakan pemerintah lokal di negeri dengan penduduk terbanyak dan terpadat di dunia. Inilah China dan Kompasiana.
Setiap tugas yang diberikan oleh dosen di juruan IJC harus memiliki relevan kepada media yang tengah berkembang di negera masing-masing. Sebagai contoh, jika saya menulis tentang publikasi kartun nabi Muhammad di Eropa, maka saya harus mengaitkan dengan reaksi media di Indonesia untuk memberi pandangan, analisis dan ide baru. Sebagai jurnalis internasional, setiap mahasiswa dituntut harus peka dan berimbang melihat situasi dunia.
Dalam sebuah pencarian data, saya menemukan bahwa Kompasiana termasuk lima website citizen journalism yang paling berkembang di dunia. Ide untuk mengangkat Kompasiana sebagai topik pada tiap relevansi media di Indonesia muncul begitu saja. Mudah, menarik dan memiliki anggota lebih dari 290 ribu Kompasianer. Data ini menunjukkan bahwa jurnalisme baru di Indonesia sangat berkembang. Di samping perkembangan media baru yang dikombinasikan dengan media baru.
Di beberapa topik, saya mengangkat judul dan bervariasi. Tapi inti penjelasannya tetap saja Kompasiana. Karena tantangan harus berbicara jurnalisme baru yang diusung oleh Kompasiana terbesar juga, saya harus membuat perbandingan dengan media citizen journalism di media lain. Baik itu keuntungan dan kerugiannya.
Secara pribadi, Kompasiana cukup mudah untuk mengakses informasi dari berbagai bidang. Karena kompasianer yang tergabung di Kompasiana berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan minat. Jadi sangat mudah menemukan berbagai artikel dengan berbagai keakuratan juga.
Karena pembahasan saya tentang jurnalisme baru di Indonesia pula, professor mata kuliah Convergent Journalictic meminta saya untuk mempresentasikan Kompasiana. Tidak sulit menemukan data tentang Kompaiana dan mengawinkan dengan teori jurnalisme.