IPM atau Ikatan Pelajar Muhammadiyah telah lama melakukan eksistensinya dengan mengusung gerakan dakwah Ammar Ma’ruf Nahi Munkar. Organisasi yang berusia 61 Tahun itu merupakan salah satu organisasi otonom muhammadiyah yang hingga kini selalu memanifestasikan visi dan kiprahnya demi membentuk pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Seperti dalam semboyannya yakni “Nuun Walqalami Wamaa Yasturuun” yang artinya “Nuun, Demi Pena dan Apa yang Dituliskannya”.
Semboyan itu menjadi landasan kader IPM di seluruh penjuru Indonesia untuk selalu menulis (berdakwah) dengan pena (media) yang mereka miliki. IPM berkembang menjadi organisasi berbasis pelajar hingga ia tercatat 3 kali terpilih sebagai OKP (Organisasi Kepemudaan) terbaik tingkat Nasional dan 2 kali mendapat penghargaan ASIAN Tayo Award (Al Bukhari, 2019). Hal ini telah memberi kepercayaan bahwasanya IPM tumbuh dengan dinamika yang membuat ia senantiasa berkembang dengan formula yang dimilikinya. IPM organisasi yang memiliki AD/ART-nya sendiri, meski fitrahnya setiap organisasi juga memiliki AD/ART, berbeda dengan IPM yang memiliki identitas sebagai pembeda dengan organisasi lainnya. Seperti pada sistem perkaderannya, cara ia merekontruksi pimpinan, dan cara penentuan pemimpin ikatan itu sendiri atas rapat dari 9 Formatur terpilih pada musyawarah di pimpinan masing-masing.
Akan tetapi dengan berkembangnya zaman, IPM turut tumbuh beriringan dengan dinamika kader didalamnya. Tak sedikit berita juga artikel berisi dampak baik ikatan ini bagi kader di dalam juga luarnya. Kader itu sendiri tak sedikit merasa bahwa ia menemukan banyak hal baik di IPM. “Alhamdulillah, karena bergelut di IPM, sekarang ketika saya berbicara di depan umum selalu ada saja yang mengapresiasi dan mengomentari baik penampilan saya” (Al Bukhari, 2019). Teriring kontribusi ‘kader’ Ikatan Pelajar Muhammadiyah, tak jauh dari peran dalam menjalani kewajiban sebagai seorang hamba yang diciptakan oleh-Nya.
Seorang kader sekaligus hamba memiliki peran untuk pengabdiannya pada Sang Pencipta ila yaumil qiyamah. Kewajiban utama yang menjadi fitrah kita sebagai manusia yang harus senantiasa meningkatkan hablum minallah dengan Sang Pencipta, agar diri selalu dekat dengan takwa. Gelar sebagai ‘kader’ pun bukan gelar yang dikata mudah. Gelar yang diberikan secara layak kepada orang-orang yang tanpa di minta sudah memberi, dan tanpa disayang sudah mengasihi (Iman Permadi, 2019). Seperti halnya ada siang dan malam, ada juga 2 karakter kader dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang turut menjadi bumbu ikatan ini kian berkembang dari masa ke masa. Pertama, selalu ada kader acuh tak acuh dengan amanah yang ia emban dan ada juga kader yang energi dan kalorinya habis terkuras hanya untuk memikirkan dan bergerak di IPM (Iman Permadi, 2019). Hal ini menjadi bentuk nyata hingga muncul tanya ber-IPM itu kewajiban atau tuntutan? Sejatinya, menjadi kader ialah bentuk cinta kita pada Sang Ikatan. Gelar itu diberi dengan adanya proses sumpah kepada Sang Ilahi di masa Pelantikan Ikatan Pelajar Muhammadiyah pada pimpinan di wilayahnya masing-masing. Tanpa paksaan dan dalam kondisi sadar kita menjadi seorang ‘kader’ setelah ikrar diucap oleh lisan kita sendiri.
Lantas tidak ada kata ‘paksa’ dalam proses dinamikanya. Tentu juga banyak yang mendapati hal baik dalam proses perkembangannya. Mulai dari lebih mengetahui bagaimana membuat acara secara efisen, dapat mengusai teknik berbicara di depan umum, hingga dapat lebih bijaksana dalam menyikapi masalah (Al-Bukhari, 2019). Substansi dari IPM sendiri sebenarnya terletak pada prinsip dari kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah itu sendiri. Prinsip 3T atau Tertib Ibadah, Tertib Belajar, dan Tertib Organisasi ini telah mendarah daging menjadi DNA IPM. 3 hal yang melegenda di dalam sejarah IPM sejak asabiqulan awwalun (Iman Permadi, 2019). Pasalnya, 3 hal yang harus dijalankan secara berdampingan ini senantiasa memberi motivasi pada kader IPM, untuk tak hanya menunaikan kewajiban sebagai seorang kader saja. Melainkan juga sebagai hamba-Nya, sebagai anak yang dititipkan untuk menjadi murid yang berbakti, dan sebagai kader yang memiliki kewajiban untuk senantiasa menghidupi. Salah satu prinsip inilah yang mengantarkan kader IPM menjadi sangat dikenal dengan keilmuannya, dan banyak hal positif lainnya.
Oleh karena itu ber-IPM bukanlah sebuah tuntutan atas dasar kalimat untuk senantiasa menghidupi. IPM lebih dari sebuah kata organisasi. IPM adalah ikatan yang berisi kader persyarikatan. Kader yang menyadari akan pentingnya berkontribusi demi mewujudkan visi dari Sang Ikatan itu sendiri, sebagai bentuk dakwah yang tak lepas dari pengetahuan agama dan menunjang pengembangan dan pembentukan kader muhammadiyah. Maka dari itu, tidak ada alasan bagi Pelajar Muhammadiyah untuk tidak maju bersama IPM (Admin smkmuca, 2020). Pelajar Muhammadiyah harus ber-IPM, sehingga mempunyai pengalaman yang baik dan juga berorganisasi ini merupakan syariat Allah dan Rosul (Media IPM Suroboyo, 2019).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H