Perempuan bermata bulat menatap langit-langit dalam temaram. Kalimat-kalimat telah kaku, tertahan oleh papilla. Bulir pengharapan tetas dalam jiwa, menunggu masa yang telah terjanji. Kelak akan tiba saatnya, semua akan usai. Hanya butuh sedikit waktu untuk bersabar. Memintal benang ketegaran. Mengaklimatisasi diri dengan segala rasa sentimentil tak berjeda. Lalu, kerikil-kerikil yang menusuk tapak kaki akan menjelma selembut pasir pantai.
Telah dijanjikan olehNya, pundakmu akan mampu menopang segala lara. Pun, jika ia terlalu berat maka letakkanlah telapakmu pada lapangnya pundak-pundak lain yang sedia berbagi. Sekedar menghapus keruhnya wajah, membasuhnya dengan keikhlasan. Kemudian, kembali menatap hangat surya yang kan menuntun langkah-langkah kecilmu menuju perigi berair tenang, tempat bahagia bermuara.
Aku hanya semilir nakal yang senang memainkan ikal anak-anak rambutmu, menyelinap diantara lipatan-lipatan kulitmu, kemudian menggelitik daun telingamu dengan lirih bisik: teruslah melangkah, ada dia di ujung sana menanti tibamu.
Di bawah payung hitam langit.
Image source
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H