Mohon tunggu...
Ulayya Syihan Mazaya
Ulayya Syihan Mazaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa yang antusias dalam proses belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Siswa Terpaksa Mundur karena UKT Terlalu Tinggi

15 Agustus 2022   14:49 Diperbarui: 16 Agustus 2022   09:50 2290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dana pendidikan (Thinkstockphotos.com)

Beberapa pekan ini terdengar kabar bahwa siswa tidak dikeluarkan melainkan mengundurkan diri dari jatah bangku di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidaklah murah. Tentu ada saja yang berbanding terbalik dengan penghasilan orang tuanya. 

Penghasilan orang tua yang hanya berprofesi sebagai buruh tidak mencukupi biaya yang harus ditanggung. 

Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang kurang dari Rp 2.000.000,00 saja dirasa memberatkan bagi keluarga yang pengeluarannya dirasa hanya cukup untuk biaya keseharian. 

Jika orang tua tahu tentang hal ini, banyak dari mereka mengatakan tidak sanggup, karena hasil jerih payah mereka hanya cukup bahkan mepet untuk membeli perlengkapan kebutuhan pokok di rumahnya. 

Hal ini sering kali menjadi pokok permasalahan yang sering terjadi. Terkadang ada beberapa orang tua yang rela meminjam uang demi anaknya agar tetap kuliah.

Sempat ada kasus mengenai hal ini, terdapat siswa yang terpaksa mengundurkan diri karena orang tuanya tidak menyanggupi biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang ditetapkan, karena orang tuanya hanya berprofesi sebagai buruh. 

Keluhan mahasiswa terhadap aturan biaya kuliah ini tentu saja harus dikomunikasikan lebih lanjut dengan orang tua. 

Mereka yang berpikir bahwa dengan biaya yang cukup tinggi pasti akan membebani orang tuanya. Bahkan untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) saja seleksinya dirasa cukup sulit bagi siswa yang notabene hanya dari keluarga kurang mampu, belajar hanya dengan buku seadanya dan tidak mengikuti bimbel sama sekali. 

Berbeda dengan anak yang sudah mengikuti bimbel dengan biaya yang tidak murah, karena dirasa persiapannya sudah cukup matang baik dari segi materi maupun finansial.

Kalau ditanya tentang berapa besarnya nilai Uang Kuliah Tunggal (UKT), tentu jawabannya akan berbeda di setiap Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Namun biaya ini tak selalu murah walaupun pengelompokan Uang Kuliah Tunggal (UKT) ini sudah ditentukan oleh pihak kampus di mana biaya yang akan ditanggung sudah disesuaikan dengan kondisi ekonomi masing-masing keluarga yang berlatar belakang berbeda. 

Biaya yang tak selalu murah ini dikarenakan antara satu jurusan dengan jurusan yang lainnya berbeda, tentunya membutuhkan fasilitas perkuliahan yang beragam. Namun semua ini tetap saja menjadi masalah karena sering kali tidak seimbang dengan biaya yang ada.

Walaupun ada kebijakan baru yang diluncurkan beberapa tahun lalu oleh Kemendikbud terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT), di mana peraturan ini bertujuan memberikan keringanan bagi mahasiswa yang menghadapi kendala finansial. 

Sistem ini mengacu kepada pendapatan orang tua mahasiswa, semakin tinggi pendapatan orang tua maka semakin tinggi biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang harus dibayar, dan sebaliknya semakin rendah pendapatan orang tua semakin rendah pula Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang harus dibayarkan. 

Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak pemerataan untuk setiap mahasiswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Pendidikan memanglah menyangkut hal-hal mengenai bagaimana partisipasi orang tua dalam memperhatikan pendidikan itu sendiri. 

Orang tua kadang beranggapan bahwa menyelesaikan pendidikan pada jenjang menengah sudah cukup sehingga beberapa dari mereka beranggapan bahwa melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi tidaklah begitu penting. 

Namun demikian, tidak semua orang tua berpikir sama, ada beberapa dari mereka yang memprioritaskan pendidikan anak sebagai hal yang penting dan harus dijalani sampai ke jenjang yang lebih tinggi dan sebaliknya. 

Pemikiran setiap orang tua bagi anaknya berbeda, karena latar belakang pendidikan dan ekonomi yang berbeda-beda.

Untuk saat ini saja di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mematok biaya masuk kuliah yang dibilang cukup tinggi untuk jalur mandirinya. 

Persaingan untuk masuknya saja harus diseleksi dari ribuan bahkan ratusan ribu calon peserta. Apalagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favorit yang menjadi primadona seperti UGM. 

Setiap anak berlomba-lomba agar lolos Perguruan Tinggi dengan alasan biaya kuliah yang murah dan akreditasinya yang cukup bagus. Karena selain biaya kuliah yang ditanggung, mereka juga harus membayar uang kost, uang makan, transportasi, belum juga kebutuhan lainnya. 

Karena setiap mahasiswa tidak hanya berdomisili di sekitar Perguruan Tinggi itu saja sehingga tidak menutup kemungkinan biayanya juga semakin tinggi, berbeda dengan mahasiswa yang berdomisili di sekitar kampus yang biayanya bisa lebih rendah.

Namun semua itu berbeda dengan anak yang berlatar belakang dari keluarga yang mampu bahkan penghasilannya sangat cukup untuk membiayai kuliah hingga biaya keperluan lainnya. 

Mereka dapat dengan mudah meminta orang tuanya untuk melunasi biaya yang cukup tinggi untuk pendaftaran, biaya sehari-hari hingga biaya semesterannya. 

Memang masuk swasta juga terdapat seleksinya, namun semua ini dirasa tidak seketat dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Bagi anak yang mengincar Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pasti telah mempersiapkan secara matang mulai dari segi materi dan kesiapan diri. 

Karena bagaimana pun juga jika dia tidak lolos jalur rapor atau tes tertulis jalan satu-satunya adalah mengikuti jalur mandiri, dan beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) juga menetapkan biaya yang tinggi. Hal ini terkadang membuat anak yang sudah diterima harus berpikir dua kali untuk melanjutkan karena biayanya yang tinggi.

Sebenarnya ada jalan lain untuk tetap melanjutkan, salah satunya melalui jalur beasiswa. Namun seorang mahasiswa yang ingin mendapatkan beasiswa dituntut untuk memenuhi kualifikasi yang tidaklah mudah, dan di setiap perguruan tinggi pasti berbeda. Hanya mahasiswa yang beruntung saja yang bisa mendapatkannya. Mereka juga dituntut untuk mendapatkan nilai/IPK yang bagus. 

Namun beasiswa itu tidak serta merta didapatkan di awal masuk perguruan tinggi, sehingga hal ini sering menjadi polemik yang tiada habisnya di kalangan tertentu.

Selain itu, ada jalur KIP-Kuliah yang dapat diikuti oleh kalangan menengah ke bawah. Sama halnya dengan beasiswa reguler, mahasiswa yang kuliah dengan KIP-Kuliah juga harus memenuhi kualifikasi yang cukup ketat. 

Di awal proses seleksi penerimaan beasiswa KIP-Kuliah biasanya dilakukan verifikasi data dan survei. Mulai dari keadaan rumah penerima beasiswa, survei pekerjaan dan penghasilan orang tua sampai dengan verifikasi data yang sudah dikumpulkan oleh calon penerima beasiswa. 

Beasiswa ini juga bisa dicabut kapan saja apabila mahasiswa tersebut tidak memenuhi IPK yang telah ditentukan, melebihi masa studi yang ditentukan, dan kebutuhan orang tuanya sudah membaik.

Jadi, masuk kuliah jalur apa saja itu perlu mempersiapkan diri dalam segala hal. Kualifikasi yang dibutuhkan juga perlu diperhatikan karena dengan adanya ribuan pesaing tidak menutup kemungkinan seorang calon mahasiswa tidak lolos dalam seleksinya. 

Kebijakan yang telah ditetapkan berpotensi terhadap cara pandang calon mahasiswa yang berbeda-beda. 

Ada yang berpikir bahwa lebih baik mereka putus sekolah sampai jenjang SMA, ada yang memilih gap year saja, dan ada yang berpikir bahwa mereka perlu melanjutkan pendidikan dengan jalur-jalur yang tersedia dengan persiapan yang perlu dan mampu mereka lakukan.

Singkatnya, mayoritas calon mahasiswa mempertimbangkan biaya kuliah yang secara tidak langsung menjadi masalah utama. Mengundurkan diri menjadi salah satu masalah yang berkaitan dengan nominal yang mahal. 

Biasanya nominal yang paling mahal terdapat di prodi-prodi favorit di mana setiap calon mahasiswa banyak yang meminatinya. Semua ketentuan ini diberlakukan berdasarkan Peraturan terbaru Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun