Mohon tunggu...
Ulan Hernawan
Ulan Hernawan Mohon Tunggu... Guru - I'm a teacher, a softball player..

Mari berbagi ilmu. Ayo, menginspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tantangan Guru PKN di Tahun Politik 2019

20 Februari 2019   17:54 Diperbarui: 20 Februari 2019   18:17 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[Ilustrasi : www.lifeskills4kids.com.au]

Apalagi menyentuh tindakan yang berbau SARA. Tetapi ingat, seorang guru PKN, harus benar-benar menjaga sikapnya pula sebagai seorang guru, bahkan ketika berada diluar lingkup pendidikan pun, tindakannya atau pilihan politiknya akan terbawa ke dalam kelas.

Lingkungan sekolah adalah lingkungan yang diferensiasi sosialnya bermacam-macam. Interaksi sosialpun tinggi antara siswa, guru, orang tua dan non guru. Latarbelakang sosial dan keadaan ekonomi yang berbeda menjadikan lingkungan sekolah harus aware dengan keadaan politik. Sudah jelas bahwa kampanye politik tidak boleh masuk ke lingkup pendidikan resmi. Namun, secara realita, banyak orang-orang atau golongan tertentu berusaha menyentuh lingkup pendidikan dengan berbagai cara untuk mencapai kepentingan politik mereka sendiri.

Di sinilah  peran guru PKN untuk melihat dengan jeli indikasi-indikasi perbuatan atau perilaku tersebut di lingkup sekolahnya masing-masing. Apabila terjadi, maka diperbolehkan seorang guru PKN memberikan intervensi untuk menjaga kestabilan politik di sekolah.

Apabila dibiarkan, sekolah, siswa-siswi atau bahkan orang tua murid akan dijadikan alat untuk mencapai kepentingan politik golongan tertentu. Hal tersebut akan mencoreng dunia pendidikan sebagai tempat untuk belajar dan mencari ilmu.

Tantangan seorang guru PKN tidak hanya terjadi pada masa pre-pemilu. Pasca pemilu pun menjadi hal yang berat untuk seorang guru PKN dalam menetralisir keadaan politik di sekolah. Sama seperti dilingkup masyarakat pada umumnya, pihak yang menang akan menaikkan harga diri masing-masing sebagai pihak yang di atas angin. Sedangkan pihak yang kalah, cenderung akan mencari pembenaran, kesalahan, atau mungkin minder.

Di kelas, hal ini akan terjadi. Diskriminasi terhadap pilihan politik yang berbeda akan terjadi. Kata-kata atau sikap yang tak terpuji, mungkin akan keluar tanpa disadari (anak didik belum memahami dan cenderung lugas). Disini pulalah peran guru PKN menetralisir keadaan. Yang utama adalah menghilangkan rasa kebencian dari pihak yang merasa kalah, dan menekan kearoganan dari pihak yang merasa menang.

Secara psikologis, seorang guru PKN harus mengenali tanda-tanda tersebut sejak dini. Memperhatikan argumen siswa tentang pilihan politik mereka dan bagaimana cara mereka bersikap kepada yang berbeda pilihan politik. Karena kalau dibiarkan, maka sikap-sikap yang cenderung negatif akan terbawa sampai mereka lulus atau sampai pemilu-pemilu mendatang. Bukankah sekolah adalah tempat untuk belajar hal-hal yang positif, bukan?

Tantangan guru PKN di politik 2019 saat ini adalah media sosial. Bila guru PKN di masa ini tidak memiliki jejaring media sosial, tidak mengikuti perkembangan dunia digital, maka guru PKN tersebut bisa dikatakan konvensional. Generasi milenial saat ini cenderung bermain media sosial. Bukan karena mampu, tapi sudah menjadi kebutuhan dasar.

Apabila guru PKN tidak mampu mengimbangi perkembangan media sosial yang terus bermunculan saat ini, maka akan sangat sulit memahami kondisi yang terjadi (keadaan politik di luar) dengan cepat dan tepat. Bahkan hanya sekedar memahami perilaku dan sikap anak didik melalui media sosialpun akan menjadi nilai tambah seorang guru PKN untuk dapat menganalisa pola pikir dan dapat menjadi assesment untuk menentukan nilai sikap.

Misal, apabila ada seorang anak didik mempertanyakan berita politik hoax di akun Facebook nya, atau di akun Twitter nya, akan tetapi guru tersebut tidak memahami berbagai aplikasi tersebut, maka akan terjadi kegagapan penjelasan secara fundamental. Ini yang harus dikejar oleh para guru PKN yang masih konvensional di masa ini. Apabila guru mengeluh tidak adanya akses atau ketidakmampuan personal, itu hanyalah alasan untuk malas bergerak maju. Ada banyak cara untuk mendapatkan akses dunia digital, meski dipelosok daerah sekalipun. Setidaknya belajar dan memahami konsep media sosial dan dunia digital.

Ulan Hernawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun