Oleh Mutiara Khairani, seorang mahasiswi Universitas Andalas yang berkegiatan di Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa Andalas Group.
Indonesia, sebagai negara berkembang, masih menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu masalah yang cukup serius adalah tingginya angka pernikahan dini. Pernikahan dini, yang umumnya melibatkan anak perempuan di bawah usia 18 tahun, dapat membawa berbagai dampak negatif bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
Pernikahan dini seringkali berujung pada masalah kesehatan reproduksi yang serius. Anak perempuan yang menikah pada usia muda lebih rentan mengalami komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Hal ini berkontribusi pada tingginya angka kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih cukup tinggi, yakni sekitar 305 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2020.
Selain itu, pernikahan dini juga berkaitan dengan fenomena stunting pada anak. Stunting adalah kondisi di mana anak mengalami pertumbuhan yang terhambat akibat kekurangan gizi kronis selama 1.000 hari pertama kehidupannya. Anak-anak yang lahir dari ibu yang menikah pada usia dini cenderung mengalami stunting karena ibu yang masih sangat muda biasanya kurang memiliki pengetahuan yang memadai tentang nutrisi dan kesehatan anak.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program dan kebijakan. Salah satu program yang diimplementasikan adalah Program Peningkatan Usia Perkawinan (PUP). PUP bertujuan untuk meningkatkan usia minimal perkawinan bagi anak perempuan menjadi 19 tahun, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
PUP berupaya memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya menunda pernikahan hingga usia yang lebih matang. Program ini juga menyediakan dukungan dan akses ke layanan kesehatan reproduksi bagi remaja, serta upaya meningkatkan partisipasi pendidikan bagi anak perempuan. Dengan adanya PUP, diharapkan dapat menurunkan angka pernikahan dini, mengurangi risiko kematian ibu melahirkan, dan mencegah stunting pada anak, sehingga generasi mendatang dapat tumbuh sehat dan produktif.
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah usaha untuk menaikkan usia pada perkawinan pertama, Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang mengubah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan hanya diperbolehkan jika kedua pihak, pria dan wanita, telah mencapai usia 19 tahun.
Usia 19 tahun dianggap sebagai batas dewasa menurut undang-undang ini, sehingga orang yang telah mencapai usia tersebut diizinkan untuk menikah. Sebaliknya, bagi mereka yang berusia di bawah 19 tahun dianggap masih di bawah umur dan dilindungi oleh Undang-undang Perlindungan Anak. Oleh karena itu, secara hukum, mereka belum dapat melakukan pernikahan.
Tujuan PUP bukan hanya untuk menunda pernikahan hingga usia tertentu, tetapi juga memastikan kehamilan pertama terjadi pada usia yang lebih dewasa. Program ini merupakan bagian dari Keluarga Berencana Nasional yang bertujuan mengontrol jumlah penduduk dan meningkatkan kualitas hidup keluarga.
Tentu ada alasan mengapa PUP atau Pendewasaan Usia Perkawinan ini penting harus diketahui oleh masyarakat; (1) Pernikahan Usia Dini, Meningkatnya jumlah pernikahan di usia muda. (2) Kehamilan Tidak Diinginkan, Banyaknya kasus kehamilan yang tidak direncanakan. (3) Pertumbuhan Penduduk, Tingginya laju pertumbuhan penduduk (sekitar 3,2 juta jiwa per tahun). (4) Kualitas Penduduk, Rendahnya kualitas sumber daya manusia. (5) Keharmonisan Keluarga, Pernikahan di usia muda sering menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga, seperti pertengkaran, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan perceraian.
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah langkah strategis yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dengan menunda usia pernikahan hingga waktu yang lebih tepat, diharapkan dapat mengurangi berbagai masalah sosial dan kesehatan yang timbul akibat pernikahan dini. Edukasi yang terus menerus dan kampanye kesadaran masyarakat sangat penting untuk mengubah pandangan dan kebiasaan yang ada. Hanya dengan dukungan dan partisipasi aktif dari semua lapisan masyarakat, tujuan PUP untuk menciptakan generasi yang lebih sehat, berkualitas, dan harmonis dapat tercapai.
Persiapan Sebelum Pernikahan; (1) Persiapan Fisik dan Biologis: Memenuhi kebutuhan fisik dan biologis. (2) Persiapan Mental: Memenuhi kebutuhan mental dan psikologis. (3) Persiapan Sosial Ekonomi: Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi. (4) Persiapan Pendidikan dan Keterampilan: Memenuhi kebutuhan pendidikan dan keterampilan. (5) Persiapan Keyakinan dan Agama: Memenuhi kebutuhan spiritual dan agama.
Persiapan yang matang sebelum pernikahan adalah kunci untuk membangun kehidupan pernikahan yang sehat dan bahagia. Memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial ekonomi, pendidikan, dan spiritual akan membantu pasangan menghadapi berbagai tantangan dalam pernikahan dengan lebih siap dan percaya diri. Dengan persiapan yang baik, pasangan dapat menciptakan keluarga yang harmonis dan sejahtera.
Implikasi PUP; (1) Peningkatan Usia Kawin Pertama:Meningkatkan pemahaman kepada remaja mengenai perencanaan keluarga, memperhitungkan kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi, serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. (2) Perlindungan Hak Anak: Mencegah pernikahan dini yang dapat mempengaruhi pendidikan, kesehatan, dan perkembangan anak secara optimal.
Tingginya angka pernikahan dini di Indonesia membuat aturan PUP harus benar-benar terlaksana. Oleh karena itu pemerintah sangat gencar dalam membuat aturan Pendewasaan Usia Perkawinan ini. PUP mencakup banyak aspek dan tujuan. Adapun tujuan utama PUP adalah untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga dan masyarakat dengan fokus pada kesiapan fisik, mental, sosial, ekonomi, dan pendidikan sebelum menikah.
PUP dan anak merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Walaupun PUP tidak secara langsung berkaitan dengan masalah gizi buruk pada anak, namun dengan adanya program ini memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan anak. Dilansir dari beberapa jurnal Kesehatan, jika usia seorang ibu belum memasuki usia yang cukup untuk mengandung maka anak yang dikandung rentan terhadap beberasa resiko kesehatan . Adapun beberapa risiko yang disebabkan oleh pernikahan dini ialah;
1. Risiko Stunting: Pernikahan dini dapat menyebabkan stunting pada anak karena ibu yang belum cukup dewasa secara fisik dan emosional cenderung kurang mampu memberikan dukungan dan kesejahteraan yang memadai selama kehamilan dan masa bayi.
2. Kekurangan Gizi: Anak dari ibu yang menikah dini lebih rentan mengalami kekurangan gizi, yang dapat menyebabkan stunting dan masalah kesehatan lainnya.
3. Kesehatan Reproduksi: PUP bertujuan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi, termasuk kesejahteraan ibu hamil dan anak. Pernikahan dini meningkatkan risiko kehamilan pada usia muda yang dapat menyebabkan kelahiran prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), dan komplikasi persalinan.
4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT): Pernikahan dini dapat meningkatkan risiko KDRT karena ketidaksiapan mental kedua orang tua. PUP berusaha mencegah pernikahan dini untuk mengurangi risiko KDRT.
5. Pendidikan dan Kesejahteraan: PUP bertujuan melindungi hak-hak anak dalam hal pendidikan, kesehatan, dan perkembangan optimal. Pernikahan dini dapat menyebabkan putus sekolah dan menghambat kesejahteraan masa depan anak.
Contoh Studi Kasus:
Angka pernikahan dini di Indonesia menurut data Budat Pusat Statistik (BPS) meningkat dari 14,18% menjadi 15,56% dala kurun waktu 2017-2018. Tingginya angka pernikahan dini ini, seiring dengan tingginya angka stunting. Dari data BPS sebesar 43,5% kasus stunting di Indonesia terjadi pada anak berumur di bawah tiga tahun (batita) dengan usia ibu 14-15 tahun, sedangkan 22,4% dengan rentang usia 16-17 tahun.
Contoh berikut menunjukkan dampak PUP terhadap kesejahteraan anak dalam konteks asupan karbohidrat.
1. Pemberian Karbohidrat Berlebihan: Ibu yang memberikan bekal anak dengan karbohidrat berlebihan (seperti nasi dengan perkedel kentang dan mi goreng) dapat berdampak negatif pada kesejahteraan anak. Dokter anak menyarankan agar porsi makanan anak diatur sesuai dengan RDA (Recommended Dietary Allowance) untuk menghindari penumpukan gula dalam darah dan risiko diabetes.
2. Kekurangan Karbohidrat: Anak yang kekurangan karbohidrat dapat mengalami stunting dan perkembangan tubuh yang lambat. Karbohidrat adalah sumber kalori utama yang diperlukan untuk pertumbuhan anak. Kekurangan karbohidrat dapat menyebabkan anak menjadi kurus, pendek, dan mengalami perkembangan otak yang lambat.
3. Kelebihan Karbohidrat: Mengonsumsi karbohidrat berlebihan dapat menyebabkan kenaikan berat badan yang cepat, kelelahan, begah, kembung, dan masalah gigi. Hal ini disebabkan oleh penumpukan glukosa dalam darah yang menghambat fungsi insulin.
Kesimpulan :
Indonesia sebagai negara berkembang masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah tingginya angka pernikahan dini yang berdampak negatif pada kesehatan reproduksi, stunting pada anak, dan kualitas hidup masyarakat. Pernikahan dini seringkali berujung pada komplikasi saat kehamilan dan persalinan, serta tingginya angka kematian ibu melahirkan. Selain itu, anak-anak yang lahir dari ibu yang menikah pada usia dini lebih rentan mengalami stunting karena kurangnya pengetahuan tentang nutrisi dan kesehatan anak.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia telah meluncurkan Program Peningkatan Usia Perkawinan (PUP) yang bertujuan untuk menunda usia pernikahan hingga usia yang lebih matang, yaitu 19 tahun. Program ini juga berupaya memberikan edukasi mengenai pentingnya menunda pernikahan, menyediakan dukungan kesehatan reproduksi, serta meningkatkan partisipasi pendidikan bagi anak perempuan.
PUP adalah langkah strategis yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menunda usia pernikahan hingga waktu yang tepat, mengurangi risiko kematian ibu melahirkan, mencegah stunting pada anak, dan memastikan kehamilan pertama terjadi pada usia yang lebih dewasa. Edukasi dan kampanye kesadaran masyarakat sangat penting untuk mengubah pandangan dan kebiasaan yang ada.
Selain itu, PUP juga bertujuan melindungi hak anak, mengurangi risiko kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan anak. Dengan persiapan yang matang sebelum pernikahan, diharapkan pasangan dapat membangun kehidupan pernikahan yang sehat, bahagia, dan harmonis. Dukungan dan partisipasi aktif dari semua lapisan masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H