GEMPITA UMÂ - Belakangan ini, sebuah video viral di media sosial memicu kemarahan dan kekecewaan di kalangan komunitas Tuli. Seorang konten kreator laki-laki memposting video di mana dia mendekati seorang perempuan dan melakukan prank berupa rayuan atau gombalan menggunakan Bahasa Isyarat. Laki-laki tersebut melakukan gerakan tangan yang diakuinya sebagai Bahasa Isyarat, namun perempuan tersebut tidak mengerti maksudnya.Â
Setelah beberapa kali percobaan yang tidak berhasil, laki-laki tersebut menerjemahkan apa yang dia katakan dan menyebutkan bahwa dia menggunakan Bahasa Isyarat. Namun, menurut komunitas Tuli, gerakan tangan yang dilakukan oleh laki-laki tersebut bukanlah Bahasa Isyarat yang benar.Â
Hal ini menimbulkan reaksi keras dari komunitas Tuli. Video tersebut kini telah dihapus oleh pembuat konten yang bersangkutan. Namun, komunitas Tuli melalui IDHOLA (Indonesian Deaf - Hard of Hearing Law and Advocacy) telah melaporkan video tersebut kepada pihak berwenang atas dugaan penghinaan terhadap penggunaan Bahasa Isyarat. Saat ini, kasus tersebut sedang dalam proses hukum.
TANGGAPAN DARI KOMUNITAS TULI
Silvia Atmajaya, mahasiswa disabilitas Tuli prodi S1 Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Malang (PLB UM), menyatakan kekecewaannya terhadap video tersebut. "Saya terkejut melihat video tersebut, orang yang melakukan prank atau berpura-pura menggunakan Bahasa Isyarat. Padahal isyaratnya juga ngawur atau tidak benar. Kami, orang Tuli merasa emosi. Ini termasuk diskriminasi terhadap Bahasa Isyarat yang dilakukan oleh orang-orang kepada komunitas Tuli," ujarnya.
Senada dengan Silvia, Asa Asyifa yang juga mahasiswa disabilitas Tuli UM, menyebut tindakan tersebut sebagai pelecehan. "Kasus seperti ini dapat dikategorikan sebagai pelecehan Bahasa Isyarat. Bercanda menggunakan Bahasa Isyarat dengan cara yang merendahkan atau menyinggung komunitas Tuli adalah tindakan yang tidak pantas dan sensitif. Ini menunjukkan kurangnya pemahaman dan rasa hormat terhadap komunitas Tuli yang menggunakan Bahasa Isyarat sebagai sarana komunikasi," jelas Asa.
Mendukung rekan-rekannya, Abdullah Muhibbin menambahkan bahwa Bahasa Isyarat tidak boleh dijadikan bahan lelucon. "Bahasa Isyarat tidak boleh dibuat bercanda, karena hal itu tidak untuk dibuat lelucon. Bahkan bisa dilaporkan ke pihak berwajib," tegasnya.
MENGENAL KOMUNITAS TULI DAN BUDAYANYA
Selama ini, kata "Tuli" secara sosial dianggap kurang sopan untuk menggambarkan seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya. Kata yang dianggap lebih sopan untuk menggambarkan kondisi tersebut adalah "tunarungu". Namun, bagi mereka yang bersangkutan, kata "tunarungu" justru dianggap lebih tidak sopan daripada "Tuli". Mereka lebih suka disebut "Tuli" (dengan huruf "T" kapital) karena "Tuli" mengacu pada identitas budaya yang menggunakan bahasa isyarat, sementara "tunarungu" lebih identik dengan istilah medis yang menekankan adanya kerusakan fisik.
Dalam budaya Tuli, di Indonesia menggunakan varietas bahasa isyarat yang berkembang secara alami dalam komunitas-komunitas Tuli di seluruh kepulauan, yang dinamakan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). Bagi teman Tuli, Bahasa Isyarat merupakan satu hal yang sangat esensial. Bahasa Isyarat sebagai sistem komunikasi visual-gestural yang digunakan oleh komunitas Tuli untuk menyampaikan gagasan, emosi, dan informasi. Bahasa isyarat memiliki struktur bahasa yang kompleks, termasuk tata bahasa, sintaksis, morfologi, dan fonologi yang khas. Bahasa isyarat menjadi pintu masuknya untuk pemenuhan hak-hak teman Tuli.
BENTUK PELANGGARAN TERKAIT BAHASA ISYARAT
Komunitas Tuli mengidentifikasi beberapa bentuk pelanggaran yang sering dilakukan oleh masyarakat terkait penggunaan Bahasa Isyarat. Beberapa di antaranya adalah:
1. Belajar Bahasa Isyarat melalui sumber yang tidak resmi (bukan dari Teman Tuli langsung).
2. Menggunakan Bahasa Isyarat untuk lelucon.
3. Menyebarluaskan Bahasa Isyarat yang salah.
4. Mengabaikan kebutuhan teman Tuli terkait akses komunikasi seperti Juru Bahasa Isyarat dan takarir.
5. Mengabaikan ketika teman Tuli bercerita atau menyampaikan pendapat menggunakan Bahasa Isyarat.
6. Menyebarkan stereotip atau stigma negatif tentang kemampuan teman Tuli.
DUKUNG DAN LINDUNGI HAK TEMAN TULI TERKAIT BAHASA ISYARAT
Untuk mendukung dan melindungi hak-hak teman Tuli terkait Bahasa Isyarat, teman Tuli mengungkapkan beberapa sikap yang seharusnya dilakukan, yakni sebagai berikut.
1. Memahami bahwa penggunaan bahasa isyarat oleh teman-teman Tuli harus dihormati.Â
2. Menyediakan akses Juru Bahasa Isyarat dan takarir di pelayanan publik dan media informasi.
3. Ikut belajar Bahasa Isyarat dan budaya komunitas Tuli langsung dari Teman Tuli.
4. Advokasi kepada pemerintah untuk mengakui Bahasa Isyarat Indonesia sebagai bahasa resmi.
HARAPAN TEMAN TULI
Silvia berharap teman-teman Dengar bersedia belajar Bahasa Isyarat bersama teman-teman Tuli. "Harapannya, teman-teman Dengar bersedia belajar bahasa Isyarat bersama teman-teman Tuli. Namun, kami tidak memaksa teman-teman Dengar. Jika merasa nyaman dan tertarik, mari belajar bersama. Dengan Bahasa Isyarat, kita bisa saling berkomunikasi. Jika teman-teman Dengar tidak memahami isyarat yang digunakan, maka sebaiknya langsung bertanya kepada teman-teman Tuli untuk mendapatkan pemahaman yang benar," ujarnya.
Asa menambahkan bahwa peningkatan kesadaran dan edukasi di masyarakat sangat penting agar lebih memahami dan menghargai keragaman serta kebutuhan khusus dari berbagai komunitas, termasuk komunitas Tuli. "Dengan begitu, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan penuh empati. Langkah-langkah ini mencakup penyediaan akses yang lebih baik terhadap layanan publik, pendidikan yang inklusif, serta pelatihan bagi tenaga kerja agar lebih sensitif terhadap kebutuhan komunitas ini. Kesadaran dan tindakan nyata dari seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan perubahan yang positif,"Â tutupnya.
Setiap bahasa, termasuk Bahasa Isyarat, layak dihormati. Pelecehan adalah tanda ketidaktahuan dan kurangnya empati. Maka dari itu, mari kita edukasi diri dan orang lain untuk dunia yang lebih inklusif.
SUMBER RUJUKAN
Aziz, A. [@pikiping]. (2024, May 11). Â Guys, ini gak lucu ya. [Post]. Â X. https://x.com/pikiping/status/1789168917854011620?t=QdJ4CaqcQM0btbGpCeMSqA&s=19
Indonesian Deaf - Hard of Hearing Law and Advocacy [@idhola.id]. (2024, May 12). Pernyataan Sikap Kasus Penghinaan terhadap Komunitas Tuli: Bahasa Isyarat adalah Hak Asasi Manusia Seorang Tuli [Instagram post]. Retrieved from https://www.instagram.com/p/C63oey4SpzP/?igsh=MTA2N3dsYjV5MWV3NQ==Â
Palfreyman, N. (2015). Budaya Tuli Indonesia dan Bahasa. Seminar Tahunan Linguistik. https://www.researchgate.net/publication/322818553
Rahmawati, A., Hafiar, H., & Karlinah, S. (2019). Pola Komunikasi Kaum Tuli dalam Media Baru. Kareba: Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(1), 231--246.
Editor: Divisi Riset dan Pengembangan Keilmuan UKM GEMPITA UM, 2024
IKUTI LINIMASA UKM GEMPITA
Youtube & Spotify : UKM GEMPITA UM
Instagram: @gempitaum
Twitter(X): @gempitaum_
Tiktok: @gempitaum_
Website: gempita.ukm.um.ac.id
Email: ukmgempitaum123@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H