Kehidupan di pondok pesantren tidaklah jauh berbeda dengan kehidupan di masyarakat. Namun ada beberaa hal yang berbeda dalam segi peraturan. Kehidupan pondok pesantren cenderung memiliki konsep kedisiplinan yang sangat ketat. Salah satunya adalah Santri dilarang membawa Handphone ke pondok pesantren.Â
Namun pada kenyataannya di era smartphone ini banyak sekali santri yang membawa handphone ke pondok pesantren. Kenyataan tersebut didapatkan dari seringnya ssntri ketahuan menggunakan handphone di kamar mereka. Tidak hanya membawa handphone ke pondok, namun yang lumayan sering terjadi adalah santri meninggalkan pesantren tanpa izin alias kabur.
Seseorang yang sudah menjadi santri, seharusnya sudah memahami setiap peraturan yang disampaikan saat awal masuk. Peraturan atau dalam bahasa pesantren disebut sebagai tata tertib, sudah disampaikan sejak mereka pertama kali masuk ke pondok sebagai santri. Di dalamnya disebutkan santri dilarang membawa, menggunakan, meminjam, dan menitipkan handphone. Pelanggaran tersebut lebih sering ditemukan pada santri kelas atas, yaitu santri kelas 11 dan 12. Karena mereka sudah menginjak kelas paling senior dalam kehidupan pesantren, maka seharusnya sudah sangat memahami atas peraturan tersebut.
Pelanggaran tersebut sebenarnya terjadi karena banyak faktor. Faktor pertama adalah dari pengawasan. Setiap kedatangan santri ke pondok, pasti ada yang namanya pengecekan barang bawaan. Namun karena santri yang datang terlalu banyak, mungkin ada beberapa santri yang tidak terawasi oleh petugas pengecekan.Â
Faktor kedua adalah dari santri tersebut. Karena mereka merasa ada celah untuk membawa handphone tersebut ke dalam pesantren. Contohnya adalah ketika penjengukan. Saat jadwal penjengukan, tidak ada pernah ada pengeckan barang. Faktor ketiga adalah ketegasan. Yang terjadi selama ini ketika ada pelanggaran seperti itu, sering tidak langsung ada keputusan dari bagian yang bersangkutan. Faktor keempat adalah mereka butuh fasilitas untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi.Â
Hal ini sering menjadi alasan mereka membawa handphone tersebut ke area pondok pesantren. Faktor selanjutnya adalah minimnya qudwah hasanah atau teladan yang ada di dalam pesantren. Teladan pada pesantren melekat pada santri kelas atas, seperti santri kelas 10, 11, dan 12.Â
Namun tidak terbatas dari santri, teladan juga melekat pada pengurus pesantren. Kelas 10 menjadi teladan untuk santri kelas dibawahnya, kelas 11 menjadi teladan untuk kelas 10, kelas 12 menjadi teladan untuk kelas 11, dan para asatidz menjadi teladan untuk seluruh santri. Memanglah menjadi teladan itu sangat sulit, namun jika tidak menjadi teladan yang baik, maka santri yang ada dikelas bawah akan mencontoh teladan yang terlihat baik contoh yang baik maupun yang buruk.
Menurut salah satu alumni pesantren yang saya temui, dia mengatakan bahwa arah kedisiplinan sebenarnya perlu disamakan, maksudnya adalah arah disiplin santri itu ingin seperti apa, kriteria sanksi atas jenis pelanggaran itu seperti apa. Menurutnya pemberian sanksi selama ini yang terjadi adalah adanya penyamaan sanksi antara pelanggaran sedang dan berat. Hal tersebut pada akhirnya menimbulkan peremehan santri atas pelanggaran yang dilakukannya.Â
Ketika santri sudah banyak yang meremehkan peraturan, maka pengurus pesantren akan kesulitan dalam mengontrol tata tertib yang ada. Hal ini dapat menimbulkan kekacauan dalam pesantren. Dia juga menuturkan bahwa selama ini yang terjadi adalah adanya teladan yang kurang baik. Kebetulan juga tyeladan yang kurang baik itu dekat dengan santri. Pada akhirnya para santri yang dekat dengan teladan tersebut akan meniru atau mencontoh apa yang dilakukan olehnya.
Pelanggaran yang dilakukan santri yaitu membawa handphone ke pesantren bisa di cegah dengan beberapa solusi. Pertama adalah merevisi tata tertib yang sudah ada. Yang direvisi bukanlah aturannya, namun konsekuensi dari pelanggaran yang dilakukan oleh santri. Selanjutnya adalah meningkatkan pengawasan terhadap santri.Â
Peningkatan pengawasan tidak hanya dilakukan saat kedatangan santri, namun dilakukan juga disetiap penjengukan dan perkeluaran santri. Solusi terkait alasan santri membawa handphone karena urusan studi lanjut, maka pesantren bisa mengadakan program studi lanjut dengan fasilitas yang cukup memadai.Â
Sedangkan pencegahan terhadap santri yang kabur adalah dengan memperketat peraturan dan meningkatkan intensitas pengawasan terhadap santri. Pimpinan Pesantren juga dapat meningkatkan kontrol terhadap para pegawainya. Seperti halnya santri, pegawai juga harus dikontrol dan diawasi dalam bekerja. Karena jika kontrolling dan pengawasan kurang terhadap pegawai, maka pegawai akan cenderung semaunya sendiri dalam bekerja.Â
Kesimpulannya adalah santri bukanlah orang yang suka melanggar. Mereka melakukan pelanggaran juga karena ada celah dari pengelola pesantren. Namun hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Pelanggaran tetap lah pelanggaran apapun alasannya. Jadi bagi pengelola pesantren dapat meningkatkan pengawasan terhadap santri santrinya termasuk juga terhadap musyrif musyrifnya supaya dapat mengawasi santrinya lebih baik lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H