Mohon tunggu...
Ukhty Iza
Ukhty Iza Mohon Tunggu... Guru - setiap hari embun meneteskan kesetiaanya pada pagi

Darimu ku dengar manisnya surga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Amplop Sabtu Minggu

27 Maret 2016   11:14 Diperbarui: 28 Maret 2016   10:38 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar: www.dreamstime.com"][/caption]

“Ay, hari ini kita mau kemana?”

“Kamu gak ngantor?”

 “Gak, aku minta libur Sabtu ini. Capek ngoding mulu.”

“Ke Mall yuuk, aku mau beli sepatu.”

“Aduhh… aku lagi males ke mall. Tiap hari ketemu gedung-gedung, laptop, ngoding. Aku mau lihat yang hijau-hijau.”

“Yasudah, terserah”

“Jangan gitu dong Ay, kamu maunya kemana?”

“Aku udah bilang kan beb, aku mau ke mall beli sepatu” agak kesal Kharin menjawabnya.

“Jangan ke mall deh, tempat lain aja”“Yaudah terserah!!!” Kharin langsung mengakhiri percakapan di ujung handphonenya dengan nada tinggi.

 

Mereka sepasang kekasih yang usianya masih seumur jagung. Kira-kira berpacaran baru tiga bulan, makanya sering sekali bertengkar. Jangankan hal yang besar, hal sepele saja mereka ributkan. Waktu itu, Kharin mengajak Jay untuk menghadiri launching Hospital Café milik temannya. Kharin meminta Jay untuk memakai baju biru dongker, mereka memang sering beli baju couple dengan berbagai macam warna biru setiap dua minggu sekali. Ketika Kharin melihat Jay salah menggunakan  baju yang Ia minta, langsung saja mereka bertengkar. Bagi Jay Ia sudah sesuai menggunakan baju yang di minta Kharin, biru dongker. Bagi Kharin baju yang dikenakan Jay bukan biru dogker, tapi biru tua. Terkadang pertengkaran-pertengkaran mereka gak penting, tapi dari pertengkaran itulah munculnya rasa suka diantara mereka. Entahlah mereka ini pasangan apa, yang jelas mereka unik. Kalau lagi akur, dari pagi hingga bertemu pagi lagi bahasa mereka bagaikan penyair. Rayuan gombal, pujian, sayang-sanyangan gak ada hentinya. Tapi, kalau sedang berantem, bunyi petasan dan kembang api di malam tahun baru kalah dengan suara mereka.

“Ay, jadi kita mau kemana?” Jay mencoba menghubungi Kharin dengan pertanyaan yang sama. “Aku udah ambil libur hari ini, karena mau jalan sama kamu.” 

“Aku mau ke mall, beli sepatu.” Jawaban Kharin pun masih sama, tapi kali ini ia rendahkan nadanya.

“Baiklah kalau kamu mau ke Mall, gak lamakan beli sepatunya?”

“Iya, gak. Sebentar kok!” Jay menuruti keinginan Kharin, walau sebenarnya ia tahu sebentarnya Kharin milih-milih sepatu sampai satu jam.

“Setelah ke Mall kita ke taman kota ya, dan setelah itu kita ke undangan temanku. Maya nikah hari ini, di gedung Elnusa TB Simatupang.”

“Iya beb, kemanapun kamu pergi aku akan ikut.” Kharin mulai meluluhkan hati Jay.

“Terimakasih ya Ay, kamu hanya satu dan satu-satunya.” Raja gombal selalu saja punya kata-kata gombal untuk menaklukkan wanitanya.

Tepat pukul 11.00 mereka keluar dari Mall di daerah Jakarta Selatan. Kharin merasa puas dengan sepatu barunya, semantara Jay masih pusing melihat, gedung-gedung, ruangan, lampu, juga musik-musik. Bagi Jay, melihat tanaman, pohon yang rindang, air mancur, juga desiran angin yang membuat daun-daun menari juga suara burung-burung adalah hal yang indah dan jiwanya merasa damai. Maklumlah sebagai programmer setiap hari Jay hanya berada di dalam ruangan berhadapan dengan laptop. Kharin, cewek cuek bermata bulat itu adalah pacar ke-10 Jay. Walau ia dengan Kharin suka bertengkar namun, tak mengurangi kedamaian Jay ketika berada di taman. Justru Kharin membuat hidup Jay jadi penuh tantangan. Kharin punya sisi lain yang mengisi ruang kosong di hati Jay.        

“Beb, bunga di ujung sana indah baget ya. Warnanya kuning kemerah-merahan.”

“Yang mana?”

“Yang itu” Kharin menunjuk bunga yang berada di sisi kirinya.

“Ah, itu biasa aja”

“Itu indah baget beb. Lihat saja banyak pengunjung yang berfoto di sana.”

“Di mataku, bunga yang indah itu kamu.”

 Kharin senyum-senyum tersipu malu.

 

“Ay, ke undangan Maya, mau amplopin berapa?”

“Dia teman dekat kamu?”

“Gak juga si”

“250.000 aja. Kamu bawa amplopnya?”

“Bawa” Jay mengeluarkan amplop dan dompet berisi uang Rp 200.000 dari sakunya.

“Ay, uangku tinggal 200.000.”

“Ih,, gajimu kau habiskan ke mana si?”

“Maklum Ay, ini tanggal tua dan lagi pula aku kan mulai nabung untuk masa depan kita.”

Lagi-lagi Kharin tersenyum tersipu malu.

“Yasudah kalau begitu 100.000 saja. Yang 100.000 lagi untuk bansin motor kamu sampai gajian.”

Untunglah gajian tinggal dua hari lagi. Gumam Jay dalam hati. Dia lupa kalau besok, Minggu, Jay ada undangan  dari Syella mantan pertamnya.

“Ditulis gak ya, namanya?”

“Tulis aja, sini aku yang tulisin.” Jay memberikan amplop itu pada Kharin.

Selesai di tulis nama Jay di amlpo putih Kharin mengembalikan amplop itu ke pangkuan Jay.  Sementara Jay membenarkan penampilannya untuk berangkat ke undangan Maya.

Pukul 13.30 Jay dan Kharin menuju gedung Elnusa. Weekend gini jalanan sana-sini pasti macet. Dengan lincah Jay mengendarai motor maticnya mampu menyalip kendaraan roda empat. Gedung itu terlihar mewah dan megah. Saat di depan gedung mereka disambut foto pra-wedding Maya dengan suaminya. Antrean yang cukup panjang bagi mereka untuk bersalaman dengan pengantin hanya sekadar memberikan ucapan selamat dan doa restu. Mata Jay sudah jelalatan melihat makanan di kanan kirinya. Sate, siomay, bakso, macaroni schotel, zuppa soup, es krim ingin ia lahap dalam satu waktu. Tapi antrean ini masih panjang.

“Ay, aku mau ambil siomay ya”

“Kamu masih belum kenyang juga? Sudah satu mangkuk zuppa soup dan sate masih mau nambah siomay? Malu tau isi amplopmu Cuma 100.000”

“Ah, gak ada yang tahu ini kita makan banyak, isi amplop cuma 100.000”

Jay, yang gak tahu malu tetap mengambil siomay. Perutnya terlalu lama kosong. Semalam ia lembur menyelesaikan projectnya samapai pukul 03.00 dini hari, ia lupa makan.

Setelah Jay merasa perutnya sudah cukup terisi, mereka pulang. Udara Jakarta masih terasa panas di sore hari. Mereka sebanarnya tak benar-benar pulang. Taman lampion, daerah Tanggerang jadi tempat meraka bermalam minggu.

Selama di perjalanan Jay dan Kharin membicarakan masa depan mereka, gombalan dan rayuan Jay tak ada hentinya. Walau sering di gombalin tetap saja Kharin tersipu-sipu malu di hadapan Jay. Saat meraka sudah memasuki kota Tanggerang, Kharin merasa ada yang aneh di tempat pernikahan Maya.

“Beb, tadi kamu sudah masukin amplop ke kotak Maya?”

 Pertanyaan Kharin mengejutkan Jay.

“Lohh, amplop itukan sama kamu, seharusnya kamu yang masukan ke kotaknya Maya.”

“Aku gak megang amplop itu Beb” Jay langsung berhentikan kendaraanya di tepian jalan. Jay turun dari motor, Ia benar-benar marasa kaget.

“Tadi setalah aku mengeluarkan dompet, aku isi amplop itu dengan uang 100.000 lalu aku kasih kamu.”

“Iya, setelah itu aku tulis namamu di amplop itu dan aku kembalikan lagi ke kamu.”

“Gak, aku gak nerima amplop itu!” Jay, cowok ekspresif mukanya memerah. Ia tampak kesal dan malu. Satu magkuk zuppa soup, satu porsi sate, dan siomay, belum lagi es krim, dia makan gratis di acara pernikahan Maya.

“Kamu ini bagaimana si, amplop itu tadi aku kasih ke kamu.” Jay melanjutkan peryataanya.

“Tapi aku sudah kembalikan lagi ke kamu.” Kharin juga tak mau kalah, karena ia merasa sudah mengembalikan amplop itu ke pangkuan Jay.

Lagi-lagi sepasang kekasih ini bertengkar. Kali ini mereka bertengkar di ruang terbuka, pinggir jalan. Orang-orang yang lalu lalang dengan kendaraan masing-masing menyaksikan pertengkaran antara Jay dan Kharin. Semua mata pengendara tertuju pada mereka. Sedangkan mereka tetap bertengkar tentang amplop itu. Ah, sepertinya pertengkaran mereka tak perlu lagi di ceritakan di sini.

 

#Cerpen ini terispirasi dari teman yang lupa memasukan amplop saat menghadiri pesta pernikahan temannya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun