Mohon tunggu...
Ukhty Iza
Ukhty Iza Mohon Tunggu... Guru - setiap hari embun meneteskan kesetiaanya pada pagi

Darimu ku dengar manisnya surga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bila Rindu, Ulurkan Tanganmu ke Hujan

20 Maret 2016   16:05 Diperbarui: 20 Maret 2016   17:31 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber gambar: www.datahakekat.blogspot.com"][/caption]Hari ini aku ingin menulis tentangmu lagi Ney. Tapi bukan hanya tentangmu, ini tentang kita. Nampaknya malam begitu pandai menyembunyikan kebisingan. Begitu juga dengan kita, malu-malu tentang rasa. Bersembunyi dibalik kesibukan masing-masing. Berpaling saat rindu menyambut. Berlari mencari tepian sunyi. Tertawa dibalik duka sebuah asa.

Ney, aku juga tak bisa membohongi diri. Kalau pun aku berbohong, semua sudah tampak dari sikapku terhadapmu. Kau juga tahu bagaimana kakunya aku saat mengembalikan buku yang kupinjam darimu beberapa bulan lalu. Kau pun tahu, lidahku kelu saat berbicara denganmu. Andaikan saja telingamu bisa mendengar detak jantungku saat kita bertemu, ku yakin kau akan mentertawaiku.   

Ney, aku pun menangkap gerak-gerik cinta dalam dirimu padaku. Bola matamu yang menyampaikannya. Bahasa cinta selalu terdengar dari lisanmu. Dan kau pula yang mengawali ucapan selamat malam sebelum tidur menjadi tempat istirahat dari aktivitas kita.

Neyra, aku yakin kita sama-sama sedang jatuh cinta. Kita sama-sama dalam asmara, kita sama-sama dalam suka, kita sama-sama dalam rindu. Juga kita sama-sama memendam semua rasa itu. Memang pantangan bagi wanita untuk mengatakan rasa terlebih dahulu ke laki-laki. Memang tak perlu kau duluan yang mengatakan itu Ney, biar aku yang mengawalinya. Aku yang akan menjemput rasamu. Rasa kita berdua. Tapi memang bukan sekarang Ney. Nanti. Suatu saat nanti aku akan mengatakannya padamu. Aku janji.

Saat ini aku terlalu pengecut untuk mengatakan itu semua. Aku belum bisa berdamai dengan diri. Masih banyak yang perlu aku introspeksi. Aku ingin ketika menjemput rasamu, aku benar-benar siap, ku harap begitu juga denganmu. Kau benar-benar siap menerima ku.

“Assalamu’alaykum Fabiyan. Bagaimana kabarmu? Kapan kamu akan ke Pipiltin Cocoa?” itulah isi pesan singkatmu beberapa detik lalu.

Ney, maafkan aku… aku tak membalas pesan singkatmu. Beberap hari ini kau sering mengirim pesan singkat, namun aku tidak membalasnya.  Mungkin, untuk beberapa bulan kedepan pun seperti itu. Aku tahu kamu pasti sedih. Tapi ini gak akan lama, hanya beberapa bulan saja. Walau para pujangga bilang kalau sedang jatuh cinta bila tak bertemu sehari saja maka rasanya seperti sebulan, begitu juga dengan komunikasi. Aku katakan lagi Ney, ini tak akan lama. Aku butuh menenangkan diri.

Ney, bila rindu datang kala hujan turun. Ulurkanlah tanganmu ke hujan, biarkan telapak tanganmu dibasahi olehnya. Karena pada saat itu, aku selalu menyampaikan pesan sayang untukmu ke langit dan hujan akan menyampaikannya melalui tanganmu. Bila hujan tak turun, datanglah pada malam hari. Pandanglah langit beberapa detik saja. Lalu pejamkan matamu. Karena pada malam aku selalu berdoa untukmu. Doa yang kupanjatkan dari hati, maka akan sampai pula ke hatimu.

Ney, bersabarlah. Aku akan tetap mencintaimu…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun