Mohon tunggu...
UKHTI MARDIATI
UKHTI MARDIATI Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi saya mendengarkan musik, membaca dan memasak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dasar di Lingkungan Sekolah

21 Januari 2025   23:35 Diperbarui: 21 Januari 2025   23:35 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkembangan sosial emosional anak merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri anak sehingga menimbulkan perubahan keadaan fisik dan mental sehingga menimbulkan emosi seperti kesedihan, kemarahan, kebahagiaan, tidak bertanggung jawab, kesulitan dalam mengambil keputusan, dan berperan penting dalam tumbuh kembang anak. dunia pendidikan. Oleh karena itu, perkembangan sosial dan emosional anak berdampak besar baik terhadap lingkungan sekolah, dan perkembangan sosial dan emosional anak berdampak besar terhadap perilaku, adaptasi, kontrol dan regulasi. Ketika anak mampu beradaptasi dengan lingkungannya, perkembangan sosial dan emosionalnya pun ikut terdorong. Perkembangan sosial dan emosional anak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor lingkungan sosial dan lingkungan rumah, untuk mencapai perkembangan yang baik begitu pula sebaliknya pengaruh negatif terhadap lingkungan sosial dan rumah menyebabkan anak mengalami permasalahan dalam perkembangan sosial dan emosional. 

Oleh karena itu, peran orang tua mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan sosial dan emosional siswa sekolah dasar, artinya memberikan bimbingan dan arahan terhadap perkembangan sosial dan emosional siswa sekolah dasar agar tujuan akhirnya dapat tercapai. Anak sekolah dasar sudah mempunyai emosi sosial dan mulai berkembang secara sosial. Siswa sekolah dasar yang mampu berinteraksi dengan baik dengan teman sebaya, berteman, dan berbagi secara mandiri akan belajar meniru dan mempelajari hal-hal seperti saling menyayangi antar saudara untuk kehidupan sosial yang baik dan mediasi amarah ketika emosi sulit dikendalikan ekspresikan emosi Anda melalui pembiasaan (Clancy, 2020; Hendry, 2023; Mastorakos, 2019; Treat, 2020). Oleh karena itu, anak memerlukan lingkungan yang mendukung agar dapat mengembangkan emosi yang baik sesuai dengan kemampuannya.Oleh karena itu, lingkungan rumah merupakan salah satu landasan pertama bagi pendidikan sosial emosional anak ke arah yang positif. Oleh karena itu, tujuan artikel ini adalah untuk memperjelas bagaimana keadaan sosial emosional anak sekolah dasar berkembang di lingkungan rumahnya. Untuk perkembangan fisik dan mental di masa depan (Ruja Wati, 2020).

A. Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Pra Sekolah 

Perkembangan sosioemosional adalah proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan emosi saat berinteraksi dengan orang-orang di sekitar, seperti orang tua, saudara, rekan kerja, atau individu lain dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan sosio-emosional mencakup aspek emosi, kepribadian, dan hubungan interpersonal. Pada masa anak usia dini, perkembangan sosioemosional berkisar pada proses sosialisasi, yaitu proses di mana anak mempelajari nilai-nilai dan perilaku yang dapat diterima secara sosial. Anak prasekolah, berusia 0 hingga 6 tahun, berada pada periode penting yang sering disebut sebagai masa emas (golden age) karena merupakan tahap krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Pada usia ini, anak-anak berada pada tahuntahun pembentukan ketika perkembangan fisik dan mental mereka berada pada tahap awal. Anak prasekolah belajar dengan cara yang unik dan berbeda dari orang dewasa. Masa usia dini, khususnya 3 hingga 6 tahun, dianggap sebagai masa sensitif yang membutuhkan perhatian khusus. Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh menyatakan bahwa periode ini adalah waktu di mana fungsi-fungsi tertentu perlu dirangsang dan dikendalikan untuk menghindari hambatan dalam perkembangan anak. Anak prasekolah berada pada tahap inisiatif versus rasa bersalah. Pada tahap ini, anak mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitar menggunakan semua kemampuannya, yang memicu rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang dilihatnya. Meskipun anak-anak berusaha melakukan berbagai kegiatan, keterbatasan kemampuan mereka sering menyebabkan kegagalan, yang dapat menimbulkan rasa bersalah dan mengurangi keinginan mereka untuk mengambil inisiatif. Anak-anak prasekolah cenderung egois, melihat dunia dari sudut pandang mereka sendiri berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang terbatas oleh perasaan dan pikiran mereka yang masih sempit. Mereka sangat terpengaruh oleh pemikiran sederhana mereka sehingga tidak mampu memahami perasaan dan pikiran orang lain. Ciri lain dari anakp prasekolah adalah pola pikir sosial yang primitif, yaitu ketidakmampuan berempati terhadap lingkungan. Anak belum mengenal atau memahami keberadaan orang lain atau benda yang berbeda dari dirinya sendiri. Mereka percaya bahwa orang lain menghargai dan merasakan peristiwa dengan cara yang sama seperti mereka.Ekspresi rasa syukur pada anak-anak adalah spontan dan jujur, baik melalui ekspresi, tindakan, maupun bahasa. Anak-anak tidak mampu berbohong atau berpura-pura, dan mereka mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka. Anak prasekolah juga mengembangkan pandangan fisiologis terhadap kehidupan, yaitu keyakinan bahwa segala sesuatu di sekitar mereka memiliki jiwa, baik yang bersifat material maupun spiritual seperti yang mereka miliki. Oleh karena itu, anak-anak pada usia ini sering berbicara dengan binatang, boneka, dan objek lainnya. Rasa ingin tahu yang kuat juga merupakan ciri khas anak prasekolah. Mereka suka meniru segala sesuatu yang mereka lihat, dengar, dan rasakan, serta memiliki keinginan kuat untuk mengejar ketertinggalan. Emosi anak-anak berbeda dari orang dewasa; gejalanya mungkin berumur pendek, tiba-tiba berakhir, lebih intens, sementara atau dangkal, sering terjadi, mudah dikenali melalui tindakan atau reaksi, dan mencerminkan ciri-ciri kepribadian mereka (Idanah, 2019).

B.Pembelajaran Sosial Emosional di Sekolah Dasar

Keterampilan emosional, seperti kemampuan merasakan, menggunakan, memahami, dan mengelola emosi, berperan penting dalam fungsi sosial yang optimal. Emosi sosial dalam kehidupan sehari-hari dianggap sebagai keterampilan. Cole & Cole menggunakan istilah "keterampilan sosial-emosional" untuk mendukung proses interaktif memperkenalkan anak ke masyarakat, serta menumbuhkan kemandirian melalui interaksi kepribadian, emosi, dan keterampilan. Kami memahami bahwa organisasi mencakup keterampilan bertindak sebagai manusia agar dapat berkembang, dengan kontrol melalui mekanisme mental. Pembelajaran sosial-emosional adalah bidang pendidikan yang menggabungkan pengetahuan akademis dengan keterampilan dan kompetensi penting untuk keberhasilan di sekolah, komunitas, dan kehidupan profesional. Pembelajaran ini mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan anak-anak dan orang dewasa untuk memahami dan mengelola perasaan, sikap, dan emosi mereka, serta untuk mempelajari keterampilan secara efektif. Emosi diperlukan untuk mencapai tujuan, merasakan dan menunjukkan kasih sayang kepada orang lain, membangun dan meningkatkan keterampilan sosial dan emosional, serta membantu siswa menjalani kehidupan di luar sekolah. Keterampilan sosial-emosional di luar sekolah adalah keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk berkomunikasi dengan komponen sekolah guna memajukan proses pembelajaran. Siswa sekolah dasar berkembang dengan sikap empati dan solidaritas, serta belajar mengungkapkan perasaan mereka. Pendidikan yang berpusat pada siswa memerlukan komunikasi, hubungan, dan interaksi antar siswa melalui pembelajaran kolaboratif, diskusi kelompok, dan proyek. Para peneliti sepakat bahwa guru adalah faktor terpenting dalam meningkatkan prestasi siswa di sekolah. Paradigma pembelajaran yang sebelumnya diartikan sebagai aktivitas individu kini bergeser ke arah interaksi sosial dan emosional. Sebelum kesadaran ini memudar, pembelajaran di kelas adalah proses kolaboratif antar siswa, dan pembelajaran tidak dianggap sebagai kegiatan kompetitif yang melemahkan hubungan antar siswa. Ketiga pendekatan ini berbeda dan menghasilkan hasil yang berbeda pula. Bila belajar dianggap sebagai aktivitas individu, kondisi di luar diri menjadi tidak penting dan siswa menjadi acuh terhadap lingkungan. Akibatnya, siswa tidak siap menghadapi kehidupan bermasyarakat karena perbedaan antara kehidupan di sekolah dan di luar sekolah yang memerlukan interaksi dengan masyarakat lainnya. Dalam pendekatan kompetitif, siswa lain dianggap sebagai musuh dan siswa berusaha mengalahkan mereka. Pendekatan ini efektif dalam beberapa hal, terutama sebagai motivator bagi siswa untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Namun, berbeda dengan dua pendekatan sebelumnya, kami memperkirakan bahwa opini siswa akan lebih negatif terhadap pendekatan pembelajaran di kelas abad ke-20 dan ke-21, di mana siswa melihat siswa lain sebagai mitra dalam pemecahan masalah (Lesmoyo, 2023).

C. Lingkungan Sekolah Dasar

Sekolah dasar merupakan lembaga formal yang tidak hanya memberikan pengetahuan pembelajaran tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial dan emosional siswa..Hal ini didukung oleh pendapat Yustiana bahwa keterampilan membaca, menulis, dan berhitung bukanlah satu-satunya keterampilan pribadi yang perlu diperoleh siswa. Namun,anak juga membutuhkan kemampuan untuk mengembangkan keterampilan social. Namun perolehan keterampilan sosial saat ini tidak didukung oleh dunia pendidikan karena hanya berfokus pada keterampilan akademik.Pelajaran yang diajarkan selalu dihafal dan jangan beri siswa kesempatan seperti itu. Faktanya, permainan merupakan kebutuhan penting dalam pendidikan tinggi untuk mendorong perkembangan siswa dan memperoleh keterampilan sosial. Justina menekankan pentingnya mengembangkan keterampilan sosial pada siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Masalahmasalah berikut muncul,Anak kesulitan dalam penyesuaian diri, masih adanya sikap individualistis dan ego yang tinggi, kurangnya sikap kooperatif, dan lemahnya empati siswa terhadap orang disekitarnya. Dalam hal ini permasalahan-permasalahan tersebut dapat diketahui melalui penelitian, khususnya bagi anak-anak yang baru masuk sekolah dasar. Karena siswa belum mengembangkan keterampilan sosial, hal ini berdampak signifikan terhadap aktivitas kelas (suasana psikologis). Sebab, anak belum memiliki pengetahuan tentang keterampilan sosial dan belum ada teladan yang bisa membimbingnya. Anak menjadi manusia yang tidak mampu berinteraksi dengan orangorang disekitarnya. Dan di dalam kelas, anak-anak ini kemungkinan besar tidak akan diterima atau ditolak oleh teman-temannya. Anak yang tidak mampu bekerja sama, berempati, dan rukun satu sama lain akan berdampak buruk bagi perkembangannya dim masa depan. Di sisi lain, mengembangkan keterampilan sosial yang baik akan membantu Anda diterima oleh teman, guru, dan masyarakat sekitar, dan pada akhirny berujung pada keberhasilan pembelajaran (Ramadhani, 2020). 

Simpulan

Dapat disimpulkan dari Hasil wawancara seorang guru SDN Rangdumulyo 01 mengungkapkan bahwa perkembangan sosial dan emosional anak di lingkungan sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam mengontrol emosi. Anak-anak yang mampu mengelola emosinya cenderung memiliki hubungan sosial yang baik dengan teman dan guru, sementara anak-anak yang kesulitan mengontrol emosi sering menghadapi masalah dalam interaksi sosial. Kunci keberhasilan perkembangan sosial dan emosional anak terletak pada perhatian dan dukungan yang diberikan oleh guru dan orang tua. Guru berperan penting dengan memberikan perhatian khusus dan peduli terhadap kebutuhan emosional anak, serta menjadi model perilaku positif. Di sisi lain, orang tua berperan dengan memberikan teladan dalam kehidupan sehari-hari seperti memberi salam, jujur, tidak membeda-bedakan teman, dan lain-lain. Contoh ini dapat membantu anak belajar mengendalikan emosi dan berinteraksi secara positif. Sebaliknya, anak yang kurang mendapat perhatian dan dukungan dari lingkungan rumahnya cenderung menunjukkan perilaku negatif secara sosial dan emosional. Mereka mudah marah, suka memerintah, sering bertengkar dengan saudara kandung, dan tidak mendengarkan nasihat orang tua. Oleh karena itu, peran keluarga sangatlah penting dalam membentuk perkembangan sosial dan emosional anak. Kolaborasi yang erat antara guru dan orang tua dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dan memperhatikan Penuhi kebutuhan anak dan biarkan mereka tumbuh menjadi individu yang unggul mampu mengelola emosinya dengan baik dan berinteraksi secara positif dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Dengan perhatian dan dukungan yang tepat, anak-anak tidak hanya berhasil secara akademis, tetapi juga berkembang menjadi individu yang seimbang dan teladan bagi sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun