Gemerisik daun tersapu angin; menyeruakkan aroma rindang pepohonan
Memberi gambaran ketika engkau datang saat pagi menjulang di angkasa
Seketika engkau tertawa manja; menatapku yang menggelantung diantara daundaun cemara
Lalu mengajakku bercengkrama dengan aksaraaksara penuh makna
*
Aku hanya embun, yang ingin menatapmu meski terkadang aku hilang
Aku embun yang ingin menyegarkanmu, memberimu kenangan
sebelum matahari meleburkanku bersama siang
agar engkau selalu menunggu pagi, dan menyapaku kembali dengan senyuman
*
Namun...
Sebelum aku benar-benar lebur bersama cahaya
Aku melihatmu memanggil hujan...
Menyapanya sama seperti aku engkau sapa
Menulisnya dengan pena yang sama; dengan coretan yang tak ada beda
*
Aku ingin memeluknya, erat...
Membebaskan dirinya yang menangis dalam diam...
Aku merasa aku adalah bagian dari dirinya yang tertinggal...
Karena embun ada, setelah hujan redah...
.
.
.
Maros, 20 April 2014
Special untuk seorang wanita, kakakku "Ervyanti Rustan" :) :*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H