Pilihan lain adalah menjadi ‘graduate school’ yang juga memiliki identitas sebagai lembaga riset jempolan, paling tidak di tingkat nasional atau regional ASEAN lah, kalau memang belum bisa unjuk gigi di peringkat internasional. Hal ini bisa secara otomatis dilakukan, karena kualifikasi mahasiswanya di tingkat pasca sarjana sehingga mereka lebih banyak melakukan aktivitas riset dan publikasi, dibanding rutinitas mengajar seperti S1. Namun untuk mencapai taraf itu, syaratnya balik lagi ke reputasi dan kualifikasi para peneliti dan pakar yang terdaftar sebagai staf di ‘graduate school’ itu. Menjadi semacam pusat riset unggulan (center of excellence) tentu juga bukan urusan enteng bila tidak ditunjang dana dan fasilitas serta oleh portofolio prestasi publikasi dan kepakaran yang telah teruji secara internasional. Namun bila memang sudah teruji, maka potensi pasar yang dimunculkan akan datang dengan sendirinya dalam bentuk permintaan riset, kerjasama, konsultansi, pendampingan ataupun menjadi rujukan terhadap isu-isu pendidikan kontemporer. Mungkin salah satu alternatif yang menarik yang bisa digagas oleh mereka adalah menjadi pusat riset pendidikan Indonesia, berhubung kalau bidang politik sudah oleh Cornell University di Amerika Serikat, dan bidang ekonomi oleh Australian National University.
sebelumnya sudah di publikasikan di:
http://deceng2.wordpress.com/2012/09/07/cerita-perubahan-pendidikan-guru-di-malaysia/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H