Mohon tunggu...
Uji Saputri
Uji Saputri Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

"Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang." - Ir. Soekarno.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pandangan-pandangan dalam Penulisan Sejarah Sastra

30 Oktober 2023   06:58 Diperbarui: 31 Oktober 2023   19:37 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sejarah sastra dapat ditulis dari berbagai sudut pandang.  Yudiono K.S mengutip tulisan Sapardi Djoko Damono “Beberapa Catatan Penulisan Sejarah Sastra” (2000), berpendapat bahwa penulisan sejarah sastra Indonesia dapat didasarkan pada genre, tema, perkembangan tokoh atau latar belakang sosial, yang kesemuanya merupakan sarana untuk bermakna. dan bermakna bagi masyarakat. Menempatkan karya sastra secara relevan dengan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. 

Misalnya, penelitian sastra bisa dimulai dari persoalan proses penciptaan suatu karya, atau bisa juga dimulai dari persoalan distribusi, bisa juga dimulai dari persoalan proses penerbitan karya tersebut, atau bahkan bisa juga dimulai dari masalah. masalah reaksi pembaca terhadap karya tersebut. Novel seperti Siti Nurbaya karya Marah Rusli sangat penting dalam sejarah sastra Indonesia karena sudah dicetak sebanyak 20 kali sehingga patut dipertanyakan berapa kali terbit berapa royaltinya, siapa ahli warisnya, apakah naskahnya berubah, dan bagaimana pembaca akan menerimanya.

Namun, pengajaran sastra juga dapat dijadikan sebagai salah satu aspek sejarah sastra. Bagaimanapun juga menuliskan sejarah sastra dari perspektif pengajaran sastra akan menunjukkan bahwa sastra merupakan bidang ilmu yang terus berkembang, mengikuti perkembangan mutakhir dalam bidang tersebut. Menuliskan sejarah sastra berdasarkan karya-karya yang muncul di koran maupun majalah kesusastraan yang bermunculan sejak lahirnya media ini di zaman kolonial juga dapat menjadi tantangan lain bagi para pemerhati sastra, baik akademisi maupun non akademisi.

Referensi:

Buku Sejarah Sastra Indonesia, Ahmad Bahtiar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun