Mohon tunggu...
mjihadhikami
mjihadhikami Mohon Tunggu... Duta Besar - pelajar

hidup sekali hidup lah yang berarti sekali hidup jangan takut mati takut hidup mati saja.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kualitas Penerjemah

5 November 2020   00:04 Diperbarui: 5 November 2020   00:17 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ontologi penerjemahan sebagai praktik dan seni

Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani, hal tersebut membahas tentang keberadaan ataupun hakikat yang bersifat konkret, secara sederhana bisa disebut dengan realitas, jika dikatikan dengan bahasa atau penerjemahan maka ontologinya mencari hakikat bahasa dan penerjemahan tersebut.

Realitas merupakan hal yang tak terpisahkan dari pengalaman hidup, pemahaman, pikiran atau desain, maka penerjemahan bukan hanya bisa di artikan dengan kata perkata karena sebuah kalimat tidak bisa di artikan satu kata satu kata, jika di artikan dengan seperti itu maka sebuah makna keseluruhan kalimat tidak akan begitu jelas dan sangat membosankan bagi pembacanya.

Meoliono (1989:195) berpandangan bahwa pada hakikatnya pernerjemahan ini merupakan kegiatan memproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang paling wajar dan alamiah dalam bahasa sumber ke dalam bahsasa penerima, baik dilihat dari segi arti maupun gaya.  

Bahasa merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan, maka hal itu menjadi kegiatan kehidupan manusia karena dengan bahasa mereka dapat bercerita dengan berbagai bacaan. Serta sebagai proses transfer budaya dan ilmu pengetahuan juga dilakukan sebagai bangsa indonesia sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar, hal ini sering di jumpai karena karya-karua terjemahan ulama terdahulu (Yunus, 1989:4).

Maka suatu bahasa yang termasuk dalam penerjemahan dengan menerjemahkan sebuah bahasa, diperlukan hakikat penerjemahan dengan sebuah seni, seni yang merupakan daya tarik untuk para penerjemah maupun para pembaca hasil terjemahan tersebut.

Penerjemahan sering kali dilihat sebagai alih bahasa ditingkat kata, seperti bahasa sumber kepada bahasa sasaran, dan hasil terjemahannya bisa problem secara sintaksis (kalimat), sehingga tidak komunikatif. Ada juga definisi penerjemahan sebagai alih bahasa sebagai alih kalimat, yaitu mengalibahasakan bahasa sumber kedalam bahasa sasaran atau sebaliknya. Sedangkan jika yang diperhatikan bahasa sasaran hasil penerjemahannya bisa menghasilkan pengkhianatan, maka diperlukan keseimbangan diantara keduanya.

Ada pula penerjemahan sebagai pengalihan gagasan, hal ini sesuai dengan penerjemahan sebagai seni, penerjemahan ini pada intinya adalah pengalihan gagasan, bukan pengalihan bahasa, tetapi dengan keseimbangan bahasa sasaran dengan bahasa sumber, baik di tingkat kata (leksem), bentuk kata (morfologi), maupun di tingkat stuktur kalimat (sintaksis).

Definisi ini bisa untuk sebuah penerjemahan sebagai proses keterampilan.definisi ini juga bisa disebut bermasalah jika penerjemahan dilihat sebagai sebuah ilmu. Karena sebagai sebuah ilmu entitas penerjemahan terkait dengan seperangkat prinsip, konsep, teori.

Sebagai sebuah ilmu yang independen, penerjemahan mempelajari metode - metode teknik, juga prinsip, dan teori pengalihan gagasan dengan memperhatikan secara seimbang bahasa sasaran dan bahasa sumber, baik lisan maupun tulisan, baik di tingkat kata, maupun di tingkat struktur kalimat. Bahkan juga hubungan antar kalimat yang membentuk wacana sehingga hasilnya bukan hanya sohih, melainkan juga sebagai karya terjemahan yang baik. Dengan contoh hasil terjemahan, tidak terasa karya itu sebagai karya terjemahan, seolah hasil terjemahan yang dibaca itu sebagai teks asli. Karakter penerjemahan yang baik ini juga harus dijadikan ukuran dalam kritik terhadap sebuah hasil penerjemahan.

Penerjemahan sebagai ilmu sudah memenuhi syarat, karena objek matrialnya adalah bahasa sumber dan bahasa sasaran, dan objek formalnya adalah pesan yang akan disampaikan.

Dalam metode penerjemahan terkenal dengan dua metode yaitu, metode harifah dan metode maknawiah, kedua metode tersebut dini hari masi digunakan dan ada sisi plus dan minusnya. Metode harfiah meski plusnya lebih unggul, namun tidak dapat memberikan pemahaman yang baik terhadap pembaca dan hasilnya kurang kaku, bahkan bisa salah penyampaiannya. Sementara metode maknawiah meski bisa memberikan pemahaman yang baik untuk para pembaca dan pendengar, namun bisa saja mengkhianata bahasa sumber.

Wajar saja jika ada suatu kalimat ataupun kata selalu ada yang hilang dari teks aslinya, maupun menyusut, keliru, meleset dll. Secara umum penerjemahan hanya bisam menampilkan karya terjemahan sebagai bayang bayang dari karya aslinya, meski ada saja kendati karyanya yang lebih hebat daripada karya aslinya.

Penerjemahan moderat dan prinsip prinsip penerjemahan 

Penerjemahan dapat di artikan sebagai kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan. Didalam penerjemahan terdapat prinsip yang harus diketahui dan dimiliki oleh setiap penerjemah. Maka dengan itu penerjemahan merupakan suatu pekerjaan yang membutuhkan kesungguhan agar hasil maksimal, jika tidak maka hasil dari terjemahan akan menimbulkan kesalahpahaman dari maksud dan pesan si pengarang. Maka untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan prinsip prinsip dasar.

Menurut Marthin Luther, yang mengemukakan prinsip - prinsip bahwa seorang penerjemahan haruslah mampu mengalihkan suatu aturan kata, mempergunakan kata kerja bantu,  mempergunakan kata penghubung, tidak memasukkan kata yang tidak ada padanan terjemahannya didalam bahasa sasaran, mempergunakan frase apabila salah satu kata bahasa sumber itu tidak ditemui padanan terjemahannya dalam bahasa sasaran, dan mampu mengamati ragam dan gaya bahasa sumber.

Sedangkan didalam buku Sastra Banding Karya Prof. Dr. Syukron Kamil di hal. 145, untuk mengukur karya penerjemahan yang baik juga baik dalam memproduksi antara teks asli dan versi terjemahannya bisa dilakukan dengan melihat apakah karya itu memenuhi prinsip - prinsip penerjemahan yang harus di rujuk dalam proses kerja dan mengkaji penerjemahan. (1) dilihat dari sisi bahasa sumber yang didalamnya tidak ada pengkhianatan penerjemah dengan contoh semaunya. Karena penerjemah harus jujur dan amanah. (2) dilihat dari sisi bahasa sasaran (leksikografi, gramatika, dan stilistika) terdapat komunikatif, dilihat dari sisi sintaksis bahasa terjemahannya harus bahasa yang bagus dan benar, misalnya sesuai dengan ketentuan bahasa Indonesia yakni SPOK. (3) dilihat dari pentingan pembaca, hasil terjemahan memberi pemahamam yang tepat dan akurat, dengan kata lain pembaca mudah memahami maksud yang disampaikan si penerjemah. (4) terdapat kontekstualitas teks saat menerjemahkan, maka hal ini adalah penerjemahan yang terbaik ialah kontekstual sehingga kepaduan teks akan terjaga, baik antar kata yang membentuk struktur, maupun antar kalimat yang membentuk setara maupun bertingkat.

Dari diatas tersebut bisa di singkatkan menjadi peran yang terpenting dari syarat sebagai kritikus penerjemahan adalah mengusai bahasa sebagai praktik maupun ilmu dalam bahasa sasaran maupun bahasa sumber hal itu harus seimbang, menguasai materi, seperti materi polik seni, pendidikan dll. Karena hal ini kurang di perhatikan prodi tarjamah.

Moderat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem. Ataupun bercendurung ke arah jalan tengah. Dengan kata lain penerjemahan harus seimbang antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. penerjemah yakni mampu menerjemahkan dengan baik dan `menjauhkan peribahasa yang tidak sewajarnya, serta mampu mempertimbangkan pandangan pihak orang lain.

Bagi penerjemah moderat sesungguhnya mereka telah jujur dalam menerjemahkan, karena melakukan penyempurnaan redaksi tersebut yang dianggap sudah tidak relevan dengan menyesuaikan perkembangan.

Penyempurnaan secara menyeluruh mencakup aspek bahasa, konsisten pilihan kata, substansi, dan aspek transliterasi. Dalam penerjemahan terdapat penerjemahan maknawiah yang tidak harfiah, hal ini termasuk dalam moderat. Karena antara harfiah dan maknawiah ialah metode moderat, serta pribahasa dengan metode tersebut diterjemahkan secara sejenis atau sepadan, .

Dengan begitu, penerjemahan yang dihasilkan baik, akurat sekaligus berterima. Dengan contoh   

(bersama keselamatan)

Kalimat  ini merupakan kesepadanan hubungan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran tanpa memperlihatkan kualitas teks sasaran, kedua tersebut lebih diutamakan daripada substansi pesan.

(selamat jalan)

Dengan arti kalimat ini menghubungkan antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran yang menyesuaikan dengan aturan yang berlaku, arti dari kalimat tersebut lebih mengutamakan pesan atau gagasan.

Terjemahan 'selamat jalan' lebih bisa menyampaikan pesan dengan kultur bahasa di suatu negara tersendiri, Indonesia. Untuk menghasilkan terjemahan yang mampu mengalihkan pesan secara tepat kadang diperlukan penambahan atau pengurangan dalam teks sasaran.

Syarat penerjemahan dan metode penerjemahan sastra sebagai basis kritik

Syarat menjadi penerjemahan yang mengahasilkan suatu terjemahan yang baik, maka seorang penerjemahan tidak serta merta hanya menerjemahkan satu bahasa ke bahasa yang lain tetapi harus merhatikan berbagai hal agar hasil terjemahannya bisa diterima dan tidak berubah pesan serta makna yang dimaksud didalam bahasa sumber.

Syaratnya diantara lain yaitu bisa dikatakan (1) menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran (2) mengenal budaya sumber dan sasaran (3) menguasai topik atau masalah teks yang diterjemahkan (4) kemampuan untuk memahami bahasi atau tingkat reseptif (5) kemampuan mengungkapkan gagasan secara tertulis (6) kemampuan menggunakan kamus dan referesin lainnya.

Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya, seorang penerjemah, tidak hanya memerlukan bantuan dalam penggunaan kamus atau referensi lainnya, namun harus menguasai suatu topik yang akan diterjemahkan, seperti menguasai dalam seni, politik, dan lainnya. Hal itu dapat membantu mempermudah seorang penerjemah dan menambah seni seorang penerjemah, agar pembaca tidak bosan membacanya.

Metode dalam KBBI adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Bisa juga cara kerja yang bersistem guna memudahkan tujuan yang ditentukan. Dengan cara abjad, analitis, asosiasi, berpikir, deduktif, dll.

Sebagai contoh ketika seorang penerjemah akan menerjemahkan sebuah teks untuk anak - anak ataupun objek lainnya, penerjemah harus sudah merencanakan apakah menghilangkan istilah istilah yang sulit mungkin akan menimbulkan bagi pembaca. Tentunya suatu metode tersebut disertai dengan pertimbangan - pertimbangan yang matang mengenai tujuan dan maksud.

Metodenya antara lain: dengan cara kata demi kata, penerjemahan secara harfiah, penerjemahan setia, penerjemahan semantik, penerjemahan bebas, penerjemahan idomatik, dan penerjemahan komunikatif.

Dengan adanya metode tersebut, maka wajar saja jika ada suatu kritikan atau bandingan hasil dari sebuah terjemahan.

Didalam buku sastra banding karya Prof. Dr. Sukron Kamil, dijelaskan bahwa secara bahasa kata kritik dalam bahasa arab iala Naqd yang artinya penelitian, analisis, pengecekan, pembedaan, kategorisasi, penilaian. Juga bisa didefinisikan sebagai proses meneliti dan menafsir, serta membedakan antara objek yang dikaji baik maupun buruknya dan menilai dengan sesuai ukuran ukuran tertentu yang termasuk didalamnya sastra terjemahan.

Karya sastra memiliki objek yang berdiri sendiri, terikat oleh dunia dalam kata yang diciptakan pengarang berdasarkan realitas sosial dan pengalaman pengarang. Karya sastra secarra tidak langsung dipengaruhi dari lingkungan si pengalaman, semua itu berpengaruh dalam proses penciptaan karya sastra.

Dari situlah mempunyai nilai nilai yang baik maupun buruk, maka diperlukan sebuah kritik ataupun nilai terhadap beberapa karya karya tersebut.

Kegiatan kritik disini bukan menjelekkan suatu objek tertentu, karena kritik penerjemahan ialah melakukan kerja, menganalisis suatu hal. Pemeriksaan baik buruknya dilihat dari pertimbangan atau teori, bahkan bisa melakukan dengan cara membandingkan objek yang sama, agar tampak jelas perbandingannya. Didalam etika kritik, bukan saja hanya menilai atau menjelekkan semata, harus pula disertai apresiasi.

Dengan begitu dari hasil tersebut tidak membosankan dan didalamnya terdapat rasa dan imajinasi. Maka didalam kerja ataupun proses tersebut terdapat diskusi atau perdebatan wacana.

Dalam sejarah islam praktik sastra sudah berkembang sejak masa pra islam seperti yang dilakukan an Nabigah az Zibyani, melainkan juga pada masa awal islam pada abad ke 7 seperti yang dilakukan Nabi yang memuji puisi Hassan bin Sabit dan juga Umar bin Khattab.

Dengan contoh diatas sebagai kritik penerjemahan dan sastra, mengkritik dan mengapresiasi tidak boleh berlebihan. Karena dalam hukum pidana Islam dilarang menghakimi dengan memutuskan hukuman penjara terhadap seseorang tanpa bukti kebenaran dan permulaan. Tentu saja harus ada keseimbangan antara menampakkan keburukan dan kebaikan objek yang dikaji tersebut.

Kritik penerjemahan terhadap sastra, termasuk kritikan karena mencakupi kegiatan menganalisis hasil gagasan dan bahasa, mengkategorisasikannya untuk memudahkan pemahaman, perbandingan dengan sastra lain, dan menilai dari hasil terjemahannya sebagai karya baik atau karya yang buruk.

Jenis kritik penerjemahan dan syarat kritikusnya

Bahwa menjadi seorang penerjemah dan juga kritikus penerjemahan harus menguasai bahasa, keseluruhan baik dalam praktik maupun teori, kedua tersebut harus seimbang, dengan kata lain tidak boleh timpang. Karena sebagai ilmu terapan, bahwa sebenernya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa penerjemah sebagai puncaknya ilmu linguistik, juga untuk konteks penerjemahan teks sastra terjemahan.

Kemampuan menerjemah bisa dipandang menjadi ukuran seorang bisa berbahasa asing sebagai bahasa sumber atau bahasa sasaran,

Seorang penerjemah kedudukannya berada diatas kemahhiran membaca atau mendengar, karena ia lebih kepada mengkonsumsi bahasa, bukan memproduksi. Serta penerjemah lebih menguasai dan menyeimbangi dua bahasa sasaran dan bahasa sumber. Ia harus mempunyai kemahiran dalam suatu bidang untuk menerjemahkan objek itu. Seperti jika ia ingin menerjemahkan teks sastra, maka harus mempunyai kemahiran sastra, karena pada umunya lebih sulit daripada teks biasa.

Terpenting sebagai seorang penerjemah haurs memiliki kejujuran ilmiah yang tidak boleh mengkhianati teks, maka penerjemahan yang dianggap percaya harus dilakukan oleh penerjemahan tersumpah secara hukum, karenanya idealnya penerjemahan sebagai proses seni, dan juga kritik penerjemahan, penerjemahan harus menguasai bak leksikologim morfologim sintaksis, sematik, bahkan sosiologi bahasa, teori sastra seperti stiliska dan semiotika, dan sosiologi sastra.

Bedasrkan penjelasan diatas, hal itu termasuk didalamnya krtitik atas sastra terjemahan, secara umum banyak teori yang bisa digunakan untuk menejelaskan suatu hasil terjemahan, dan juga bisa melakukan penerjemahan praktis, dengan memakai teori atau gagasan leksikal, struktural, semantik, hermeuneutika, konteks sosial penulis, konteks sosial penerjemah, dan konteks sosial pengkaji teks terjemahan.

Penerjemahan tidak harus saja dilihat dari sisi intrinsikalitas penerjemahan sebagai wujud bahasa saja, namun ada dari sisi ekstrinsikalitasnya, kedua tersebut harus diperhatikan dalam kritik penerjemahan, yang dimaksud ekstrinsikalitasnya adalah aspek - aspek diluar teks terjemahan, tetapi terkait dengannya yang tak bisa dipisahkan.

Dalam pembelajaran bahasa banyak teori yang ekstrinsikalisat yang bisa digunakan untuk kajian teks bahasa diantaranya, filsafat bahasa, sosiologi bahasa, politik bahasa, juga bisa ekonomi bahasa.

Dengan melihat teks terjemahan dari sisi intrinsiklitas dan ekstrinsiklitas secara seimbang, maka kajian atas penerjemahan didalamnya sastra terjemahan bukan saja objektif, melainkah juga tidak sederhana.

Mengenai pentingnya kritisme dalam teori kritik sastra termasuk di dalamnya yang berlaku untuk kritik penerjemahan, terdapat dua kategori pembagian jenis kritik yaitu, kritik sastra ilmiah dan tidak ilmiah, perbedaan keduanya jika yang pertama hanya sejauh jiwa menggelitik, cirinya tidak mendalam dan tidak memiliki ukuran yang kokoh. Sedangkan yang kedua memiliki kedalaman bisa membongkar bahasa bahasa simbolis, bahasa bahasa konotatif, rinci, parsial, berbasis wawasan luas, dan tersistem krangka ilmiah.

berlaku dalam ilmu budaya secara umum,, nah hal ini penerjemahan sebagai ilmu bisa dilihat dari sudut pandang filsafat ilmu (ontologi, espitemologim dan aksiologi) dari suatu ilmu

Terimakasih semoga bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun