Mohon tunggu...
Ujang Suteja
Ujang Suteja Mohon Tunggu... Seniman - 🚽

Letak pikiran ada di lubang pantat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kim Ki-duk, Sutradara Film Korea Paling Ironis

8 Mei 2018   16:26 Diperbarui: 10 Mei 2018   19:17 3770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minimnya dialog juga menjadi ciri khas film-film Kim Ki-duk, seperti dalam film 3-iron dua tokoh utama tidak banyak berkomunikasi secara verbal. Mereka hampir tidak berbicara satu sama lain namun mampu menyampaikan sebuah keintiman hubungan pada penontonnya, begitu pula dalam film The Isle, Pieta, dan sebagainya.

Kim juga tidak segan-segan untuk menampilkan adegan kekerasan dalam filmnya, misal adegan mengaitkan kail pancingan ke dalam tenggorokan juga vagina dalam film The Isle, atau adegan istri memotong penis suaminya dengan pisau dalam film Moebius.

Adegan seksual yang gamblang juga kerap ditampilkan oleh Kim Ki-duk dalam film-filmnya. Mungkin kevulgaran semacam ini lah yang membuat Kim didiskreditkan di negaranya sendiri.

Kim berusaha menampakan dirinya menjadi seorang Outlier dalam skena sinema di Korea. Selain film-filmnya yang kontroversial, Kim juga tidak pernah sekolah film formal. Sering sekali film Kim dianggap mentah dalam segi estetika dan juga terlalu kejam untuk jalur komersil. Dalam buku sejarah sinema Korea yang berjudul Korean Film: History, Resistance, and Democratic Imagination yang disusun oleh Min, Jo dan Kwok pada tahun 2003, nama dan juga film-film Kim Ki-duk sama sekali tidak disentuh.

Nama Kim Ki-duk juga kembali luput dalam buku Contemporary Cinema karangan Kyung Hyu Kim pada tahun 2004. Namun dalam koran New York Post, kritikus film V. A. Musetto menulis review untuk film Time Kim Ki-duk dan dia menulis pernyataan "Saya tidak tahu bahwa Kim lebih terkenal di New York ketimbang di Seoul".

Sewaktu Kim kesulitan mendanai filmnya, ia musti berterima kasih atas reputasinya di luar negeri, sebab minimnya dukungan dari penonton domestik hanya tambah menyulitkannya. Kim pernah memutuskan untuk tidak merilis filmnya Time (2006) di tanah airnya. Kim berkata terus terang dalam beberapa wawancara, "Jika kamu ingin menonton film ini, maka imporlah!". Kebanyakan film-film Kim Ki-duk memang diproduksi dengan low-budget.

Sungguh ironis memang, prestasi gemilang yang diraih Kim Ki-duk bisa dibilang nihil apresiasi karena seakan tidak berarti apa-apa di tanah kelahirannya sendiri. Manusia seakan-akan sangat takut terhadap kejujuran, banyak orang-orang yang belum siap menerima kejujuran yang disampaikan melalui medium reflektor seperti film.

Orang-orang masih terjebak oleh balutan estetika semu dalam media pemantul tersebut karena takut ilusi mereka dihancurkan oleh kejujuran, padahal film adalah sebuah cerminan realitas mereka sendiri.

Singkatnya adalah jika ingin film yang indah dan baik-baik saja maka buatlah dahulu realitas yang indah dan baik-baik saja.

"I always ask myself one question: What is human? What does it mean to be human? Maybe people will consider my new films brutal again. But this violence is just a reflection of what they really are, of what is in each one of us to certain degree", tukas Kim Ki-duk. (Ujang Suteja, Kamar Kecil Project)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun