Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Cipta Kerja dan Keberpihakan Pada Pekerja

7 Agustus 2020   06:34 Diperbarui: 7 Agustus 2020   06:59 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tujuan RUU Cipta Kerja ini adalah menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya dan merata di seluruh wilayah NKRI dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan yang layak"

Demikian pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartanto mengenai alasan disusunnya RUU Cipta Kerja. RUU Cipta Kerja ini merupakan Omnibus Law yang menjadi Undang-Undang utama terkait investasi dan lapangan kerja dengan menggabungkan sejumlah Undang-Undang menjadi satu Undang-Undang yang lebih ringkas dan terintegrasi.

Seperti diketahui, birokrasi di negara kita terhitung rumit, terlalu banyak regulasi yang pada akhirnya membuat proses perizinan menjadi lama dan panjang. Di era yang serba cepat ini, bisa jadi hal ini membuat investor malas berusaha di Indonesia dan mengalihkannya ke negara lain. Kalau sudah seperti ini, tentu berdampak pada potensi lapangan kerja yang hilang.

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terdiri atas 11 klaster pembahasan dengan beberapa poin di dalamnya, yaitu Penyederhanaan Perizinan Berusaha, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan dan Perlindungan UMKM, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi. 

Melihat banyaknya klaster dalam Omnibus Law tersebut, terlihat bagaimana Rancangan Undang-Undang mencoba menyelaraskan aspek investasi, lapangan kerja serta UMKM dalam satu regulasi yang jelas. Nantinya diharapkan tak ada lagi kesimpangsiuran dalam proses investasi serta hak dan jaminan bagi tenaga kerja serta perlindungan UMKM dalam satu aturan yang terpadu.

Poin Pokok RUU Cipta Kerja (Sumber: Infografis Kompas.id)
Poin Pokok RUU Cipta Kerja (Sumber: Infografis Kompas.id)
Hot Issue yang menyoroti klausul dalam RUU Cipta Kerja ini adalah soal keberpihakan pada tenaga kerja. RUU ini dikhawatirkan malah akan merugikan para pekerja. Banyak pihak yang mengkritisi pasal-pasal omnibus law cipta kerja terkahit hal ini.

Namun jika mencermati beberapa pasal didalam RUU ini, terdapat beberapa  pasal yang melindungi kepentingan pekerja. Sebut saja soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)  yang tertuang dalam Pasal 46A. JKP ini berupa pelatihandan sertifikasi, uang tunai, dan fasilitas penempatan.

"Jadi manfaat JKP, pemerintah akan memberikan pelatihan (kerja), memberi uang saku selama 6 bulan, serta penempatan bekerja. Ini khusus bagi karyawan yang perusahaannya bangkrut atau kena PHK (bukan karena tindak kriminal) dan aktif membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan," kata Airlangga Hartarto ketika mengomentari klausul ini.

Soal pesangon juga dibahas dalam RUU Cipta Kerja ini. RUU ini memberi formulasi besaran pesangon bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Formula lain, jika pekerja di penjara karena melakukan tindak pidana, perusahaan tidak wajib membayar gaji. Tapi wajib memberi bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungan.

Soal pemberian bonus bagi pekerja juga termasuk yang diatur dalam RUU ini. Besarannya diatur dari masa kerja. Sebagai contoh, masa kerja kurang dari 3 tahun, bonus diberikan sebanyak 1 kali gaji, demikian seterusnya terdapat formula perhitungan tertentu. Perusahaan yang terkena kewajiban pemberian bonus ini adalah perusahaan menengah ke atas dengan jumlah pekerja yang besar.

Sementara itu, untuk istirahat kerja, RUU Cipta kerja terasa lebih spesifik mengaturnya. Dalam Pasal 79 disebutkan, Waktu istirahat antara jam kerja, minimal setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus. Istirahat ini tidak termasuk jam kerja; Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu. Sementara di Undang-Undang sebelumnya, UU No. 13/2003 tertulis jatah istirahat mingguan bisa 1 hari untuk 6 hari kerja atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam seminggu.

Sementara itu, terdapat kekhawatiran soal pekerja asing yang akan menyerobot lahan pekerja lokal. Benarkah demikian?

Banyak yang menduga RUU ini akan membuat TKA mudah masuk dan bekerja. Apakah betul demikian? Sebenarnya tidak begitu juga,  dalam Pasal 43 menyiratkan bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pada pasal ini juga dikatakan bahwa pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan TKA. Kalaupun memang ada TKA, maka TKA yang dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Jadi disini TKA dibatasi tidak sembarangan .

Nah,pemaparan dari hal tersebut adalah, TKA yang bisa dipekerjakan hanya ditempatkan pada pekerjaan tertentu, yaitu pekerjaan yang tidak bisa dilakukan pekerja kita di dalam negeri. Pekerjaan Seperti start up, kunjungan bisnis dan penelitian dibebaskan dari kewajiban Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Banyak juga yang merasa ketakutan dengan pengaturan Status kerja. Mereka berpikiran bahwa pekerja itu akan berstatus sebagai tenaga kontrak seumur hidup. Bener ga sih? Jika dicermati, sebenarnya tidak demikian. Tenaga kerja kontrak itu khusus bagi pekerjaan yang bersifat sementara dan pada jangka waktu tertentu. Hal ini dimungkinkan karena adanya perkembangan teknologi digital. Jadi tidak semua jenis pekerjaan tentunya.

Yang tak kalah menarik adalah adanya menjadi polemik mengenai Hak pekerja perempuan. Isu ini tentu sensitif bagi pekerja wanita. Berhembus kabar,Di dalam draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja hak pekerja mendapatkan cuti hamil, melahirkan hingga cuti haid tidak tercantum bahkan banyak pemberitaan yang menyebutkan bahwa hak-hak tersebut dihapus melalui Omnibus Law Cipta Kerja. Apa iya demikian? Jangan dulu termakan isu, karena kenyataannya tak sehoror itu.

Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang ini masih berlaku. Bukannya dihapuskan. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah secara gamblang mengatakan bahwa aturan terkait hak-hak pekerja perempuan seperti cuti hamil, melahirkan hingga cuti haid akan tetap berlaku meski UU Omnibus Law Cipta Kerja disetujui. Pasalnya, ketentuan-ketentuan tersebut masih tercantum dalam aturan yang berlaku saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Saya sepakat, yang Namanya polemik dari Sebuah rancangan Undang-Undang memang tak terhindarkan dan ini wajar. Akan tetapi melihat urgensi  dari Undang-Undang ini serta keuntungannya, baiknya setiap kritik diberikan secara konstruktif demi kepentingan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun