"Hilal telah tampak di atas sana, namun sedikit pun tak kulihat bayangmu tersenyum rindu menyapaku." Lamunanku pada senja di penghujung ramadhan ini.
Betapa hati ini rindu akan kehadirannya yang selama ini telah meninggalkan hari-hariku. Sudah jemu rasanya dengan kesepian ini dan itu sangat menyakitkan. Betapa tidak! Aku yang berada di tengah keluarga tercinta setiap hari kami bersama tetap saja aku merasa kehilangan sesosok pria yang selalu kurindukan.
Ya, aku rindu sekali dengan sosok ayah. Sepeninggal beliau tak lagi ada belai kasih sayang yang memanjakan aku dengan belaian lembut dari tangan kekarnya. Senyumnya yang tenang, suaranya yang syahdu bergema terngiang di telingaku. Aku tak tahu lagi entah hari yang keberapa sekarang ini hidupku tanpa bersamanya.
Ayah, seorang pria idaman ibuku. Penuh kharisma wajahnya selalu teduh dipandang hingga hati pun kan terasa nyaman bersamanya. Tak ada keburukan sedikit pun darinya yang kulihat selama ini. Sepertinya begitu jua pandangan ibuku terhadapnya yang selama ini sangat setia pada ayahku.
Sungguh dulu kami sangat bahagia bersamanya walaupun hidup dalam kesederhanaan namun rasanya cukup bagi kami. Sebagai seorang guru, beliau adalah pribadi yang sangat mengesankan. Bukan saja karena wajahnya yang tampan, namun sikapnya pun sangat disukai oleh siapapun.
"Yah... Aku sangat rindu padamu." Dalam isak tertahan aku bergumam sendiri.
Lamunan kembali melayang pada masa bahagia bersamamu. Entah kapan waktu itu akan kembali. Dan akankah ia kembali? Hanya di hati saja ada jawabnya, sambil kuusap derai yang membasahi pipi.
Kini, ketika kehidupanku telah menginjak usia dewasa, bukan lagi dewasa sih, tepatnya hampir paruh baya. Masa-masa bersamanya begitu kudamba menghangatkan jiwa. Entah mengapa sosok ayah bagiku sangat membuatku patah hati. Rasa kesepian ini selalu mengingatkanku padanya.
Dalam kehidupan yang kujalani sekarang yang bertumpuk dengan banyak beban namun harus kupikul sendiri sangatlah membuatku merasa sulit dan berat. Bukan keberatan karena aku harus mengurusi ibuku, namun aku hanya tak ingin membuat ibuku hidup dalam kesulitan.
Keadaan yang belum bisa membuat kebahagiaan untuk ibuku. Ya, hingga saat ini aku belum bisa membahagiakannya. Hanya ada tekad dan keinginan saja yang kupunya, karena perjuangan ini sangat berat kujalani dan itu tak membuatku patah semangat.
Ramadhan kali ini yang diliputi dengan pandemi sungguh sangat menakutkanku. Usia ibuku yang kian renta namun keadaanku yang hanya seadanya jelas sangat membuatku sedikit kecewa.