“Kehidupan adalah cerita indah yang pantas dituturkan. Kehidupan adalah bentuk seni. Jika tidak begitu, mungkin hanya untuk menerangi ruangan tempatnya berada.” (Andrea Bocelli)
Melalui sosok Amos Bardi dalam film The Music of Silence, Andrea Bocelli, penyanyi tenor kenamaan Italia, bertutur tentang perjuangannya meraih mimpi menjadi penyanyi tenor terkenal di Italia bahkan dunia. Perjuangannya terasa istimewa karena Amos Bardi terlahir dengan kondisi mengalami kerusakan mata sejak lahir.
Film The Music of Silence diangkat dari novel semi-biografi yang ditulis Andrea Bocelli pada tahun 1999 sebagai memoir kisah hidupnya. Dengan judul yang sama, novel ini diangkat ke layar lebar lewat Garapan Michael Redford dan dirilis pada tahun 2018.
The Music of Silence menjanjikan sajian film biopik yang apik dengan keterlibatan sejumlah bintang terkenal seperti Antonio Banderas, Jordi Molla, Toby Sebastian, Luisa Ranieri, Paola Lavini, Alessandro Sperduti, dan lainnya.
Baru-baru ini saya menonton film ini di Mola TV Movies yang baru saja dirilis. Kalau mau menontonnya, tinggal buka saja Mola TV di gadget anda dan film ini dapat dinikmati secara gratis dengan berdonasi sebesar 0 rupiah.
Kok Donasi? Iya, film ini masuk dalam kampanye Corona Care yang digagas Mola TV. Jadi kalau mau sekalian berdonasi untuk penanganan corona, tinggal memilih nominal yang akan disumbangkan. Asyik juga yaa nonton sambil beramal.
Bardi bahkan harus mengubur mimpinya untuk menjadi penyanyi saat ia kehilangan suara pada saat menyanyi di salah satu pernikahan kerabatnya. Cerita berjalan dengan menyuguhkan seri perjuangan Bardi dalam menaklukan kekurangannya demi mencapai Mimpi menjadi penyanyi opera.
Ketika pertama kali memutar The Music of Silence, jujur saja ada sedikit keraguan bahwa film ini akan terasa membosankan untuk dinikmati. Maklum saja, ini adalah film drama yang tak menyuguhkan aksi-aksi dramatis.
Akan tetapi keraguan itu semakin sirna manakala saya menikmati fragmen demi fragmen yang disajikan sutradara Redford. Kuncinya ada pada sinematografi yang memukau, akting para pemerannya serta jalinan cerita yang saling bertautan sehingga tak bisa di-skip begitu saja.
Sejak awal cerita, film ini sudah menyuguhkan pemandangan pedesaan Tuscany, Italia yang indah. Suguhan landskap padang rumput dan properti rumah petani tempo dulu memancing ketertarikan untuk menikmati film ini lebih jauh.
Dan benar saja, landskap seperti ini akan terus berulang di tengah jalinan cerita. Bagi saya yang penasaran dengan suasana negeri Eropa, film ini berhasil memenuhi ekspektasi saya untuk ikut menikmati film ini.
Dan ya, bagi saya The Music of Silence berhasil menggambarkan kisah dramatis Andrea Bocelli sejak kecil sampai ia berhasil menjadi penyanyi opera sebagaimana dirinya saat ini. Setidaknya menurut memoar yang ditulis Bocelli dalam versi novelnya.
Soal akting tentu tak usah diragukan. Nama-nama besar yang saya sebutkan di awal artikel ini sudah menjadi jaminan kualitas film ini.
Mungkin yang paling mencuri perhatian adalah bagaimana Toby Sebastian mampu memerankan Amor Bardi dengan apik. Bukan hal mudah untuk menggambarkan sosok tuna netra dengan natural sebagaimana diperankan Toby.
Bagaimana dengan Antonio Banderas? Ah sudahlah, tak usah dibahas lagi bagaimana kualitas aktingnya. Berperan sebagai maestro penyanyi opera, Banderas berhasil menggambarkan sebagai seseorang yang begitu mencintai musik sepenuh hati.
Oh ya, menurut saya kekuatan lain dari film yang saya tonton di Mola TV Movies ini adalah dialog-dialognya yang begitu puitis dan bermakna. Kalau dijadikan quotes mungkin bakalan keren tuh. Saya sendiri termasuk orang yang selalu dibuat kagum dengan pernyataan dan quote-quote kehidupan. Setidaknya ada beberapa dialog yang membekas di benak saya mengenai hal ini.
Pada satu bagian, Amos berucap pada ayahnya tentang perjuangannya untuk bisa seperti orang kebanyakan, “Kalau orang lain melompat rintangan, aku harus melompati gunung, kalau orang lain menunggang kuda aku harus menunggang harimau, kalau ingin seperti orang lain aku harus melakukan lebih baik dari mereka.”
Setidaknya ucapan Amos membuat saya semakin respek pada teman-teman yang diberi keistimewaan berbeda dengan orang lain.
Pada bagian lain, ada ucapan paman Amos untuk menjaga semangat keponakannya, “Teruslah bernyanyi hingga kau tak bisa mendengar suaramu.” Simak pula apa yang diucapkan istri maestro Ketika Amos sedang frustasi dengan permasalahannya, “matahari selalu keluar setelah badai.” Puitis dan dalem banget yaa…
Apa yang paling menarik dari menonton sebuah film adalah bagaimana kita membaca pesan yang coba disampaikan lewat rangkaian adegan di film tersebut. Lewat The Music of Silence, saya mendapati bagaimana Andrea Bocelli mencoba memberi insight dari perjalanan hidupnya tersebut.
Melalui sosok Amos Bardi, Andrea mencoba menyampaikan pesan untuk tidak menyerah pada keadaan. Iya, Bardi sudah terlahir dengan keterbatasan pandangan dan harus kehilangan total penglihatannya pada usia yang sangat kecil.
Tapi ia tetap menyimpan dan mengusahakan mimpinya meskipun di perjalanan hidup harus berdamai dengan kondisinya. Ketangguhan dan keteguhannya bergambar dari karakternya yang cukup keras Kepala dan kerap berbantah dengan orang tuanya.
Keteguhannya bahkan terbaca melalui apa yang dicita-citakannya. Secara tegas ia tak mau mengikuti stigma yang biasa menempel pada seorang tuna netra.
Berkali-kali ia mengungkapkan baik kepada ayah, paman, teman serta guru pendamping belajarnya bahwa ia tak ingin memiliki pekerjaan sebagai orang lain yang memiliki keterbatasan penglihatan seoerti dirinya. “Aku tak mau menjadi orang buta yang mengerjakan pekerjaan sebagaimana orang buta seperti tukang pijat, operator telepon, dan musisi (pemain alat musik).”
Pesan lain yang coba disampaikan film ini adalah soal dukungan keluarga dan kerabat yang menguatkan Amos Bardi untuk terus berjuang mengejar cita-citanya. Sejak awal film ini begitu kuat menampilkan keluarga yang sama-sama berjuang mendukung Amos.
Meskipun keras, ayahnya selalu memfasilitasi Pendidikan dan bakat music Amos. Demikian pula peran pamannya yang begitu besar pada milestone jejak Amos di musik.
Kalau tak ada pamannya yang diam-diam mendaftarkan Amos pada audisi penyanyi, mungkin Amos tak akan menyadari kelebihannya. Ada peran teman sekolah yang menyemangati Amos untuk tetap bernyanyi, dan tentu saja peran istri yang begitu suportif mendukungnya. Semua tergambar dengan tegas ditengah jalinan cerita film ini.
Overall, film ini berhasil menyajikan sisi perjuangan seorang Andrea Bocelli yang mungkin tak diketahui orang kebanyakan. Melalui sajian cerita yang apik, film biografi ini sungguh sayang untuk dilewatkan. Yuk tonton di Mola TV Movies.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H