Permana melangkah pelan menuju kamarnya, setelah ia menyelesaikan makan sahurnya. Tiba-tiba saja ia teringat sesuatu hal yang mengingatkannya pada ibunya yang jauh di sana. Sudah tiga tahun ini Permana jauh dengan ibunya karena pekerjaan yang mengharuskan ia pergi dari kampungnya.
"Kamu hati-hati di sana ya, nak. Jangan pernah lupa solat itu yang utama!" Begitu pesan ibunya sebelum keberangkatannya ke Belanda.
Pesan itu selalu diingatnya, dari awal ia menginjakkan kakinya di negri tulip ini. Hari berganti hari Permana kian sibuk dengan pekerjaannya. Permana memang seorang pemuda yang rajin dan tekun. Tekadnya yang kuat ingin memberikan kebahagiaan untuk ibunya sebelum ia nanti menikah. Permana tidak pernah luput dari pekerjaan yang hanya sebagai pelayan restoran. Walaupun ia sakit tetap saja masuk kerja karena tak ingin konditenya menjadi buruk di hadapan majikannya.
Sangat rajin memang Permana ini, apa pun dikerjakannya ketika ada waktu luang di saat libur kerja. Karena ia suka sekali dengan musik, ia tak pernah tertinggal membawa gitar kesayangannya. Permana akan berhenti di sebuah perempatan jalan dekat taman kota di mana banyak orang yang hilir mudik di sana. Kemudian dengan keahlian yang ia miliki, Permana memainkan gitarnya sambil bernyanyi beberapa lagu dan itu dilakukannya tanpa ragu dan malu.
Permana mengamen di sana sehabis pulang kerja. Awalnya orang-orang yang melewatinya hanya melihat sekilas saja hingga kemudian ada yang memberikan uang disimpan pada topi milik Permana yang sengaja diletakkan terbuka di depannya. Lama kelamaan Permana sangat menikmati pekerjaan ini karena kian hari penghasilan dari mengamen lumayan juga dirasakannya. Sedikit demi sedikit tabungannya pun kian bertambah, dan setiap bulan ia mengirimkan uang untuk ibunya pun selalu bertambah jumlahnya. Ibunya pun merasa bahagia karena mengetahui anaknya telah mendapatkan apa yang diimpikannya.
Permana kian menikmati hari-harinya, namun ia tak pernah melupakan pekerjaan utamanya sebagai pelayan restoran. Majikannya pun sangat menyayanginya karena pekerjaan Permana tidak pernah mengecewakan hingga setelah satu tahun Permana pun diangkat menjadi kepala pelayan. Pekerjaannya kali ini memang tidak begitu berat namun tanggung jawab lebih diperhatikan olehnya karena ia harus mengawasi para pelayan dalam melayani konsumen.
Tentu saja dengan ini penghasilan untuk Permana karena otomatis upah yang diperolehnya telah naik tingkat. Setelah mengirim untuk ibunya Permana selalu menabungkan uang penghasilannya. Ia hanya tinggal di asrama sederhana tempat para tenaga kerja Indonesia menyewanya untuk tinggal di sana, karena kebetulan restoran tempatnya bekerja tidak menyediakan asrama bagi pegawainya. Namun tak masalah bagi Permana selama ia masih mampu dan bisa hidup sederhana maka dijalaninya dengan senang hati saja.
Hari itu seperti biasanya sepulang kerja menuju tempatnya mengamen dan ia akan menghabiskan malam di sana untuk menghibur orang-orang yang suka keluar malam untuk menikmati indahnya kota. Telah banyak peminat suara Permana yang hanya duduk di kursi taman sambil mendengarkan Permana melantunkan lagu yang diminta peminatnya itu. Permana memang sangat fasih berbahasa inggris hingga setiap lagu yang dinyanyikannya pun tidak terasa canggung dinikmati dan memang suaranya pun yang sangat merdu. Permana mewarisi darah seninya dari almathum ayahnya yang memang seorang pemain musik pada zamannya.
"Everything I do... I do it for you...." Lagu terakhirnya malam ini terdengar parau dan lelah.
Permana telah lupa dengan waktu istirahatnya, karena saat ini waktu menunjukkan jam 04.00 dini hari, sebentar lagi waktu subuh akan tiba sedangkan ia masih berada di jalan. Dan itu baru disadarinya kini ketika tiba-tiba tubuhnya sempoyongan menuju pulang lalu ia terjatuh dan tidak mengingatnya lagi.
Saat ia membuka matanya, ternyata Permana telah berada di sebuah kamar perawatan di rumah sakit. Untung masih ada orang yang baik hati membawanya ke rumah sakit saat ia pingsan di pinggir jalan. Ia hanya tertegun dan mengingat semuanya tapi kemudian ia melonjak dari tempat tidurnya.