Destinasi berikutnya yang bakalan saya kunjungi adalah Pulau kemarau, sebuah delta yang berada di tengah sungai Musi. Di pulau kemarau terdapat kelenteng Hong Cek Bio yang juga menyimpan kisah budaya 'multietnis'. Pulau ini dinaungi kisah percintaan Siti Fatimah dan Tan Bun An, dua sejoli beda etnis yang saling mencintai namun harus berakhir tragis.
Rencananya, selepas berkunjung ke Pulau Kemarau saya bakalan minta tambahan perjalanan naik getek ke bawah kolong Jembatan Ampera untuk kemudian berfoto disana. Saya terbius dengan jepretan Koh Deddy saat memotret suasana senja di sana. Asli cakep banget!
Saya sih berharap kalau pas ke sini bisa menonton seni tradisi mereka; marawis atau gambus. Kalau pun tidak, katanya disana ada kedai kopi khas kampung arab yang lokasinya menghadap ke sungai musi. Oh yeah, saya tidak akan melewatkan kesempatan menyeruput kopi khas mereka.
Rumah ini berada di museum Balaputera Dewa. Di sini saya kemungkinan akan berswafoto di sudut posisi sesuai gambar pada pecahan uang sepuluh ribu tersebut.
Satu lagi, saya juga wajib berkunjung ke Bait Al Quran Al Akbar. Ini adalah museum Al-Quran yang menyimpan lembar-lembar mushaf Al-Qur'an yang ditulis dalam lembar kayu bertinta warna emas. Deretan mushaf yang disusun secara vertikal ini menjanjikan keindahan yang agung. Tak mungkin dong saya melewatkannya.
Lalu bagaimana dengan food tour-nya? Tentu saja kulineran menjadi menu wajib dicoba. Yang saya tahu, Palembang terkenal dengan pempek dan mie celornya.Â
Tapi ternyata bukan itu saja makanan khas mereka. Ada laksa, burgo, celimpungan, pindang, model dan tekwan. Sebagian sudah cukup akrab di telinga, sebagian lagi terbaca asing. Mau cicipi semua? Iya dong.