Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Deretan Foto yang Membuat Saya Ingin Segera Terbang ke Macao

27 Desember 2017   22:08 Diperbarui: 27 Desember 2017   22:19 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deretan rumah penduduk bergaya mediteranian (sumber: normalblur.blogspot.co.id)

The World is a book and those who do not travel read only one page -- Augustine of Hippo

Andai saja saya tak mengikuti acara Kompasiana Nangkring bareng Macao Government Tourism Office (MGTO) pada Sabtu 9 Desember 2017 lalu lalu di The Hook Bar& Resto Jakarta, mungkin saya tak akan banyak tahu soal Macao. Sebelumnya, yang ada dibenak saya soal macao adalah pusat kasino dan segala sesuatu yang berhubungan dengan judi. 

Saya mengasosiasikan Macao sebagai Las Vegasnya Asia. Maklum, waktu kecil saya sering menonton film mandarin yang menampilkan cerita dengan setting kota Macao ini. waktu itu yang digambarkan adalah tentang aktifitas Kasino yang terlihat menjadi detak nadi kota ini.

Tapi ternyata saya keliru. Setelah mengikuti diskusi panjang lebar dengan Devi Sari, Manager MGTO, dan Arief Rahman, travel blogger yang sering wara wiri ke Macao, ada banyak hal tentang Macao yang tersingkap. Macao kini tak lagi identik dengan gemerlap kasino. Lebih dari itu, Macao menyimpan keunikan tersendiri yang menarik untuk dieksplore lebih jauh. Apa itu?

East Meets West. Begitulah kata kunci yang bisa menggambarkan keunikan Macao. Sebagai wilayah yang pernah dikuasai bangsa Portugis sejak abad 16 hingga kemudian diserahkan pada pemerintahan Cina di tahun 1999, ada persinggungan budaya disana. Pertemuan budaya yang dibawa bangsa Portugis selaku pemegang otoritas wilayah dengan penduduk asli yang menempati wilayah ini mau tidak mau menghasilkan akulturasi budaya. Setidaknya ini tercermin dari gaya bangunan, citarasa makanan hingga ragam atraksi kesenian yang ada disana.

Kalau kamu termasuk traveler yang senang menelusuri kisah dibalik budaya suatu wilayah, maka kamu akan menemukan tantangan lebih untuk mengekspore Macao. Tantangannya adalah bagaimana menemukan jejak sejarah yang tersirat dalam bangunan-bangunan yang ada, paduan rasa dan bahan kulinernya, serta dalam festival-festival yang digelar disana.

Iya, jelajah Macao adalah tentang menelusuri jejak sejarah kehadiran Portugis disana. Dari booklet yang saya peroleh saat acara Kompasiana nangkring bersama MGTO tersebut, saya menemukan secuil sejarah tentang kota ini.

Berbekal booklet dari acara nangkring, saya mencoba menelusuri pesona Macao (sumber: dokpri)
Berbekal booklet dari acara nangkring, saya mencoba menelusuri pesona Macao (sumber: dokpri)
Sejarah Macao tidak bisa dilepaskan dari sejarah perdagangan dunia. Katanya Nelayan dari Fujian serta petani dari Guangdong diketahui sebagai penghuni pertama wilayah yang disebut Ou Mun, yang berarti gerbang perdagangan. Sebutan ini disematkan pada Makao karena Macao letaknya yang strategis, berada di delta sungai Mutiara (pearl River) yang menjadi jalur perdangangan dengan Guangzhou.

Jejak Portugis di Makao dimulai dengan kedatangan kapal dagang yang dipimpin Jorge Alvares di selatan Tiongkok pada tahun 1513, dengan misi mencari daerah yang cocok untuk basis perdagangan mereka.  Tahu kan, pada masa-masa itu bangsa eropa seakan berlomba mencari benua baru. Portugis, Spanyol, Inggris, Perancis dan Belanda adalah bangsa-bangsa eropa yang memiliki armada pelayaran untuk berdagang bahkan mencari jajahan baru.

Sekitar awal tahun 1550-an, Portugis mendarat di Ou Mun, atau yang biasa disebut penduduk setempat sebagai "A Ma Gao", yang kemudian pengucapannya diadaptasi oleh bangsa Portugis menjadi Macao. Portugis yang melihat wilayah Macao ini sebagai daerah strategis untuk kepentingan perdagangan mereka, kemudian menyewanya dari Cina. 

Sejak saat itulah wilayah ini kemudian dibangun dengan beragam fasilitas bergaya Eropa, seperti Gereja, Benteng pertahanan, maupun pusat perkotaan.  Dari sini pula kemudian akulturasi budaya Eropa, terutama Portugis bercampur dengan budaya penduduk setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun