Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kelirumologi RTRW Aceh dan Dampaknya pada Ekosistem Leuser

17 Oktober 2016   21:14 Diperbarui: 27 Oktober 2016   08:01 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemusnahan Lahan Gambut Untuk Perkebunan Kelapa Sawit (Sumber: RAN)

Biodiversity, saving these tiny fragments of amazing beauty to conserve wildlife and plant species and to show our children. We do not need to rape and pilage every last centremitre of this planet for mans greed,” (Kerry Scarveris)

Andai saja Leonardo DiCaprio tidak liburan ke Kawasan Leuser, Aceh pada bulan maret 2016 lalu, saya mungkin tak akan menyadari ada ‘sesuatu’ pada kawasan ekosistem tersebut. Dibalik pemberitaan khas infotainment, berbarengan dengan kedatangan DiCaprio juga mencuat isu negatif seputar ancaman terhadap kelestarian kawasan ekosistem Leuser.

Leuser merupakan kawasan dengan luas lebih dari 6,5 juta hektar yang terdiri dari hutan tropis dataran rendah dan berbukit. Leuser memiliki lahan gambut seluas lebih dari 460 ribu hektar yang kaya akan karbon. Yang membuatnya sangat spesial adalah disini terdapat 105 spesies mamalia, 382 jenis burung, dan 95 spesies reptil dan amfibi. Leuser juga menjadi rumah terakhir bagi spesies langka sumatera seperti harimau, orangutan, badak, gajah, macan dahan dan beruang madu. Disini pula menjadi habitat bagi bunga terbesar dan tertinggi, Rafflesia dan Amorphophallus, serta dipenuhi beragam pohon langka lainnya. Tak heran, ilmuan dan konservationist kelas dunia menyebut ekosistem Leuser sebagai “high concervation value”.

Mengingat pentingnya fungsi Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ini, pemerintah kemudian menetapkan KEL sebagai Kawasan Strategis Nasional yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Sebelumnya, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pemerintah Nasional telah mengamanatkan Leuser untuk dikelola dalam bentuk perlindungan, pengamanan, pelestarian dan pemulihan fungsi kawasan dan pemanfaatan secara lestari. Ini termasuk larangan pemberian izin pengusahaan hutan dalam kawasan ekosistem Leuser ini.

Peta Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh (Sumber: mongabay.co.id)
Peta Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh (Sumber: mongabay.co.id)
Kini, Ekosistem Leuser berada pada titik rawan.  Ia semakin terdesak oleh aktifitas perkebunan, tambang  illegal logging bahkan kawasan permukiman. Ke depannya, kerusakan KEL ini dirasakan bakal lebih eksplosif dengan adanya kebijakan pemerintah yang dirasa mengesampingkan fungsi penting dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) tersebut

Adalah RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Aceh 2013-2033 yang menjadi kekhawatiran masyarakat yang peduli pada kelangsungan KEL ini. RTRW yang dituangkan dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tersebut ternyata tidak mengakomodir Kawasan Ekosistem Leuser sebagai salah satu dari dari empat Kawasan Strategis Nasional yang ada di Aceh. Ini menjadi ancaman karena dengan tidak adanya KEL pada RTRW Aceh, pemerintah daerah seperti membuka pintu bagi kegiatan usaha untuk beraktifitas di Kawasan ini, mengingat KEL tidak lagi menjadi kawasan lindung.

Seperti diketahui, RTRW merupakan instrumen yang menjadi arahan bagi pembangunan wilayah selama kurun waktu 20 tahun ke depan. Didalamnya telah diplot peruntukan ruang/lahan pada daerah-daerah yang ada dalam wilayah tersebut, wilayah mana saja yang dapat dikembangkan dan mana saya yang menjadi kawasan yang harus dilindungi.

Polemik RTRW Aceh semakin berkembang manakala ditemukan adanya beberapa hal yang tak sesuai ketentuan dalam proses penyusunan maupun isi substansi RTRW ini. Penyusunan RTRW  Aceh ini telah menabrak beberapa peraturan dan undang-undang diatasnya. Meminjam istilah Jaya Suprana, penulis menyebutnya sebagai kelirumologi RTRW Aceh. DIbawah ini adalah beberapa kelirumologi yang terdapat dalam RTRW Aceh 2013-2033  tersebut:

1. Penyusunan RTRW Aceh tidak menghiraukan Evaluasi Rancangan Perda dari Kemendagri.

Sebagaimana proses penyusunan Perda pada umumnya, penyusunan Perda/Qanun tentang RTRW harus melalui Evaluasi dari pemerintah pusat, termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta adanya kewajiban gubernur untuk menyempurnakan rancangan perda berdasarkan evaluasi pemerintah pusat tersebut . Ketentuan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Qanun Aceh nomor 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh tersebut ditetapkan pada tanggal 31 Desember 2013, sementara hasil evaluasi Kemendagri yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 650-441 Tahun 2014 Tanggal 14 Februari 2014, tentang Evaluasi Rancangan Qanun Aceh Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh Tahun 2014-2034. Keputusan Mendagri tersebut disampaikan kepada Gubernur Aceh dengan Surat No. 050/1162/IV/Bangda, Tanggal 20 Februari 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun