Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Meretas Jalan Kejayaan Bank Syariah

11 April 2016   14:31 Diperbarui: 12 April 2016   07:42 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Logo Kampanye ACKS | Sulindomedia.com"][/caption]

Sejak kemunculannya pertama kali di tahun 1992 yang ditandai dengan kelahiran Bank Muamalat, geliat pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia semakin kencang. Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah semakin melegitimasi jenis usaha perbankan berbasis hukum Islam ini. Menurut data Statistik Perbankan Syariah Juni 2015 dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tercatat ada 12 Bank Umum Syariah (BUS), 22 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 161 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan total kantor pelayanan sejumlah 2.881 Kantor yang beroperasi di seluruh wilayah Indonesia.

Jumlah Penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa dan mayoritasnya beragama Islam adalah pangsa pasar yang sangat potensial bagi usaha perbankan syariah. Meskipun begitu, hingga saat ini jumlah pengguna jasa perbankan syarah ini berkisar pada angka 4,87%, masih dibawah target OJK yang menetapkan angka 5 persen dari seluruh nasabah perbankan di Indonesia. Padahal, dengan melihat fakta bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, target ini bisa saja terlampaui dalam waktu singkat.

Sebagai upaya mendorong peningkatan pengguna bank syariah, OJK telah menggiatkan kampanye Aku Cinta Keuangan Syariah (ACKS) berupa talkshow, Perbankan Syariah Fair maupun kegiatan lain di berbagai kota di Indonesia. Penulis sendiri sempat hadir dalam gelaran Kompasiana Nangkring bareng OJK pada tanggal 5 Maret 2016 sebagai bagian dari kampanye ACKS ini. Semuanya tak lain dalam rangka mengedukasi masyarakat akan produk perbankan syariah yang kualitasnya tak beda dengan bank konvensional. Tak heran, tema yang diusung dalam kampanye ini pun berbunyi Sama Bagusnya, Sama Lengkapnya, Sama Modernnya.

[caption caption="Kompasiana Nangkring Bareng OJK Sebagai Salah Satu Rangkaian Kampanye ACKS"]

[/caption]

Tentu saja upaya edukasi perbankan syariah tidak bisa hanya berhenti pada periode tertentu selama masa kampanye ACKS saja. Perlu upaya lebih dan berkesinambungan dalam memperkenalkan produk bank syariah ini kepada masyarakat. Istilahnya, branding bank syariah sebagai bank berasas Islam yang kualitasnya sama dengan bank konvensional perlu diperkuat lagi. Apa dan bagaimana strategi membranding bank syariah tersebut? Sebagai seorang nasabah bank syariah, dan bukti kecintaan terhadap bank berlandaskan hukum Islam ini, penulis tergelitik urun saran dalam hal ini.

Profil Segmen Nasabah Perbankan Syariah Indonesia

Sebelum merencanakan bagaimana langkah atau strategi memperkuat brand bank syariah di mata masyarakat Indonesia, perlu dipertimbangkan segmentasi nasabah perbankan syariah di  negeri ini. Bank Indonesia dan MarkPlus.co telah memetakan jenis nasabah bank syariah ini menjadi lima tipe, sebagai berikut:

  1. Syariah Loyalist; ini adalah jenis nasabah yang memiliki preferensi kuat dalam menggunakan bank syariah. Mereka akan tetap menggunakan bank syariah apapun kondisinya.
  2. Follower; ini adalah tipe nasabah yang akan menggunakan produk bank syariah apabila orang lain juga menggunakannya.
  3. Functional Benefit; ini adalah tipe nasabah yang preferensinya memilih bank (entah itu syariah atau konvensional) berdasarkan fungsi dan keuntungannya.
  4. Obligatory, ini tipe nasabah yang terpaksa menggunakan bank syariah. Misal, karena perusahaannya membayar gaji via bank syariah, atau transaksi keuangannya diharuskan melalui bank syariah.
  5. Esentially Conventional; Ini adalah tipe nasabah yang cinta mati terhadap bank konvensional. Apapun kondisinya tetap hanya akan menggunakan bank konvensional.

Hasil survey Bank Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan komposisi segmentasi nasabah tersebut adalah sebagai berikut: Syariah loyalist (22.4%), Followers (19.9%), functional Benefit (27.9%). Obligatory (8%) dan Essentially Conventional (21.8%). Profil segmen nasabah ini bisa menjadi dasar dalam merumuskan strategi dan kebijakan untuk membranding bank syariah. Segmen nasabah mana yang menjadi target sasaran dari poin-poin kebijakan yang dirancang?

[caption caption="Profil Segmentasi Nasabah Bank Syariah Tahun 2010 (Sumber: Bank Indonesia, 2012)"]

[/caption]

Memperkuat Brand Bank Syariah

Salah satu upaya merumuskan strategi edukasi perbankan syariah ini adalah dengan mempertimbangkan karakteristik sosial budaya masyarakat Indonesia. Riset Schwartz (1999) mengenai nilai budaya pada 49 negara di dunia menunjukkan bahwa Indonesia masih memegang nilai conservatism dan hierarchy. Simpelnya, kedua nilai ini berupa penekanan budaya pada pemeliharaan status quo, dan bertahan pada legitimasi dari distribusi kekuasaan, peran dan sumber daya. Dua ciri karakter ini diterjemahkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung mengikuti konformitas yang dibangun oleh lingkungannya dan didominasi oleh peranan pemimpin (key opinion leader). Pemimpin opini di Indonesia biasanya adalah pemuka agama/ulama atau pemimpin ideology dan budaya.

[caption caption="Peta Nilai-Nilai Budaya 49 Negara (Sumber: Schwartz, 1999)"]

[/caption]

Dengan membaca hasil riset ini, maka upaya membranding bank syariah perlu melibatkan ulama berpengaruh dalam mengkampanyekan penggunaan produk perbankan syariah. Benar bahwa beberapa unit usaha, yayasan ataupun pondok pesantren telah menggunakan produk bank syariah dalam transaksi keuangan mereka, tetapi ulama selaku pimpinan mereka belum memberi penekanan lebih untuk menghimbau masyarakat menggunakan produk perbankan syariah ini.

OJK bisa menggandeng beberapa ulama untuk menjadi duta bank syariah sebagai upaya menarik perhatian masyarakat terhadap produk bank syariah ini. Tak ada salahnya jika misalnya OJK menggaet Yusuf Mansyur maupun Mamah Dedeh menjadi duta bank syariah ini. keduanya dikenal sebagai pemuka agama yang memiliki pengikut yang banyak.

[caption caption="Membranding Bank Syariah Perlu Melibatkan Ulama Sebagai Key Opinion Leader Di Masyarakat (sumber,: yusufmansyur.com)"]

[/caption]

 

Penulis membayangkan para duta bank syariah ini akan menyisipkan ajakan untuk beralih menggunakan bank syariah kepada para jemaahnya ketika memberikan ceramah. Jemaah yang rutin mengikuti ceramah ulama bisa dianalogikan sebagai mereka yang memiliki gaya hidup islami, dan mereka akan mengikuti apa yang disampaikan ulama dalam ceramahnya. Dari sini terlihat, nasabah tipe syariah loyalist serta follower bisa menjadi target strategi ini.

Selain menggaet ulama, OJK juga bisa mempertimbangkan keterlibatan selebritis muda untuk menjadi role model pengguna bank syariah. Kita tahu salah satu karakter masyarakat Indonesia, terutama anak muda, selalu mengikuti trend yang dilakukan oleh idola mereka. Mereka adalah follower yang  menjadi target dari strategi merekrut idola muda menjadi duta bank syariah ini. Tentu saja pemilihannya perlu mempertimbangkan background selebriti calon duta syariah ini. Citra islami perlu menjadi pertimbangan utama.  Persepsi bank syariah sebagai pilihan pesohor dalam bertransaksi keuangan bisa membentuk brand bank syariah yang kuat.

Bukan tanpa alasan jika penulis mengajukan kalangan selebritis muda ini untuk menjadi duta bank syariah. Saat ini  kita sedang menikmati bonus demografi, yang diprediksi puncaknya akan terjadi pada tahun 2017 sampai 2019. Ini artinya komposisi jumlah penduduk dengan usia produktif mencapai rasio yang tinggi dibanding usia non produktif (0-14 tahun) dan 65 tahun ke atas. Berdasarkan data proyeksi kependudukan dari BPS, di tahun 2016 ini komposisi penduduk berusia 15-30 tahun mencapai angka 41 persen. Dan kaum muda ini memiliki karakteristik senang mengikuti apa yang dilakukan para idolanya. Diantara mereka terdapat tipe nasabah follower yang menjadi target pasar perbankan syariah.

Strategi berikutnya yang bisa dilakukan dalam memperkuat brand bank syariah adalah melakukan kerjasama dengan para pengusaha muslim. Saat ini virus entrepreunership semakin menyebar di Indonesia. Meskipun angka pengusaha di Indonesia tercatat masih berkisar 1 persen dari total populasi, tetapi setiap tahunnya terdapat kenaikan jumlah pengusaha di Indonesia yang cukup signifikan, termasuk pengusaha muslim. Indonesia sedang mengalami booming spiritual economics berupa kebangkitan semangat berwirausaha berlandaskan spiritual dan religious. Para pengusaha muslim ini akan mengutamakan penerapan nilai-nilai Islami dalam operasional bisnis mereka. Hal ini tentu saja sejalan dengan misi utama bank syariah.

Bank Syariah bisa menjalin kerjasama secara langsung dengan pengusaha muslim ataupun melalui komunitas pengusaha muslim ini. Sebagai contoh, bank syariah bisa bekerja sama dengan Komunitas Tangan Di Atas yang saat ini anggotanya telah mencapai lebih dari 20 ribu pengusaha. Komunitas ini pun memiliki beberapa cabang di berbagai kota besar di Indonesia. Dengan sebaran yang begitu luas serta jumlah anggota yang banyak, selain menjadi pangsa pasar potensial, tentu akan memberikan beberapa keuntungan bagi bank syariah jika menjalin kemitraan dengan mereka.

[caption caption="Menjalin Kerjasama Dengan Komunitas Pengusaha Muslim Bisa Mendongkrak Brand Bank Syariah (Sumber: Pestawirausaha.com)"]

[/caption]

Setidaknya, selain memperkuat image sebagai bank penyedia layanan keuangan berbasis syariah bagi pengusaha muslim, Kerjasama ini juga akan membawa multiplier effects. Pertama, ini akan memperlebar jumlah korporasi yang menjadi nasabah bank syariah. Saat ini, piramida klien bank syariah masih menempatkan corporate sebagai nasabah puncak pada piramida nasabah bank syariah. Artinya layanan perbankan syariah bagi corporate masih sedikit. Kedua, ini bisa membuka peluang nasabah baru dari para karyawan yang bekerja pada perusahaan muslim tersebut. Ketiga, tentu saja ini juga bisa memaksa pihak mitra pengusaha tersebut untuk bertransaksi menggunakan jasa perbankan syariah. Dengan kata lain, strategi ini dapat menjaring nasabah tipe obligatory.

Isu penting lain yang perlu diperhatikan dalam upaya penguatan peran bank syariah adalah  mengenai financial inclusion berupa penyediaan kemudahan akses pembiayaan masyarakat miskin ke sektor keuangan dan perbankan. Data world bank tahun 2014 menunjukkan bahwa hanya 36% dari populasi dewasa di Indonesia yang memiliki rekening bank. Sementara, akses masyarakat miskin yang terlayani perbankan berkisar pada angka 22%. Ini menunjukkan bahwa akses mereka terhadap jasa keuangan masih sangat rendah. Bank Syariah yang dituntut dapat memberi kemaslahatan bagi umat serta mempunyai misi sosial perlu berperan penting dalam pemberian kemudahan akses perbankan bagi masyarakat miskin ini.

Dalam hal pemberian layanan bagi masyarakat miskin ini, tentu saja perlu dilihat dimana sebaran masyarakat miskin tersebut berada serta bagaimana layanan perbankannya. Pertama, kita mengetahui terdapat ketimpangan kesejahteraan antara Indonesia bagian barat dengan wilayah timur. Bank Indonesia pun melansir bahwa akses terhadap pelayanan perbankan masih minim untuk wilayah timur, sementara di pulau Jawa dan Bali sangat tinggi. Data ini diperkuat dengan sebaran bank syariah di Indonesia yang menunjukkan ketimpangan tersebut. Berpijak pada kondisi ini, Pembukaan dan perluasan jaringan bank syariah di Indonesia timur perlu digenjot.

[caption caption="Sebaran Layanan Kantor Operasional Bank Di Indonesia (sumber: Bank Indonesia, 2012)"]

[/caption]

Jangan lupa pula bahwa sebaran masyarakat miskin kebanyakan berada di wilayah pedesaan. Akan sangat strategis bagi penguatan jaringan bank syariah apabila mereka bisa membuka aksesnya di wilayah pelosok ini. Lagi pula masyarakat pedesaan biasanya memiliki kultur religi yang sangat kuat, bisa jadi banyak diantara mereka yang termasuk tipe syariah loyalist sehingga potensi pembukaan akun di bank syariah akan lebih besar.

Jika membuka kantor layanan di wilayah pelosok dirasa mahal, penguatan konsep Branchless Banking bisa diterapkan disini. Bank BRI Syariah memiliki peluang pengembangan disini. Mereka bisa bersinergi dengan saudara tuanya, Bank BRI yang telah memiliki jaringan kantor layanan hingga ke wilayah pelosok. Dengan sinergi semacam ini, nantinya masyarakat bisa melakukan transaksi keuangan BRI Syariah di kantor layanan BRI unit kecamatan.

Konsep serupa juga sudah berjalan lama untuk pembukaan dan penyetoran rekening shar-e Bank Muamalat dengan kantor pos. Tak menutup kemungkinan kerjasama tersebut bisa juga dilakukan bank syariah lainnya. Dengan jaringan yang tersebar setara BRI Unit Kecamatan, kerjasama bank syariah dengan kantor pos membuka peluang besar bagi perluasan akses perbankan syariah pada masyarakat miskin di pedesaan. Pengembangan Branchless banking juga bisa dikembangkan berupa kerjasama dengan personal, seperti layanan BRILink dari BRI konvensional. Ini akan membuka akses yang lebih besar bagi masyarakat desa bersentuhan dengan perbankan syariah. Kini, tinggal dirumuskan bagaimana penguatan akses perbankan syariah bagi masyarakat miskin berupa kemudahan pembiayaan bagi mereka.

Sehubungan dengan financial lnclusion pula bank syariah perlu serius menggarap pembiayaan usaha mikro. Menurut Kementerian Koperasi dan UMKM setidaknya dibutuhkan dana 386 triliun untuk mendukung permodalan usaha mikro ini. Sampai tahun 2013 saja, baru sekitar 18% dari total 56,6 juta usaha mikro yang baru terlayani oleh lembaga perbankan. Sepengetahuan penulis, sampai saat ini pun tak banyak usaha perbankan yang serius menggarap microbanking. Kalaupun ada, biasanya mereka menyuntikkan dananya kepada BMT atau lembaga syariah lain, belum memberi pelayanan secara langsung. Mungkin hanya Bank BTPN (dan BTN Syariah) melalui program DAYA yang serius menggarap  usaha mikro dan mass market ini.

Persepsi negatif terhadap karakter usaha mikro menjadi alasan keengganan pihak bank besar untuk menggarap segmen ini. Karakter usaha mikro yang dianggap lemah, skala kecil, administrasi acak-acakan, serta tak memiliki jaminan asset yang besar sering kali membuat usaha ini menjadi unbankable. Pihak bank mungkin ketakutan akan terjadi kredit macet dari pembiayaan usaha mikro ini. Padahal, merujuk laporan keuangan Bank BTPN, rasio kredit macet di Bank BTPN dari penyaluran kredit bagi pelaku usaha mikro ini hanya 0,7 persen. Sangat kecil. Lagi pula, berkaca pada keberhasilan program Grameen Bank di Bangladesh dalam menyalurkan pembiayaan bagi segmen ini, sepertinya bank syariah tak perlu ragu lagi untuk mengambil peranan lebih dalam penyaluran usaha mikro ini. Peranan bank syariah yang memiliki misi sosial dan pemberdayaan akan semakin terasa melalui pembiayaan bagi usaha mikro ini. Rasanya semua tipe segmen nasabah pun bisa tergarap dengan kebijakan ini.

[caption caption="Konsep Pembiayaan Grameen Bank Sukses Memberdayakan Masyarakat Miskin Di Bangladesh (sumber: grameenfoundation.org)"]

[/caption]

Tentu saja strategi yang paling penting dalam memperkuat posisi tawar bank syariah adalah dengan memperkuat pelayanan (service excellent) dari perbankan syariah tersebut. Service Excellent akan mendukung strategi yang diuraikan diatas bisa berjalan dengan baik. Tagline sama bagusnya, sama modernnya, sama lengkapnya harus terasa dalam implementasinya. Fasilitas perbankan syariah sudah harus benar-benar selengkap dan senyaman perbankan konvensional. penguatan service excellent bisa menarik nasabah tipe functional benefit, bahkan essentially conventional

Nasabah terkini menuntut tersedianya fasilitas mutakhir perbankan seperti Internet Banking, Mobile Banking, maupun E-Money, dan ini harus diantisipasi perbankan syariah. Tentu saja sebaran fasilitas jaringan atm mutlak harus diupayakan. Soal yang terakhir pengalaman penulis sendiri seringkali kesusahan mencari lokasi atm di ruang publik. Kita memang bisa menggunakan jaringan atm bersama untuk transaksi atm, tapi terkadang biaya administrasi yang dikenakan bisa membuat nasabah enggan menggunakannya. Sebagai nasabah, pasti kita ingin ketersediaan atm ini mudah dijumpai dimana saja.

[caption caption="Ketersediaan ATM di Berbagai Fasilitas Publik Bisa Meningkatkan Preferensi Nasabah Memilih Bank Syariah | Dokpri"]

[/caption]

Poin penting dari segala kebijakan yang digulirkan adalah bagaimana kepuasan konsumen dalam menggunakan jasa bank syariah. Ketika nasabah sudah merasakan kenyamanan bertransaksi di bank syariah, pada saat itulah brand bank syariah akan semakin kuat. Yakinlah, ini akan berimplikasi pada bertambahnya masyarakat yang menggunakan bank syariah untuk keperluan jasa keuangan mereka. Semoga.

 

Referensi:

Bank Indonesia. Financial Inclusion Development Policy in Indonesia

Bank Indonesia. Kajian Bisnis Model Perbankan Syariah

BPS. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2015.

Daromir Rudnyckyj. SPIRITUAL ECONOMIES: Islam and Neoliberalism in Contemporary Indonesia. 

Kompas.com. BTPN konsisten ke Mass Market

Luci Irawati. Microbanking Syariah dan Perluasan Outrech Bank Syariah. Dalam Iqtishodia, edisi Jumat 26 Desember 2014.

OJK. Statistik Perbankan Syariah Juni 2015.

Schwartz, h. Shalom, “ A Theory of Cultural Values and Some Implications for Work”. Applied Psychology: An International Review, 1999, 48 (1), 23–47). The Hebrew University of Jerusalem, Israel

World bank. Financial Inclusion Data/Global Findex

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun