Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kisah Petualangan Si Wimcy

23 Maret 2016   22:03 Diperbarui: 23 Maret 2016   22:36 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap Sepeda pasti mempunyai kisah petualangannya tersendiri. Ini adalah kisah sebuah sepeda yang telah mengayuh ratusan kilometer melewati jalan raya, gunung dan juga pantai. Ini bukan kisah biografi, tapi sebuah bikeografi. Bikeografi dari sepeda bernama Wimcy.

[caption caption="Bertualang Di Kuburan Gerbong Kereta Api"][/caption]

Sebut aku KC Wimcy. Sejatinya aku adalah sebuah Sepeda Wimcycle dari keluarga  RC-DX. Soal nama, KC Wimcy merupakan akronim dari identitas yang melekat padaku. KC merujuk pada kata Kang Cuham, yang merupakan nama pemilikku. Sedangkan Wincy singkatan dari kata “Wimcycle”, merk sepeda darimana aku dilahirkan. Kalau kalian kagok menyebut nama KC Wimcy, kalian cukup menyebutku Wimcy saja, rasanya lebih terdengar akrab kan?

Jangan tanya berapa kilometer jarak yang sudah kutempuh. Aku bukan termasuk jenis sepeda yang seringnya teronggok disudut garasi dan Cuma keluar rumah hari sabtu minggu saja untuk sekedar menemani pemiliknya olahraga. Aku adalah sepeda yang dipakai setiap hari sebagai moda transportasi. Ya.. pemilikku adalah seorang pesepeda harian. kemana-mana selalu menggowes. Bukan hanya Bike to Work saja, tapi sudah menjadi bike to Everywhere, begitu dia menyebutnya. Nah, bersamanya aku kemudian mengayuh jejak ratusan kilometer melintasi berbagai medan, mulai dari gunung, jalan raya hingga pantai, pernah aku jajal. Iya, sejak pertama kali berjodoh dengan Kang Cuham pada tahun 2011, hampir setiap hari aku selalu memutar rodaku menemaninya beraktifitas ke mana saja.

[caption caption="Terkadang Hidup Harus Melewati Jalan Terjal Berliku"]

[/caption]

Baiklah, aku ceritakan sedikit tentang pemilikku. Pesepeda kota Bandung pasti pada kenal nama Kang Cuham. Eehhh, boleh dong aku membanggakan bosku! Selain seorang pesepeda aktif, dia juga bisa dibilang sebagai seorang aktivis lingkungan. Hobi bersepedanya pun bisa jadi berasal dari idealisme kepeduliannya terhadap isu lingkungan. Kampanye Earth Hours, greenpeace dan Indonesia Bebas Sampah hanya sebagaian dari aksi lingkungan yang diikutinya. Soal menularkan hobinya bersepeda, dia turut menginisiasi lahirnya Bike to Campus di kota Bandung. Nah, aksi kampanye lingkungannya pun selalu disisipkan dengan gerakan bersepeda. Tentu saja, aku turut terlibat dengannya dalam aksi ini.

[caption caption="Beib, Bersepeda Itu Baik"]

[/caption]

Kalau kalian penasaran aku sudah kemana saja selain muter-muter di kota Bandung, bolehlah aku ceritakan beberapa kisah diantaranya. Perjalanan jarak jauh pertamaku adalah saat menempuh rute Bandung-Purwakarta kurang lebih sejauh 60 Km. Perjalanan ini aku lalui di bulan puasa dua tahun kemarin lho. Kalau mau tahu bagaimana medannya, aku bilang jalurnya menantang pisan,…dimana jalanan didominasi oleh tanjakan dan tanjakan melulu. Biarpun menurut pepatah tak resmi diantara para pesepeda menyebutkan bahwa dimana ada tanjakan disitu pasti ada turunan, tapi rasanya selama memutar roda  dijalur ini berasa terlalu banyak tanjakannya, hehehe….

[caption caption="Ngantuk? Lelah? Berhenti dan Istirahatlah Sejenak"]

[/caption]

Yang salut sih, yang membawaku ini sedang berpuasa dan dia bisa mengayuh aku tanpa batal puasanya. Ditambah lagi, gowes jauh perdana ini dilakukan sendiri, bukan bergerombol layaknya touring bareng. Iyalah, mana ada orang yang mau sepedaan jarak jauh di bulan puasa?

[caption caption="Saat Melewati Jalur Cirata, Purwakarta"]

[/caption]

Tantangan solo gowes jauh lebih besar dibanding berkelompok. Tak ada teman mendampingi. Kalau saja aku ngadat, lepas rantai, atau pecah ban, bisa membuat yang menggowesku kerepotan sendiri. Tapi syukur kemarin aku sangat fit untuk melahap berbagai tanjakan yang tersaji. Yang menarik bagiku adalah saat para pengemudi kendaraan bermotor yang melongo dan geleng-geleng kepala melihatku melintas diantara deru laju mereka. “Busyet, …puasa-puasa sepedaan?” itu mungkin yang mereka pikirkan saat melihat aku melintas didepan mereka. Jarak sejauh ini bisa kami tempuh berdua selama hampir 8 jam perjalanan. Berangkat pagi, sampai menjelang buka puasa.

Sukses dengan gowes jarak jauh pertama rupanya membuat kami ketagihan. Dari sini kemudian kami terlibat beberapa kali perjalanan jauh. Aku pernah mendampingi para pelari dalam rangka charity dari Bandung ke Jakarta via Puncak. Istilahnya menjadi marshall yang mengawal para pelari,takut-takut ada sesuatu terjadi selama mereka berlari. Gowes ini juga terhitung berat, karena aku tak bisa memacu putaran rodaku dengan cepat untuk mengimbangi kecepatan pelari yang tentunya lebih lambat. Bukan apa-apa kadang kalau lambat aku suka mengantuk juga. Terlebih saat melewati kawasan Puncak hari sudah gelap serta dibarengi guyuran hujan. Bayangkan teman, sudahmah malam ditambah hujan, ditambah hawa dingin? Epic bangetlaah!

Namun, perjalanan jauh berikutnya yang berkesan bagiku adalah saat touring Bandung-Pangandaran bareng komunitas pesepeda Bandung. Aku berangkat beriringan dengan tak kurang dari 20 Pesepeda. Perjalanan kali ini perlu kami tempuh selama dua hari, dengan transit bermalam terlebih dahulu di kota Tasikmalaya. Iya, untuk jarak sejauh ini memang diperlukan energi yang lebih, selain juga memakan waktu lama yang tak bisa dihindari.

Perjalanan ini terhitung seru. Selain harus membawa beban pengayuh sepeda, aku juga perlu membawa berbagai perlengkapan perjalanan, seperti pakaian, persediaan makanan serta tenda untuk berkemah di pantai. Yap, dalam rangka perjalanan ini aku memang sedikit dimodifikasi dengan dipasangi berbagai tas panier untuk menampung barang bawaan. Secara beban jelas berat, …aku harus berlari dengan tambahan beban barang-barang ini. Tapi tak masalah, sepeda Wimcycle tergolong istimewa kok. Mampu menahan beban yang berat. Tetapi jelas yang bakal lebih berat adalah beban pemilikku yang harus mengayuh dengan tambahan tenaga ekstra dibanding biasanya.

Tapi sumpah teman, segala keletihan melewati jarak 100 Km tersebut akan terbayar lunas saat kita memasuki area pantai. Semilir angin laut dipastikan mampu menambah tenaga dan semangat yang sempat loyo setelah melewati medan jauh. Aku yang sepeda saja bisa merasakannya kok,..apalagi si bos yang  tak hentinya membosehku. “Yeaa…pantai…” begitu teriakan yang kudengar terucap dari mulutnya saat terdengarderu ombak dikejauhan.

 [caption caption="Saat Berkemping Di Pinggir Pantai Panggandaran"]

[/caption]

Dan kesenanganku pun semakin bertambah, karena kami berkemah di tepi pantai Pangandaran. Coba aku tanya, Sepeda mana yang pernah tiduran dipinggir pantai?

Begitulah beberapa kisah perjalananku memutar roda sepeda menyusuri jalan. Rasanya masih banyak kisah yang bakal kugoreskan, entah perjalanan kemana lagi, entah keseruan apa lagi…yang pasti kisahku belum berakhir. Selama jalan terbentang luas dan selama roda ban melekat dirangkaku, aku akan terus mengayuhnya mengukir jejak perjalanan.

Menutup kisahku, aku cuma mau bilang, "Beib, Bersepeda itu baik..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun