[caption caption="Presiden Jokowi saat meninjau PLTS Kupang (sumber: suara.com)"][/caption]Salah satu tantangan terbesar bangsa Indonesia di masa depan adalah bagaimana mewujudkan kemandirian energi untuk menopang laju pembangunan bangsa. Dengan persediaan minyak bumi dunia yang semakin menipis, kita dituntut untuk mulai beralih mencari sumber energi lain sebagai penggerak aktivitas pembangunan bangsa. Negeri ini kaya akan sumber energi baru dan terbarukan sehingga kita punya peluang menuju cita-cita kemandirian energi berbasis energi baru dan terbarukan ini.
Masa kejayaan minyak bumi sebagai sumber energi dunia tampaknya akan segera berakhir. Meskipun kini ada trend penurunan harga minyak bumi, akan tetapi diprediksi cadangan minyak tersebut akan habis dalam kurun waktu 50 tahun ke depan lagi. Harus dicari alternatif sumber energi lain sebelum krisis minyak bumi tersebut terjadi. Lagipula, masyarakat dunia mulai sadar, minyak bumi ternyata memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Bagi Indonesia ketergantungan terhadap minyak bumi ditengarai membebani keuangan dengan besaran subsidi yang harus dikeluarkannya. Kita butuh sumber energi yang tak terbatas, dan tentu saja ramah lingkungan.
Bangsa-bangsa di belahan dunia kemudian bergerak cepat mencari sumber energi dengan dua kriteria diatas, unlimited dan ramah lingkungan. Sumber energi tersebut dikenal sebagai energi baru dan terbarukan. Panas bumi, energi matahari, angin, biomassa dan mikrohidro termasuk dalam kategori sumber energi ini. kini, lebih dari 40% penambahan kapasitas pembangkit listrik di dunia berasal dari sumber energi ini. bukti bahwa energi baru dan terbarukan merupakan jawaban pemenuhan kebutuhan energi masa depan.
Indonesia sendiri telah memiliki roadmap pengembangan sumber energi baru dan terbarukan. Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) disebutkan bahwa target energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen dari total energi bauran (energi mix) Â pada tahun 2025 dan 31 persen pada tahun 2050. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa saat ini persentase energi baru dan terbarukan dari total produksi energi primer masih berkisar pada level dibawah 5 persen. Artinya perlu upaya yang signifikan untuk meningkatkan prosentase kapasitas energi baru dan terbarukan sebesar 18 persen guna mencapai target 23 persen pada sepuluh tahun mendatang.
Dalam rangka mencapai target tersebut, Pemerintah kemudian meminta Pertamina selaku BUMN pelat merah penghasil energi (minyak bumi) untuk  berperan aktif mendukung peningkatan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan tersebut.  Dari sini, Pertamina kemudian mencanangkan target 1,4 Gigawatt energi listrik berbasis energi baru dan terbarukan, serta produksi biofuel sebesar 1,28 juta KL pada tahun 2019. Khusus untuk kapasitas produksi listrik berbasis energi baru dan terbarukan tersebut terdiri dari panas bumi sebesar 907 MW, solar Photovoltaic dan energi angina masing-masing 60 MW, biomassa 50 MW, dan mini/microhidro dan ocean energi sebesar 45 MW dan 3 MW. Bisakah Pertamina mencapai target tersebut?
Prospek Pengembangan Energi Surya
Salah satu sumber energi baru dan terbarukan yang sangat prospektif untuk dikembangkan adalah energi matahari atau energi surya. Sebagai negara yang berada di kawasan khatulistiwa, Indonesia punya potensi energi yang sangat besar dari sinar matahari ini. Hampir seluruh wilayah Indonesia mendapat sinar matahari sekitar 10 sampai dengan 12 jam setiap harinya, dengan  intensitas penyinaran rata-rata 4,5 kWh/m2 atau setara 112.000 GW. Ini adalah potensi yang sangat besar untuk dikembangkan.
Menurut data Solar Milenium AG, Indonesia berada pada level Satisfactory (cukup) dalam hal intensitas radiasi energi matahari yang dapat diserap. Sayangnya, sampai saat ini Indonesia sendiri baru memanfaatkannya sekitar 8 MW dari total potensi energi surya tersebut. Bandingkan dengan Jerman yang telah mampu membangkitkan 25 ribu MW energi surya, padahal ia berada pada rentang terbatas (not satisfactory).
Dalam skala global, harapan pengembangan energi baru dan terbarukan juga ada pada energi surya. Vivek Wadhwa menulis di Washington Post tanggal 4 Oktober 2015 lalu yang menyebutkan bahwa kemajuan teknologi energi matahari dan angin menunjukan perkembangan yang eksponensia. Diprediksi, teknologi ini begitu hebat perkembangannya hingga pada 2030 akan mampu mensuplai energi dunia. Itulah Mengapa kita perlu serius mengembangkan salah satu jenis sumber energi baru dan terbarukan ini.
[caption caption="Level Intensitas Radiasi Sinar Matahari (Sumber: mmindustri.co.id)"]
Salah satu keuntungan dari pengembangan pembangkit listrik berbasis energi matahari ini adalah ia lebih fleksibel untuk diterapkan. Instalasi peralatan pembangkit listrik ini, atau biasa disebut panel surya, bisa diterapkan untuk level kecil, menengah dan juga besar. Ia bisa diinstal di sebuah rumah, bisa diterapkan untuk mensuplai satu komunitas permukiman, atau bisa juga untuk pembangkit listrik skala besar. Lihat saja, kini deretan lampu penerang jalan di sepanjang tol cipularang ataupun cipali telah memakai instalasi panel surya ini, atau rumah-rumah di Jakarta yang terpasang panel surya meskipun kebanyakan digunakan sebagai pemanas air. Beberapa instansi pemerintah dan swasta pun mulai memasang panel surya di atap kantor mereka dalam rangka go green.