Sebagai sebuah perusahaan dunia yang menjadi market leader dalam industry otomotif, ada banyak hal yang bisa dipelajari dari sistem manajemen dan produksi mereka. Setidaknya berbagai prinsip yang menjadi dasar operasional mereka,yang dikenal sebagai dengan Toyota Way, telah menjadi bahan kajian akademisi Jeffrey Liker selama kurang lebih 20 tahun. Hasil penelitian Liker yang dituangkan dalam buku “The Toyota Way: 14 Management Principles from the World's Greatest Manufacturer” kini menjadi bahan materi perkuliahan di berbagai universitas serta menjadi rujukan bagi perusahaan lain yang ingin mencapai kesuksesan seperti Toyota.
Untuk bisa menjalankan prinsip-prinsip dalam Toyota Way ini, tentu dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil dan pandai sehingga mampu menterjemahkan 14 prinsip dalam Toyota Way tersebut dalam operasional perusahaannya. Hal ini benar-benar dipahami oleh Toyota, tengok saja tagline mereka, “We make people first before make product”, yang merepresentasikan prioritas utama mereka terhadap SDM yang ada di perusahaan mereka. Pengembangan SDM bahkan menjadi spirit utama dalam pelaksanaan Toyota Way.
Respect for people, itulah salah satu elemen utama dalam implementasi filosofi Toyota Way selain Kaizen (prinsip perbaikan terus menerus) yang fenomenal itu. Ini pula yang bisa saya amati dari perjalanan seharian mengikuti acara Kompasiana Visit ke lokasi industri Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) di Sunter Plant 1, pada hari rabu tanggal 10 Juni 2015 kemarin. Bersama 20 kompasieners terpilih lainnya, saya bisa belajar bagaimana mereka meletakkan pengembangan SDM sebagai prinsip penting bagi operasional industri mereka.
Sejak pertama kali melangkahkan kaki memasuki lobi perusahaan, kami sudah langsung disuguhi dengan berbagai peraturan yang harus kami laksanakn selama di lokasi ini. Aroma disiplin sangat kental terasa begitu Bianca, Corporate Secretary and Communication TMMIN yang menjadi pemandu kami, memaparkan apa saja yang harus dan dilarang kami lakukan selama berada di sana. Mulai dari berjalan harus melewati jalur hijau, naik tangga harus pada sisi kiri serta berpegangan pada handl tangga, atau larangan memasukkan tangan pada saku celana ketika berjalan, maupun larangan memakai kamera adalah beberapa aturan yang dipaparkannya.
Terasa ketat banget yaa,..tapi itulah cara mereka dalam mendisiplinkan karyawannya, satu pembelajaran yang terkadang banyak dilewatkan oleh kita. Tentu peraturan dibuat dengan maksud tertemtu, semisal larangan memasukkan tangan pada saku celana pada prinsipnya adalah menjaga kita untuk bisa menahan badan jika terjatuh. Jadi bukan sekedar asal bikin peraturan. Bukankah sebenarnya itu buat safety kita juga?
Respect for people ini diterjemahkan TMMIN dengan menciptakan lingkungan dimana antusiasme dikelola dan didorong dengan memberikan penghargaan bagi setiap usaha yang dilakukan karyawannya. Karyawan bukan hanya didorong untuk terus meningkatkan skills dan keterampilannya, tapi juga diperhatikan bagaimana sisi kenyamanan mereka dalam bekerja. Setidaknya, dalam pemikiran saya motto TMMIN: Clean, Bright and Comfort tidak lain sebagai usaha usaha mereka dalam mewujudkan respect for people ini.
Oh ya, apa itu clean, bright and comfort itu? Sedikit mengulas apa yang dipaparkan oleh Pak Turmudi, Eksekutif Manager TMMIN; clean adalah menciptakan lingkungan kerja yang bersih, terbebas dari debu atau unsure kotoran yang mengganggu. Bright adalah menciptakan ruang kerja yang terang dan jelas, sehingga semua bisa teramati dengan mudah secara visual, dan comfort adalah upaya mewujudkan lingkungan kerja yang menimbulkan rasa nyaman bagi karyawannya. detailnya sudah saya ceritakan di artikel sebelumnya (disini).
Ini bukan sekedar motto saja, tapi memang bisa terlihat sendiri di lokasi produksi bagaimana implementasinya. Sesuatu yang terus terang bikin saya geleng-geleng kepala. Ambil contoh, soal clean, …saat berkeliling saya melihat sendiri betapa rapinya ruangan produksi tersebut, betapa kesatnya lantai jalur hijau yang saya lalui,..benar-benar kinclong dehhh.
Ruang oasis, tempat dimana karyawan bisa beristirahat, serta taman kecil di tengah ruang produksi adalah contoh bagaimana TMMIN berusaha memberikan rasa nyaman bagi karyawannya. wah,... Ini mah benar-benar bikin kerasan karyawan deh…
Satu catatan lainnya soal bagaimana TMMIN memanjakan karyawannya adalah dalam hal urusan makan. Kami kebetulan diajak makan siang di lokasi kantin karyawan untuk sekedar melihat bagaimana suasana disana. Ternyata Toyota juga sangat memperhatikan soal gizi karyawan. Selain menu yang variatif, takaran gizi hidangannya pun telah terukur untuk memenuhi kebutuhan karyawan dalam bekerja. Jangan tanya yaa bagaimana kondisi kantinnya, nyaman dan tenang banget deh…
Untuk urusan pengembangan skills, selain menyediakan ruang pelatihan di lokasi produksi, TMMIN juga menyediakan training center dan Toyota Institute Indoensia dengan jumlah investai sebesar 2 juta US Dollars. Angka yang besar menunjukkan bagaimana komitmen mereka dalam mengembangkan SDM mereka. Hasilnya? Beberapa kali para karyawan ini menjuarai kontes keterampilan khusus karyawan Toyota se asia pasifik. Bukti bahwa konsep mereka berjalan dengan sangat baik.
Diluar itu, ada satu hal sederhana yang bisa saya catat bagaimana mereka begitu menghargai karyawannya. Alih-alih menyebut pekerja, workers atau employee, manajemen Toyota lebih memilih menggunakan kata member bagi karyawannya. Penyebutan ini berlaku bagi semua divisi dan level, entah itu dibagian kantoran, atau mereka yang ada di lini produksi. Entah itu level staff atau managerial, semua disebut sebagai member. Bagi saya, konotasinya terasa lebih dekat,…tidak ada jarak satu dengan lainnya, dan sebagai pengakuan bahwa mereka sama pentingnya. Ini sih memang tafsiran saya saja, tapi rasanya tidak akan meleset jauh dari itu maknanya.
Dari apa yang saya lihat dari kegiatan kompasianavisit ke lokasi produksi TMMIN Sunter Plant 1 ini, ada satu pelajaran yang bisa saya ambil, bahwa dibalik kecanggihan teknologi yang ada dalam proses produksi sebuah industry otomotif Toyota, ternyata factor terpenting keberhasilan mereka terletak bagaimana mereka memperlakukan karyawannya. Bagi Toyota, karyawan bukanlah asset yang harus diekspoitasi, tapi karyawan dilihat sebagai bagian keluarga besar yang harus diberi kesempatan untuk berkembang, tumbuh sejahtera seiring dengan kemajuan perusahaan. Hal ini yang kadang sering dilupakan oleh korporasi besar dalam memaknai karyawan yang mereka miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H