Maka sarat mutlak masuk ke dimensi ilmu metafisika adalah tidak membatasi akal di sebatas input inderawi karena dalam dimensi metafisika manusia akan berhadapan dengan obyek obyek serta persoalan yang bukan lagi inderawi
Contoh ; dalam dimensi metafisika ada penghayatan terhadap hakikat atau makna sesuatu,Nah yang disebut "hakikat" dan "makna" itu bukan obyek yang bisa di indera tapi suatu non inderawi yang hanya bisa di hayati oleh alam pikiran
Tapi kita tahu dalam dunia filsafat sendiri ada tokoh filsuf yang bahkan sangat membatasi operasi akal hingga tak boleh  keluar atau melampaui fenomena pengalaman,Dia adalah Immanuel Kant. Setelah era Immanuel kant dan kemudian berlanjut ke era filsafat lingkaran Wina maka sangat jelas terlihat bahwa konsep operasi atau penggunaan akal dalam peradaban ilmiah barat sangat dipandu oleh input inderawi dan dalam era positivisme akal betul betul hanya diharuskan tunduk pada input inderawi. Metafisika murni dimatikan dalam positivism.Fenomena ini sekaligus memperkuat posisi filsafat materialism
Jadi dalam ranah peradaban ilmiah barat kita dapat melihat perjalanan ilmu yang makin lama makin mengerucut pada orientasi empirism-positivism-materialism yang berujung pada saintism.Disini yang namanya akal operasionalnya terkunci oleh prinsip empirisme,sedikit saja keluar dari prinsip empirisme maka tuduhan ilusi,tahayul,khayalan,dogma dlsb berdatangan
Jadi sejauh mana operasi atau mekanisme jalannya akal pikiran itu bergantung pada kacamata-cara pandang yang dipakai.Bila seseorang memakai kacamata-cara pandang empirisme-positivisme-materialisme maka sudah bisa dipastikan operasi akalnya akan tunduk pada sebatas input inderawinya
Fenomena ini (yang terjadi dalam peradaban ilmiah barat) sangat terbalik 180 derajat dengan visi misi metafisika agama wahyu,dimana dalam konsep agama wahyu fungsi akal memang dibantu input inderawi tapi tujuan manusia mencari ilmu bukan sebatas mencari bentuk kebenaran empiris tapi kebenaran yang bersifat metafisik semisal makna dan hakikat terdalam segala suatu
Karena visi-misi tujuan agama wahyu dalam mencari kebenaran bukan berhenti sebatas fakta atau kebenaran empiris maka operasi akal dalam agama wahyu tidak bisa dibatasi oleh input inderawi,tidak bisa didasarkan pada prinsip empirisme-positivism (yang tujuannya mencari bentuk kebenaran empiris)
Ada hal hal yang bukan inderawi-metafisik dibalik dunia fisik dan bagaimana cara untuk menangkap dan memahaminya tentu bukan dengan berimajinasi secara liar tapi dengan menggunakan struktur ilmu metafisik
Jadi dalam dimensi metafisika termasuk khususnya agama wahyu didalamnya ada struktur konstruksi ilmu metafisika yang mengantar manusia pada tahapan demi tahapan ilmu metafisika
Jadi intinya,dalam empirisme-positivisme yang namanya akal itu menjadi pelayan dunia indera dan prinsip kebenaran inderawi,Yang sentral dalam prinsip empirisme-positivism-materialism adalah otoritas indrerawi
Sedang dalam ranah metafisika fungsi pelayan itu diemban oleh dunia indera dimana dunia indera menjadi pelayan bagi akal.Dalam metafisika yang lebih dominan adalah otoritas akali karena yang jadi visi misi adalah konsep kebenaran metafisis