3. **Agama sebagai Contoh**: Untuk menilai agama secara obyektif, ini tidak hanya berarti mengacu pada pandangan atau praktik umum yang mungkin bervariasi. Lebih dari itu, ini harus mencakup pemahaman yang mendalam terhadap ajaran atau wahyu yang mendasarinya, yang mungkin hanya dimengerti oleh mereka yang mempelajari agama secara serius.
4. **Fleksibilitas dalam Pemahaman**: Penting untuk memahami bahwa fleksibilitas dalam memahami obyektifitas memungkinkan kita untuk melihat lebih dari satu dimensi atau perspektif. Ini membantu kita menghindari kesalahan dalam menilai sesuatu hanya berdasarkan pandangan umum atau subyektifitas belaka.
5. **Penafsiran Kebenaran**: Ketika kita berbicara tentang kebenaran yang obyektif, itu harus mencerminkan realitas atau hakikat dari obyek tersebut, bukan hanya kesepakatan umum atau opini mayoritas.
Dalam konteks penggunaan kata "obyektif", penting untuk mempertimbangkan konteks dan sumber pengetahuan yang digunakan. Ini membantu kita untuk memahami dengan lebih baik esensi dari apa yang kita nilai sebagai obyektif dan menghindari kesalahpahaman atau penilaian yang tidak tepat".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H