Kalau saya nilai agnostik adalah orang yang berusaha ingin memposisikan diri sebagai tidak ingin punya kepercayaan apapun dan tidak berupaya untuk mendalami kepercayaan apapun atau mengambil sikap menentang kepercayaan apapun (karena kalau menentang suatu kepercayaan maka ia akan jatuh pada memiliki kepercayaan juga)
Tapi untuk menjadi agnostik pun ternyata bukan tak perlu acuan atau prinsip dasar dimana dengan acuan yang ia pegang itu ia berupaya memposisikan diri sebagai agnostik
Menurut saya seorang agnostik akan berupaya untuk tidak jatuh pada bentuk kepercayaan tertentu atau menentangnya dengan berpegang pada apa yang bisa manusia capai sebatas pengetahuannya sebagai manusia.Agama ia tolak karena dianggap bukan berdasar ilmu pengetahuan manusia yang bersifat umum.Atau,bila suatu kepercayaan dianggap ada diluar batas ilmu pengetahuan manusia yang umum maka ia akan menolaknya.Maka sebab itu seorang agnostik mungkin akan sangat berpedoman pada pencapaian manusia di bidang sains
Maka seorang agnostik akan memposisikan diri sebagai "tidak tahu dan tidak berupaya menjawab" apa yang sains tidak mengetahui atau tidak menjawabnya
Tapi tahukah anda bahwa betapapun seorang agnostik berupaya "netral" dari kepercayaan tanpa sadar iapun akan jatuh pada sesuatu yang sebenarnya adalah "kepercayaan"
Saya mencoba analisis pandangan seorang agnostik yang ada dalam podcast Deni Sumargono
Pertama,dalam menilai agama si agnostik  memakai narasi pemahaman evolusionis yang menganggap agama sebagai hasil produk budaya berpikir manusia
Menurut saya untuk level agama agama hasil budaya atau filosofi manusia itu bisa klop-masih dapat difahami,Tapi tidak cocok ketika acuannya adalah agama wahyu karena agama wahyu dasarnya adalah firman atau ajaran Ilahi yang diwahyukan dan bukan produk hasil budaya berpikir manusia.Jadi kesalahan narasi evolusionis adalah tidak membuat perbedaan antara agama wahyu dengan agama hasil budaya berpikir manusia
Kedua,pandangan yang saya soroti adalah ketika si agnostik mengatakan bahwa semua berasal dari ketiadaan dan akan kembali kepada ketiadaan.Artinya setelah manusia mati maka semua selesai tanpa ada kelanjutannya.Menurut saya inipun adalah sebuah iman atau kepercayaan dan sama sekali bukan sesuatu yang diambil berdasar hasil pengukuran terukur sebagaimana yang selalu jadi acuan si agnostik (si agnostik selalu klaim berpijak pada hal hal yang "terukur" meniru prinsip saintifik)
Mengapa soal pasca kematian bukan sesuatu yang bisa diambil berdasar hasil penilaian terukur ? Ya karena apa yang terjadi sesudah mati secara empiris terukur itu tidak dapat diketahui.Semua manusia mau teis,ateis atau agnostik tak ada yang mengalami apa yang terjadi sesudah mati.Jadi apapun pandangan orang terhadap pasca kematian itu sifatnya adalah iman atau kepercayaan.Nah kalau dasarnya iman maka tinggal dinilai mana iman terhadap pasca kematian yang paling masuk akal.Disini berbagai argumentasi versi teis,ateis dan agnostik tentunya akan dinilai
Ketiga,si agnostik berkata bahwa bagaimanapun manusia memposisikan diri apakah sebagai orang beragama,ateis atau agnostik yang penting adalah menjadi orang baik pada lingkungannya.Agama ia nilai sebatas aspek aksiologisnya-bukan keimanannya pada Tuhan
Menurut saya,secara pribadi itu belum cukup karena kalau hanya untuk sekedar menjadi nampak baik pada sesamanya orang bisa tak perlu harus beragama tapi cukup misal dengan mengikuti norma yang berlaku di masyarakatnya
Tapi masalahnya adalah agama wahyu mengakomodasi keperluan dan pertanyaan pertanyaan manusia yang paling fundamental misal tentang apa hakikat hidup,hakekat manusia serta hakekat dunia.Manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan akan pedoman hidup,tapi ini tentu untuk manusia yang peka secara rohani,masalahnya adalah tidak semua manusia peka secara rohani lalu mempertanyakan misal apa hakekat hidup di dunia atau apa hakekat manusia
Orang yang peka akan persoalan menyangkut hakekat hidup biasanya menjalani sesuatu dalam kehidupannya secara serius tidak banyak ketawa ketiwi karena memiliki tujuan hidup yang bukan sekedar duniawi,lahiriah atau jasmaniah
.......
KARAKTER AGNOSTIK,APAKAH SELALU "NETRAL" ?
Itulah, agnostisisme berupaya memposisikan diri seolah sebagai wakil dan cermin dari sains atau ilmu pengetahuan yang paling netral.Bila mereka tak percaya pada adanya Tuhan tapi juga tidak berposisi sebagai yang tak percaya pada tidak adanya maka dasar dari prinsip mereka adalah "karena sains tidak bisa menentukan ada maupun tidak adanya Tuhan"
Dengan kata lain mereka ingin memposisikan diri sebagai cermin sains yang steril-bersih dari bentuk kepercayaan apapun.Soal apakah mereka benar benar bisa selalu steril atau akan jatuh pada bentuk kepercayaan tertentu dalam suatu persoalan ? Ya kita mesti mencermatinya
Karena karakter alami manusia adalah memiliki atau memegang kepercayaan pada hal hal tertentu dan itu efek dari keterbatasan pengetahuan manusia.Manusia tak bisa full seperti komputer yang full data tanpa memiliki pandangan filosofis maupun kepercayaan
Atau,masalahnya,dalam berbagai hal atau persoalan apakah seorang agnostik akan murni selalu mencerminkan pandangan saintifik atau akan jatuh pada suatu bentuk kepercayaan tertentu ?
Masalahnya dalam sains sendiri tidak semua hal yang menjadi obyek penelitian sains itu semua telah terbukti secara empiris sebagian masih berupa hipotesa hipotesa walau telah di bingkai atau dikonsep sebagai "teori sains" tapi selama belum empiris maka dasarnya tetep dugaan
Nah apabila misal yang dasarnya dugaan ini telah dianggap fakta atau "kebenaran" yang tak boleh  ditolak dan kalau ditolak dianggap "anti sains" maka tanpa sadar si agnostik telah jatuh pada semacam kepercayaan
Karena segala suatu yang tidak atau belum empiris dalam dunia ilmu pengetahuan itu memiliki potensi jatuh pada bentuk kepercayaan tertentu yang tentu itu sudah diluar prinsip empirisme yang jadi landasan sains
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H